Pengaruh Gadget dalam pertumbuhan emosi anak

Jurnalis : Denny (Tzu Chi Medan), Fotografer : Augustina (Tzu Chi Medan)

doc tzu chi

Irene F. Mongkar mengajak orang tua untuk lebih bijak dalam memberi gadget pada anaknya. Gadget seharusnya hanya digunakan sebagai media interaksi dalam beraktivitas bersama dengan anak. Irene mengundang peserta seminar mempraktikkan perbedaan kekuatan otot tubuh saat memegang dengan saat tidak memegang gadget, terlihat dampak radiasi yang mempengaruhi tubuh secara tak langsung.

Berkat berkah dan jalinan jodoh yang terjalin, Kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi Medan dapat mengundang Ibu Irene F. Mongkar, pakar praktisi pendidikan dan pemerhati anak. Irene yang kerap disapa dengan panggilan Bubun yang berarti Bunda, adalah pemilik dari Gymn Ademics Senyum Anak Indonesia- Children Growth & Development Center di Jakarta. Seorang yang giat membantu anak-anak yang mengalami cedera otak. Selain itu ia juga membangun perpustakaan di pelosok kampung.

Seperti yang diketahui, anak-anak kini sulit dipisahkan dengan yang namanya gadget, padahal gadget merupakan sumber bagi anak mendapatkan berita-berita yang tidak etis pada usianya. Sebanyak 90% anak di Indonesia pun mengalami kecanduan bermain game. Belum lagi situs pornografi yang masuk dari gadget juga sering sekali muncul pada saat bermain game. Saat naik level muncul iklan aneh-aneh yang keluar tanpa memandang berapa usia pemainnya. Jika narkoba merusak tiga bagian otak maka pornografi dapat merusak lima dari bagian otak.

Anak yang kecanduan pornografi akan mengalami kerusakan pada bagian Pre Frontal Cortex  yang berfungsi sebagai  pusat memilih, pertimbangan, pengambilan keputusan dan membentuk perilaku sosial. Jika mengalami kerusakan maka kepribadian anak bisa berubah.

“Pada awalnya anak akan merespon jijik melihat sistus porno tersebut, namun lama kelamaan system limbic yang mengatur emosi akan mengeluarkan hormon dopamine yang membuat anak merasa senang hingga ketagihan. Jika ketagihan diteruskan maka mengakibatkan kemampuan berpikir menurun, kehilangan konsentrasi memilih dan mengambil keputusan serta prilaku sosial yang tidak layak,” jelasnya.

Padahal, pemilik perusahaan pencipta gadget seperti Bill Gates dan Steve Jobs sendiri, tambah Irene, tidak mengizinkan anak bermain gadget pada usia dini karena  memahami dampak bahaya gadget. Anak usia 14 tahun lah yang layak mengunakan gadget.

Para peserta seminar kita juga diajak mengimbangi perkembangan teknologi dengan kemampuan sosial, life skill dan kegiatan anak lainnya. Orang tua harus memberikan waktu dan perhatian yang lebih banyak kepada anak, dengan kegiatan kreativitas sederhana yang membantu stimulasi masa depan mereka, seperti mengikut sertakan anak pada kegiatan Sunday School Tzu Chi ini.

Dokter laktasi, dr. Willey Eliot (baju pink) mengaku sangat terharu dan setuju dengan apa yang diutarakan Irene F. Mongkar.

Selain itu pada umumnya anak-anak yang diberikan gadget sejak dini akan bermain gadget lebih dari dua jam sehari sehingga mengakibatkan gangguan speech delay, anti social, dan otak cenderung lebih lemot karena kurangnya stimulasi dan interaksi dengan lingkungan sosialnya. Gangguan Attention Deficit Disorder(ADD) juga bisa timbul karena seringnya melihat tampilan warna menarik di layar gadget. Akibatnya anak akan cepat bosan dan sering mengamuk ataupun lebih temperamental/ tantrum.

“Bagaimana awal anak mengenal gadget? Apakah gadget merupakan kebutuhan anak? Sadarkah orang tua, kalau orang tua lah yang memberikan gadget kepada anaknya, padahal gadget bukan kebutuhan  penting anak pada masa pertumbuhan mereka. Gadget diberikan sebagai pengalihan perhatian orangtua pada anak, supaya mereka tenang pada saat orang tua sibuk, memberikan gadget dengan alasan agar anak  mau makan, atau pun dengan alasan kurang gaul dan gaptek kalau tidak diberikan gadget,” ujarnya.

Irene pun mengajak para orang tua menyadari sepenuhnya apa tujuan dan alasan kita sebagai orang tua memperkenalkan gadget pada anak. Toh tidak akan terlambat memperkenalkan gadget pada usia 14 tahun nanti. Jika anak belum mampu diajak berunding untuk mengontrol pengunaan gadget  sebaiknya tidak diperkenalkan, kesadaran untuk mengontrol diri harus dimulai dari diri anak sendiri.

Walaupun demikian gadget masih memiliki efek positif seperti dengan mudahnya mencari informasi, menguasai teknologi yang memudahkan kehidupan perekonomian masyarakat, namun disayangkan jika gadget yang memudahkan tersebut juga berefek manusia kurang mengoptimalkan fungsi otak. Kemampuan berpikir manusia menjadi serba instan, otak manusia tidak akan menyimpan memori dalam jangka panjang. Akibatnya manusia jadi dihadapkan pada masalah, maka hanya ingin menyelesaikan secara cepat dan instan.

Sementara itu, salah seorang peserta seminar yang juga berprofesi sebagai seorang Dokter laktasi, dr. Willey Eliot mengaku sangat terharu dan setuju dengan apa yang diutarakan Irene F. Mongkar. 

“Anak lebih perlu berinteraksi dekat dengan orang tua dibandingkan dengan gadget, mendekap dan berkomunikasi dalam banyak hal. Contoh yang diceritakan Bubun tentang orang tua yang menaruh bayinya di stoller, sedangkan tangan orang tua malah menyandang tas yang berisi popok, susu dan kebutuhan anak saat berjalan di Mall, sangat menginspirasi saya,“ kata dr. Willey Eliot.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Setitik Cahaya di Tengah Pandemi Corona

Setitik Cahaya di Tengah Pandemi Corona

04 Mei 2020

Perumahan Cinta Kasih Bakung adalah perumahan yang dibangun Tzu Chi Medan setelah kebakaran besar di tahun 2012 yang menghanguskan 66 rumah. Saat ini, akibat pandemi virus corona, warga Bakung yang kebanyakan berjualan makanan, sepi pembeli. Untuk meringankan kesulitan warga Bakung, Tzu Chi Medan pun membagikan paket sembako pada Jumat, 1 Mei 2020.

Sembako Cinta Kasih untuk Warga Terdampak Covid-19 di Medan

Sembako Cinta Kasih untuk Warga Terdampak Covid-19 di Medan

30 April 2020

Senin, 27 April 2020, Yayasan Buddha Tzu Chi membagikan 10.000 paket sembako cinta kasih berupa beras 5 kg, 1 kotak mie instan @ 40 bungkus dan masker kain untuk meringankan penderitaan masyarakat yang terdampak bencana wabah Covid 19 bekerja sama dengan TNI.

Senin, 27 April 2020, Yayasan Buddha Tzu Chi membagikan 10.000 paket sembako cinta kasih berupa beras 5 kg, 1 kotak mie instan @ 40 bungkus dan masker kain untuk meringankan penderitaan masyarakat yang terdampak bencana wabah Covid 19 bekerja sama dengan TNI.
Mengabadikan Setiap Jejak Langkah Bodhisatwa Tzu Chi

Mengabadikan Setiap Jejak Langkah Bodhisatwa Tzu Chi

08 Maret 2017

Sebuah kegiatan jika tanpa ada yang mengukirnya menjadi catatan sejarah, seiring berjalannya waktu maka kegiatan tersebut akan sirna dan dilupakan. Untuk itu setiap kegiatan harus ada yang mencatat dan mengukirnya menjadi catatan sejarah. Seperti halnya dalam bazar Cinta Kasih Tzu Chi yang diadakan tanggal 5 Maret 2017, sebanyak 15 orang relawan Zhen Shan Mei siap mengabadikan setiap sisi dari kegiatan bazar ini.

Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -