Pentingnya Membedakan Kebutuhan Dan Keinginan

Jurnalis : Vincent Salimputra, Lisda (He Qi Utara 2), Fotografer : Vincent Salimputra, Lisda (He Qi Utara 2)

Seluruh murid dan orang tua yang tergabung dalam kelas budi pekerti He Qi Utara 2 berkumpul di Aula Fu Hui Ting sebelum memasuki ruang kelas.

Sejumlah relawan Misi Pendidikan Tzu Chi di wilayah Jakarta mulai menggelar kelas budi pekerti secara tatap muka. Seperti diketahui, selama hampir tiga tahun pandemi Covid-19, Tzu Shao men dan xiao pu sa mengikuti kelas budi pekerti secara daring.

Satu di antara komunitas relawan yang menggelar kelas budi pekerti secara tatap muka adalah komunitas He Qi Utara 2. Para relawan telah menyusun rencana sejak jauh-jauh hari untuk mengadakan kelas budi pekerti pada 24 Juli 2022, di antaranya mendata dan mengundang murid-murid yang akan bergabung, mempersiapkan seragam dan perlengkapan yang akan diterima oleh mereka, serta mempersiapkan acara dan konsumsi bagi seluruh peserta.

Sebelum jarum jam menunjukkan pukul 08.00 WIB, sebagian besar Tzu Shao men dan xiao pu sa telah hadir di Lobby Fu Hui Ting untuk mengisi daftar kehadiran. Mereka juga menunjukkan kerinduan dengan sesama temannya dan saling menyapa shigu/shibo yang sudah lama tak dijumpai. Beberapa shigu juga terlihat berbincang santai dengan mereka seputar aktivitas mereka selama pandemi sekaligus mengajak mereka bergabung dengan kelompoknya masing-masing.

Orang tua mendampingi anaknya mengisi daftar kehadiran di Aula Fu Hui Ting.

Sekitar pukul 08.15 WIB, Christine Shigu mengawali acara dengan menyapa seluruh peserta yang telah hadir serta mengenalkan duifu mama dan gege/jiejie yang akan mendampingi masing-masing kelompok. Tidak lama berselang, alunan lagu yang perlahan-lahan terdengar menandakan bahwa seluruh murid harus bersiap-siap memasuki ruang kelas. Dengan berbekal kipas bertuliskan kelompok di tangannya, duifu mama berjalan memandu Tzu Shao men menuju Aula Gan En Lou di lantai tiga untuk mengikuti susunan acara yang telah disiapkan. Sebagian duifu mama lainnya membimbing xiao pu sa beserta orang tuanya menuju Aula Fu Hui Ting.

Membedakan antara Keinginan dan Kebutuhan                                                                                                                
Materi berjudul “Sederhana dan Menghargai Berkah” yang diangkat dalam Tzu Shao Ban hari itu, dikemas dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Keinginan dan kebutuhan merupakan dua hal yang seringkali sulit dibedakan, terutama bila berkaitan dengan kegiatan konsumsi. Sebagian dari kita pasti pernah membeli suatu barang namun sebenarnya tidak dibutuhkan. Bahkan terkadang kita dapat membeli suatu barang baru walaupun sebenarnya telah memiliki barang serupa dan memiliki fungsi yang sama. Dalam kondisi ini, setiap orang, tanpa terkecuali Tzu Shao men harus dapat membedakan antara keinginan dan kebutuhan.

Tentunya ada sebagian yang masih belum mengetahui perbedaan kebutuhan dan keinginan secara mendasar. Oleh karena itu, Tjoeng Mimi Shigu mengajak 27 Tzu Shao yang telah dibagi menjadi empat kelompok untuk melakukan praktik kegiatan terkait materi yang akan dipelajari hari itu.

Sebelum memulai, Shigu menjelaskan peraturan kegiatan dan memberikan selembar kertas kepada mereka. Masing-masing Tzu Shao diberikan tanggung jawab untuk membawa dua jenis barang bagi kelompoknya, yang mana diceritakan bahwa mereka akan melakukan perjalanan wisata menggunakan perahu. Barang-barang tersebut dicatat di atas kertas yang telah diberikan sebelumnya. Tidak lama kemudian, terjadi badai besar yang membuat perahu terombang-ambing dan terus kemasukan air sehingga menyebabkan perahu tersebut terancam tenggelam.

Bhima Warren (paling kanan) berdiskusi dengan teman-teman kelompoknya di Tzu Shao Ban mengenai muatan perahu yang harus diselamatkan.

Di tengah situasi seperti itu, ketua kelompok harus berdiskusi dengan anggotanya untuk membuang sebagian barang bawaan agar perahu mereka tidak tenggelam. Mereka harus mencoret barang-barang yang telah dituliskan sebelumnya, hingga hanya tinggal enam jenis barang yang tersisa. Akhirnya, mereka semua tiba dengan selamat di sebuah pulau terpencil setelah mengurangi muatan perahu yang tidak dibutuhkan.

Lebih lanjut, Mimi Shigu meminta masing-masing kelompok bercerita mengenai alasan mereka menyelamatkan barang-barang tersebut untuk bertahan hidup di pulau terpencil. Juztin Liu yang baru bergabung dalam Tzu Shao Ban tahun ini, mewakili kelompok Bao Rong membacakan barang-barang yang diselamatkan oleh mereka.

“Barang-barang yang diselamatkan ada obat-obatan, makanan, minuman, pelampung, P3K dan tas ransel,” jawabnya lugas.

Tak disangka, jawaban selanjutnya yang dibacakan oleh Kyara dari kelompok Gan En berhasil membuat seluruh peserta tertawa tergelak-gelak sambil bertepuk tangan.

“Makanan, makanan, makanan, makanan, makanan dan air,” ucapnya sambil menahan tawa.

Setelah mendengarkan semua jawaban mereka, Shigu mengajak mereka berdiskusi mengenai kemungkinan barang-barang yang diselamatkan mereka dapat digunakan untuk bertahan hidup di pulau terpencil serta bila mereka diberi kesempatan untuk menukar barang yang mereka butuhkan saat itu. Kesimpulan yang disampaikan Mimi Shigu menjadi penutup sesi yang dibawakannya.

Masing-masing perwakilan kelompok, termasuk Kyara Alessia Anggi (tengah), membacakan daftar barang yang telah diselamatkan oleh kelompoknya.

“Dari kegiatan tersebut, kita bisa memahami saat orang berada di kondisi hidup dan mati, biasanya lebih memikirkan kebutuhan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, seperti; air, makanan dll. Saat itu, tidak akan mempedulikan apa yang tidak kita miliki, tidak akan peduli mempunyai produk terbaru atau tidak, atau pakaian terbaru, dan lainnya,” jelas Shigu.

“Sebetulnya kebutuhan kita tidak banyak tetapi keinginan kita yang banyak. Oleh karena itu, ketika kita merasa tidak puas, kita harus memikirkan apa yang sudah kita miliki, dapat hidup sederhana akan meningkatkan kebahagiaan dalam hidup,” tambah Shigu.

Menghargai Berkah dan Mencintai Benda di Sekitar Kita
Sesuai topik utama mengenai pentingnya membedakan kebutuhan dan keinginan, 15 xiao pu sa yang hadir dalam Qin Zi Ban pada hari itu juga mendapatkan materi yang berhubungan dengan topik tersebut. Kali ini, materi berjudul “Menghargai Berkah dan Mencintai Benda di Sekitar Kita” dibawakan oleh Jok Khian Shibo dengan narasi sederhana yang mudah dipahami oleh xiao pu sa. Shibo terlebih dahulu mengajak mereka merenungkan berkah yang telah diterima oleh mereka selama ini.

“Kebutuhan dasar kita ada tiga, terdiri dari sandang, pangan, dan papan. Contohnya, pakaian, makanan, dan tempat tinggal yang sudah xiao pu sa dapatkan selama ini. Shibo melihat semua yang ada di sini cukup bahagia karena kebutuhan dasarnya pasti sudah terpenuhi. Tapi coba renungkan, banyak sekali teman-teman di luar sana yang tidak seberuntung xiao pu sa. Oleh karena itu, kita harus menyadari berkah sekecil apapun yang telah kita terima. Setelah kita menyadari berkah, kita harus menghargai apa yang sudah kita punya,” jelas Shibo.

Jok Khian menyampaikan materi terkait pentingnya menyadari berkah, menghargai berkah dan menciptakan berkah.

Kemudian, Shibo meminta xiao pu sa mengeluarkan semua benda yang disimpan dalam kotak pensil dan memisahkannya sesuai dengan jenisnya. Xiao pu sa harus meletakkan hanya lima jenis benda yang akan digunakan dalam proses belajar ke dalam kotak pensil. Ternyata, tidak sedikit xiao pu sa yang membawa pensil, pulpen maupun benda lainnya yang berjumlah lebih dari satu. Shibo kemudian bertanya kepada salah seorang xiao pu sa, Keane Gladwin Elvano.

“Kenapa bawa pensilnya banyak?,” tanya Shibo.

“Buat cadangan,” jawab Keane dengan polos.

“Sebetulnya kalau ada xiao pu sa yang sedang kekurangan pensil atau pulpen, kita harus bersyukur karena bisa berbagi dengan mereka dengan meminjamkannya kepada mereka. Ini yang namanya menciptakan berkah,” lanjut Shibo.

“Apakah di sini ada yang pernah memakai pakaian bekas?,” tanya Shibo lebih lanjut.

“Ada! bekas pakaian cece saya,” ucap Smartinus dengan semangat. “Iya bagus, ini contoh xiao pu sa yang menghargai berkah. Dalam masa pertumbuhan, ukuran tubuh anak akan selalu berubah sehingga baju tidak muat dan tidak bisa dipakai lagi. Kita boleh kasih saudara atau orang lain yang membutuhkan. Ini juga namanya menciptakan berkah,” ungkap Shibo.

Setelah seluruh poin materinya tersampaikan, Jok Khian Shibo memberi kesimpulan pada akhir sesi agar xiao pu sa dapat merenungkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.

“Dalam kehidupan sehari-hari, yang kita butuhkan sebenarnya tidak banyak, tapi keinginannya yang terlalu banyak. Oleh sebab itu, seringkali kita memiliki barang yang jauh lebih banyak daripada yang kita butuhkan. Kalau kita tidak hati-hati, maka akan menjadi suatu pemborosan,” ujar Shibo.

“Maka, kita harus pandai memanfaatkan suatu benda agar berkah yang kita punya tidak hilang begitu saja. Ingatlah, demi mengikuti trend, sering mengganti barang akan tercipta masalah sampah, itulah pelenyapan berkah,” pungkas Shibo.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Bersungguh Hati dan Tidak Terpengaruh oleh Kondisi Sekitar

Bersungguh Hati dan Tidak Terpengaruh oleh Kondisi Sekitar

18 Juni 2020

Kelas Budi Pekerti di Komunitas He Qi Utara 2 memulai lagi kegiatan mereka yang terhenti sejak awal Maret 2020 lalu. Kelas perdana secara online ini pun dimulai pada Minggu 14 Juni 2020. Jumlah yang hadir cukup banyak, mereka tampak senang, mengobati kerinduan setelah berbulan-bulan tidak bertemu Shigu Shibo-nya.

Menutup Kelas, Mempererat Hubungan

Menutup Kelas, Mempererat Hubungan

15 November 2017

Kelas Budi Pekerti Tzu Chi tahun ajaran 2017 telah sampai pada penghujung tahun. Setelah 1 tahun belajar, bermain, dan berinteraksi bersama-sama, kini saatnya mengucapkan salam perpisahan. Acara Penutupan Kelas Budi Pekerti Tahun 2017 ini dilaksanakan di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, pada 5 November 2017.

Siswa Kelas Budi Pekerti Memaknai Berkah dengan Berbagi

Siswa Kelas Budi Pekerti Memaknai Berkah dengan Berbagi

22 Maret 2016
Minggu, 13 Maret 2016 siswa Kelas Budi Pekerti melakukan Kunjungan Kasih di Panti Asuhan Kemuliaan yang berlokasi di pinggiran kota dan dikelilingi oleh perkebunan sawit.
Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -