Perayaan Waisak Tzu Chi di Pematang Siantar untuk Pertama Kalinya
Jurnalis : Nuraina Ponidjan (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan, Zusin Prayitno (Tzu Chi Medan)
Relawan Tzu Chi di Pematang Siantar mengadakan prosesi Waisak pada Sabtu, 27 Mei 2017. Perayaan Waisak tersebut berlangsung khidmat.
Hampir 12 tahun Yayasan Buddha Tzu Chi ada di Kota Pematang Siantar, namun baru tahun ini relawan Tzu Chi Pematang Siantar mengadakan perayaan Waisak. Relawan dari Kota Medan pun turut memberikan pendampingan. Walaupun harus menempuh perjalanan sejauh 133,4 km dalam tiga jam, relawan Tzu Chi Medan dengan sukacita mendampingi relawan Tzu Chi di Pematang Siantar. Mereka bahkan hadir sehari sebelum perayaan Waisak dilaksanakan.
Sabtu, 27 Mei 2017, pukul 19.15 WIB, Leo Samuel, relawan Tzu Chi Medan membuka perayaan Waisak di Pematang Siantar. Perayaan Waisak tersebut berlangsung khidmat serta dihadiri oleh pemuka agama: 2 anggota Sangha, 3 biarawati dari Rumah Sakit Harapan Jaya, dan satu Pandita dari Vihara Maitreya. Selain itu ada 127 relawan Tzu Chi dan 399 tamu undangan.
Diiringan Gatha pendupaan, para anggota Sangha, pandita, dan biarawati memasuki ruangan. Pemandian Buddha Rupang dimulai dengan penghormatan tiga kali kepada Buddha. Sebelum acara persembahan pelita, air, dan bunga, terlebih dahulu suara lonceng Jing Si bergema dan suara gendang pun ditabuh.
Menabuh genderang memiliki makna untuk mengingatkan para praktisi ajaran Buddha hendaknya tekun dan giat mempraktikkan Dharma. Sedangkan suara lonceng, selain menggemakan keharmonisan dan kedamaian juga menyampaikan penghormatan dan pemberkatan terhadap semua orang. Dengan gerakan yang penuh semangat dan diiringi lagu “Ketekunan”. Ketika lonceng dan genderang dimainkan, diharapkan memberikan semangat kepada setiap insan untuk berjalan di Jalan Bodhisatwa.
Sebelum acara persembahan pelita, air, dan bunga, terlebih dahulu suara lonceng Jing Si bergema dan suara genderang pun ditabuh.
Perayaan Waisak tersebut berlangsung khidmat serta dihadiri oleh pemuka agama: 2 anggota Sangha, 3 biarawati dari Rumah Sakit Harapan Jaya, dan satu Pandita dari Vihara Maitreya. Selain itu ada 127 relawan Tzu Chi dan 399 tamu undangan.
Setelah pertunjukkan lonceng dan genderang, relawan membawa persembahan pelita, air, dan bunga maju dan mempersembahkan ke altar. Para anggota Sangha terlebih dahulu memulai prosesi pemandian Buddha Rupang kemudian baris demi baris semua hadirin dituntun ke depan altar persembahan untuk mengikuti prosesi pemandian Buddha Rupang.
Dengan batin berada dalam kondisi tenang dan jernih, semua hadirin diajak dengan hati tulus dan sukacita melakukan pradaksina dan berdoa: semoga batin manusia tersucikan, masyarakat damai sejahtera dan dunia terbebas dari bencana.
Acara waisak berjalan dengan tertib dan rapi, sebuah perasaan yang tak terungkapkan bagi Jamin Halim, relawan Pematang Siantar. “Saya merasa terharu melihat kerja sama dari semua relawan, baik relawan dari Medan maupun relawan Siantar sendiri. Walaupun sangat letih tetapi semua relawan merasa gembira apalagi kalau mendengar komentar pengunjung bahwa, Waisak Tzu Chi cukup rapi dan mengesankan,” ungkap Jamin Halim.
Setiawati (berjilbab), ikut dalam prosesi Waisak. Ia menuturkan bahwa momen pemandian Buddha Rupang dalam prosesi Waisak juga bisa digunakan untuk membersihkan noda batin dalam diri sendiri.
Sedangkan Setiawati, pasien yang ikut operasi katarak Tzu Chi sebulan yang lalu mengatakan, “Tzu Chi membuat mata saya dapat melihat kembali dan walaupun Waisak adalah acara keagamaan agama Buddha tapi saya sebagai seorang Muslim juga ikut acara pemandian Buddha Rupang karena dengan mengikuti acara pemandian Buddha Rupang, kita juga membersihkan noda batin diri sendiri.”
“Relawan Tzu Chi berharap semua hadirin pulang dengan membawa semerbak moral, semerbak Dharma, dan semerbak batin Buddha. Semoga semua senantiasa melakukan introspeksi diri atas tabiat buruk masing-masing dan berusaha memperbaikinya sesuai dengan tema Waisak tahun ini,” tutup Elly Tio menambahkan.
Editor: Metta Wulandari