Di halaman rumah yang baru, cucu Ibu Mursinah (keponakan Rahman) bisa bermain dan berlarian penuh kegembiraan. Hal ini tidak bisa dilakukan sebelum rumah mereka dibedah karena hanya berupa rumah panggung di atas rawa.
Pemukiman padat penduduk di Kamal Muara kembali menggelar hajatan besar yang amat menggembirakan, Selasa 28 Maret 2023. Ada suara lantunan sholawatan merdu dari anak MI Nurul Islam yang menyambut tamu undangan, ada riuh tepuk tangan dilengkapi tawa sukacita. Ramai juga warga berkumpul menantikan ceremony Penyerahan 5 Unit Rumah Program Bebenah Kampung Kamal Muara Tahap ke – III, Peletakan Batu Pertama Pembangunan Madrasah Nurul Islam, Peninjauan Pembangunan Masjid Nurul Bahar, juga Pembagian 2.100 Paket Idul Fitri.
Cuaca pun turut bersahabat. Memang sedikit mendung tapi membawa angin sejuk. Bukan mendung dengan udara pengap. Semua penitia acara berharap dan berdoa, hujan tak lebih dulu turun sebelum seluruh rangkaian acara selesai dilakukan.
Sementara itu seluruh warga penerima bantuan renovasi rumah sudah sibuk di rumah masing-masing sejak hari sebelumnya. Seperti Rahman Kamal yang sudah sibuk membersihkan rumah di H-1 peresmian, lalu dimulai lagi di hari-H sejak selepas sahur. Dibantu dengan sang anak, mereka menyapu, mengepel, mengelap, dan menyapu lagi. Rasanya tak ingin ada debu sedikit pun menempel di tiap sudut tempat tinggalnya itu. Sembari bebersih, ia pun sudah bisa membayangkan bagaimana nanti ibunya, Mursinah bisa ia bawa kembali ke Jakarta. Rasanya sungguh bahagia sekaligus tak sabar.
Rumah Panggung Kenangan Keluarga
Rumah Rahman sebelumnya hanya berupa rumah panggung dari tripleks yang berdiri di atas rawa. Dulunya, ia masih bisa sesekali menguruk rumahnya dengan puing ataupun tanah untuk menghindari banjir rob yang kerap menggenang wilayah pesisir Jakarta. Tapi seiring waktu, ia tak mampu lagi membeli puing yang harganya bisa mencapai 500 ribu per kol (satu mobil pickup). Apalagi makin kesini, pekerjaannya semakin tak menentu. Jadilah rumahnya ia jadikan rumah panggung sejak tahun 2012. Dindingnya berupa triplek, alasnya berupa kayu yang tersusun rapi.
Rumah Rahman sebelum dibedah berupa rumah panggung yang dikelilingi rawa, rumah panggung itu dibangun untuk menghindari banjir yang selalu menggenang di wilayah tersebut.
Tapi rumah panggung di atas rawa itu semakin hari dirasa semakin membahayakan karena di bawahnya hidup seekor biawak yang dulunya “iseng” dilepasliarkan oleh anak-anak kecil setempat. “Kalau besar nanti ditangkep, dijual ke tukang sate biawak, Om,” cerita Rahman mengingat perkataan anak-anak kecil itu. Biawak yang saat itu masih kecil, ternyata belakangan sudah tumbuh hingga sepanjang 2 meter. Rahman yang takut dengan reptil, tidak pernah lagi merasa aman beristirahat di rumahnya.
Pernah pula si biawak naik ke kamarnya karena bagian alas kayu ada yang sudah rapuh hingga bolong. Rahman sontak panik dan lari keluar sampai menabrak rak piring hingga jatuh berserakan. “Saya takut, Bu…, sudah saya langsung kabur saja. Serem,” tutur Rahman bergidik.
Dulu juga, Ibu Mursinah ikut tinggal di rumah panggung itu. Untuk kamar ibunya, Rahman membuat pondasi semen dan menambal dindingnya dengan hebel. Kamar Bu Mursinah dilengkapi dengan kamar mandi seadanya untuk memudahkan aktivitas karena ia menderita stroke.
Kondisi rumah yang kurang layak itu membuat Rahman semakin khawatir dengan keadaan ibunya. Apalagi dengan alas kayu rumah yang semakin lapuk terpapar cuaca dan kelembapan rawa di bawahnya. Rahman mengatakan bahwa kemungkinan ambrol bisa terjadi, tapi jangan sampai itu terjadi.
“Terakhir karena keadaan sudah tidak memungkinkan, akhirnya Ibu saya titipkan dulu ke rumah adek di Sukabumi. Nah karena sekarang rumah sudah jadi, saya mau jemput Ibu buat saya rawat di sini. Alhamdulillah, sudah tidak sabar menyambut Ibu di rumah baru,” tutur Rahman yang sungguh tengah merasakan kebahagiaan.
Rumah Baru untuk Menyambut Idul Fitri
Rahman bahkan masih tidak menyangka bahwa lantai yang baru saja ia sapu adalah lantai rumahnya sendiri. Kaca yang ia bersihkan adalah kaca rumahnya sendiri. “Tembok rumah saya sekarang ini kokoh banget, Bu, tebel, nggak bisa dipaku ini mah. Tebel banget. Bagus bahan bangunannya,” kata Rahman terus tersenyum sambil mengelus tembok ber-cat putih itu.
Rahman juga masih seperti bermimpi melihat rupa rumahnya kini berubah 180 derajat. Sekarang ada ruang tamu, tiga kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Relawan pun melengkapi rumahnya dengan ranjang susun, kasur, bantal, peralatan kebersihan rumah tangga, ada juga meja makan lipat lengkap dengan kursinya, dan kompor gas dua tungku. Ke depannya, masih akan ada peralatan lain datang menyusul.
Bersama dengan relawan Tzu Chi dan PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Rahman Kamal mewakili Ibu Mursinah (penerima rumah) berfoto bersama.
“Saya betul-betul mengucapkan terima kasih untuk semua pihak. Pak RW (almarhum), Pak Ustaz, dan relawan Buddha Tzu Chi, juga semua pihak yang sudah sangat baik pada warga,” ucap Rahman. “Saya pernah baca satu buku. Ada kisah tentang dewa yang tidak mau ke surga sebelum neraka kosong. Artinya kan di neraka itu kan bisa jadi banyak sekali orang yang berbagai macam agama juga. Jadi ternyata dewa itu pun mau membantu dan menyangkut semua umat, tidak pilih-pilih,” imbuh Rahman.
Kisah yang menginspirasi Rahman tersebut adalah kisah Bodhisatwa Ksitigarba. Dalam agama Buddha, Bodhisatwa Ksitigarba ialah Bodhisatwa yang mempunyai tekad mulia, yakni untuk tidak mencapai pencerahan atau menjadi Buddha sebelum penghuni alam neraka kosong. Itulah sebabnya Rahman salut bahwa semua orang dari agama manapun tidak menjadi persoalan dalam masalah tolong menolong dan berbagi cinta kasih.
Sebagai wujud syukurnya, Rahman tak lupa mengundang relawan untuk hadir di rumahnya, berbagi kebahagiaan bersama di bulan Ramadan ini. “Untuk menyambut Idul Fitri ini, saya persilakan bapak ibu relawan kalau ingin hadir ke rumah kami,” ajak Rahman ke relawan, “pintu kami selalu terbuka lebar, apalagi untuk menyambut hari nan fitri. Jangan lupa mampir lagi ya Bu, Pak…..,” lanjutnya dengan bibir yang susah terkatup karena ia terus senyum bahagia.
“Saya nggak bisa bilang apa-apa lagi selain ungkapan syukur dan terima kasih kepada relawan dan donatur Tzu Chi. Ini adalah rumah penuh berkah yang hadir di Bulan Ramadan penuh berkah. Insya Allah menjadi berkah dan memberikan pahala kebaikan bagi bapak dan ibu semuanya,” lengkap Rahman.
Tembok Halus yang Tak Lagi Berlubang
Undangan open house menyambut Idul Fitri tidak hanya dilayangkan oleh Rahman, tapi juga disampaikan oleh Agus, penerima rumah lainnya. Tampaknya semua ingin menyambut lebaran dengan kehadiran relawan Tzu Chi untuk memperlengkap suasana.
Kondisi rumah Agus sebelum dibedah sudah tidak layak huni dimana konsidinya selalu banjir dan temboknya mulai berlubang dan rapuh dimakan usia.
“Alhamdulillah, akhirnya kita bisa berlebaran di rumah yang baru ini nanti. Mari Bapak Ibu dari Relawan Buddha Tzu Chi, silahkan nanti hadir yaaaaa... Saya senang sekali karena silaturahmi itu memperbesar rezeki kita nantinya,” undang Agus disambut anggukan para relawan.
Agus kini sudah berani mengundang saudara maupun kerabat untuk datang ke rumah barunya karena temboknya sudah kokoh, tak ada sisa lubang seperti kondisi rumah sebelumnya. Di dalamnya juga sudah bersih, lantainya halus tak lagi kena banjir selutut orang dewasa. Sudah lebih dari satu tahun ia menahan diri tidak menempati rumah karena kondisi rumahnya sudah mengkhawatirkan. “Jadi memang udah kita nyerah, nggak bisa kita tempatin. Sekarang sudah berani tidur di rumah, Bu. Kan sudah bangunan baru. Bagus, sudah merasa aman,” kata Agus tersenyum lebar.
Agus tertawa bahagia di depan rumahnya ketika berbincang dengan relawan. Ia mengutarakan keinginannya untuk membuat jam dinding dari kunci simbolis sebagai kenang-kenangan dari Tzu Chi.
Saking bahagianya, kunci simbolis bedah rumah yang ia terima ingin dibuat menjadi jam dinding. Agus hanya perlu membeli mesin jam dan jarumnya. “Nanti digantung di ruang tamu, Bu. Kenang-kenangan ini,” jelasnya sumringah.
Sama seperti doa relawan, Agus ingin nantinya rumah ini menjadi berkah untuk keluarganya. “Semoga saya juga bisa selalu merawat rumah ini dari awal memang seperti ini sampai akhir pun seperti ini. Terima kasih kepada semuanya, saya tidak bisa mengungkapnya bagaimana kebahagiaan saya hari ini,” imbuhnya.
Pembangunan yang Menyeluruh
Melihat jangka panjang dari kebahagiaan warga penerima bantuan, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei menjelaskan jika Tzu Chi akan terus membantu dan mendampingi warga Kamal Muara. Selain pembangunan fisik, Tzu Chi juga pelan-pelan mengajarkan warga tentang konsep pelestarian lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. “Kita berharap kita bukan hanya membantu secara materi, tetapi juga bisa memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi warga,” kata Liu Su Mei.
Liu Su Mei juga menjelaskan prinsip Tzu Chi yang universal, tidak membeda-bedakan suku, agama, ras maupun golongan. Hal ini yang membuat Tzu Chi juga merenovasi masjid dan madrasah ibtidaiyah di Kamal Muara. Jumlah penduduk yang sangat padat di Kamal Muara membuat daya tampung masjid dan madrasah perlu diperluas. Sebelumnya Tzu Chi telah merenovasi Masjid Jami Al Huda, dan kini berlanjut merenovasi Masjid Nurul Bahar dan MI Nurul Islam.
Teksan Luis, relawan Tzu Chi yang menjadi Koordinator Program Bebenah Kampung Kamal Muara memberikan sambutan pada rangkaian kegiatan di Kamal Muara.
Teksan Luis, relawan Tzu Chi yang menjadi Koordinator Program Bebenah Kampung Kamal Muara berharap melalui pembangunan rumah, rumah ibadah, dan sekolah ini roda perekonomian masyarakat dapat bergerak maju dan tercipta pemukiman yang lebih baik dan lebih sehat. “Semoga ini juga menjadi pembuka jalan menuju kehidupan warga yang lebih baik,” kata Teksan.
PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang hari itu berkesempatan menyaksikan dan memberikan langsung kunci rumah kepada para penerima bantuan pun ikut bersukacita. Sudah sejak lama ia melihat bagaimana kontribusi Tzu Chi membantu masyarakat karena sebelumnya ia pernah menjabat di berbagai posisi di pemerintahan DKI Jakarta dan bekerja sama langsung dengan relawan.
Liu Su Mei kembali mengenang bahwa sebetulnya sejak tahun 2002, ketika Heru Budi Hartono masih aktif di Kantor Wali Kota Administrasi Jakarta Utara, sejak Tzu Chi merelokasi warga Kali Angke, membangun Perumahan Cinta Kasih, hingga kegiatan-kegiatan amal lain di Jakarta baik bantuan banjir, bantuan bangunan, dan bantuan lainnya, Heru selalu mendampingi Tzu Chi. Heru Budi pun bisa melihat perkembangan dan dedikasi Tzu Chi.
Ketua dan Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei dan Sugianto Kusuma menemani PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengunjungi dan melihat langsung rumah Rahman yang sudah layak huni.
“Perumahan Cinta Kasih sudah berumur 20 tahun, Pak Hong Tjhin pernah melapor hal ini ke Pak Heru. Beliau sendiri meneteskan air mata. Beliau merasa tidak ada satu yayasan yang bersedia untuk menjalankan pendampingan selama 20 tahun dengan semangat yang tidak berubah. Sehingga ketika kita ungkit soal serah terima rumah di Kamal Muara, beliau sangat inisiatif untuk hadir. Berhubung beliau dulu melayani warga Jakarta Utara, beliau juga sangat akrab dengan warga Kamal Muara,” kisah Liu Su Mei.
Heru Budi yang sudah banyak melihat sepak terjang Tzu Chi dalam kemanusiaan pun menyampaikan apresiasinya kepada Tzu Chi Indonesia yang terus konsisten menjalankan misi kemanusiaan dan berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat.
“Saya ucapkan terima kasih kepada para donatur dan relawan Yayasan Buddha Tzu Chi dan donatur lainnya yang membantu melakukan revitalisasi di Kamal Muara,” kata PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, “Setelah hari ini kita melihat lokasi dan sekaligus memberikan bantuan bedah rumah dan melakukan rehabilitasi terhadap masjid dan madrasah. Saya sangat terharu karena ini adalah wujud saling bantu, saling dukung untuk masyarakat agar bisa menikmati kehidupan yang lebih layak.”
Editor: Hadi Pranoto