Para relawan Tzu Chi di Bekasi, Jawa Barat begitu perhatian kepada para Gan En Hu yakni penerima bantuan Tzu Chi jangka panjang di wilayah tersebut. Jumat pagi itu, 2 September 2022, Denasari beserta empat relawan lainnya mengunjungi Sara (41) yang belum lama kehilangan anak sulungnya, Yehezkiel dalam usia 11 tahun.
Diawali dengan kejang-kejang, Yehezkiel sempat dibawa ke rumah sakit dan diberi pertolongan pertama, namun nyawanya tak tertolong. Kunjungan para relawan ini pun membuat Sara terharu dan seperti mendapat kekuatan baru untuk lebih tabah dan semangat.
Senang betul Lydia dikunjungi para relawan Tzu Chi sepulang dari sekolah.
“Senang banget dikunjungi, sepeduli itu mereka sama kami. Saya pikir cuma lewat Whatsapp atau lewat telepon untuk turut berduka cita sudah cukup. Ternyata mereka ingin dekat lagi. Sangat senang, sangat terhibur, apalagi Tzu Chi sudah banyak membantu Yehezkiel. Saya ucapkan banyak terima kasih untuk support moril untuk anak-anak kami yang dua anak berkebutuhan khusus, Yehezkiel dan Lydia,” kata Sara.
Di keluarga ini, Tzu Chi memberi bantuan sekaligus kepada dua anak Sara. Awalnya yang lebih dulu dibantu adalah Lydia, anak nomor dua yang memiliki down syndrome, yakni kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang relatif kurang. Lydia dibantu dua kaleng susu tinggi protein dan gizi, setiap bulannya.
Buah tangan dari para relawan juga diterima Lydia dengan senang hati. Pada kunjungan ini, Denasari (seragam biru) juga menyerahkan uang santunan duka cita kepada keluarga ini.
Ketika bantuan untuk Lydia telah berjalan selama dua tahun, relawan mendapati bahwa kakak Lydia, Yehezkiel ternyata mengalami stroke ringan. Singkat cerita, Yehezkiel juga akhirnya dibantu berupa biaya obat dan vitamin tertentu yang tak di-cover oleh layanan BPJS. Terhitung Yehezkiel dibantu Tzu Chi sekira 1,5 tahun. Sementara bantuan untuk Lydia sudah berjalan kurang lebih 4 tahun sampai hari ini.
Tahu Tentang Tzu Chi Secara Tak Sengaja
Sara tahu tentang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia saat sedang mengantar Lydia berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Waktu itu Lydia berjibaku dengan penyakit gizi buruk, jantung, juga amandel. Saat itu, Hendrik, salah satu staf Bakti Amal Tzu Chi berada di sana. Saat berjalan menuju salah satu poli, beberapa orang tua pasien langsung mengerumuni Hendrik dan memberikan data terkait anak mereka yang dibantu oleh Tzu Chi.
Sarah penasaran. Ia pun bertanya apakah anaknya bisa mendapat bantuan dari Tzu Chi. Hendrik lantas menyarankan Sara untuk mengajukan bantuan ke Kantor Komunitas Tzu Chi terdekat dengan rumahnya, saat itu di Xie Li PGC. Setelah melengkapi beberapa berkas seperti surat keterangan dari dokter gizi yang menangani Lydia, Sara pun mengajukan bantuan ke Tzu Chi. Bagi Sara, bantuan Tzu Chi benar-benar membantu keluarganya.
Sara adalah sosok ibu yang sangat tabah. Ia telah ikhlas dengan kepulangan Yehezkiel kembali kepada Tuhan.
“Kayak susu saja sebelum ada bantuan ini sebisa mungkin kami kalau ada duit, bapaknya beli sekaleng susu. Dibilang kebutuhan ya memang kebutuhan. Cuma kami masih ada kebutuhan untuk makan sehari-hari. Sedangkan satu kaleng saja 300 ribuan. Belum lagi abangnya Lydia, terkait vitamin otak. Dulu kadang beli eceran, sebelum habis mesti pinjam uang dulu dan sempat gali lubang tutup lubang,” tutur Sara.
Yehezkiel sendiri terlahir sehat, sedikit hiperaktif, dan sempat sekolah hingga kelas 2 sekolah dasar (SD). Namun di usia delapan tahun yakni tahun 2019, tiba-tiba pembuluh darahnya pecah. Yehezkiel mengeluh pusing, yang kemudian mengalami stroke separuh badan.
Dukungan Moril
Tak hanya bantuan dari segi materil, para relawan Tzu Chi di Bekasi juga sangat peduli. Denasari misalnya, cukup sering berkomunikasi lewat Whatsapp maupun telepon untuk menanyakan perkembangan anak-anak Sara.
“Waktu yang tahun lalu, saya anjurkan ke Bu Sara, ‘Bu dua anak ini sebaiknya disekolahkan, di SLB. Maaf ya Bu ini kan dua anak istimewa, ibu nanti kalau ada masalah, siapa yang jagain? Sekolahkan’. Dia tanya, Yayasan bisa bantu tidak? Bisa nanti tambah lagi lah dengan sekolah, dia cari-cari sekolah SLB tidak ketemu yang dekat sini, akhirnya diputuskan sekolah yang dekat rumah saja yang tidak SLB, ya silahkan saja,” cerita Denasari.
Sejak tahun ajaran baru ini, Sara pun memasukkan Lydia ke sekolah biasa, satu sekolah dengan adiknya, Joseph yang kelas 1 SD. Sementara Lydia meski sudah berusia delapan tahun namun karena istimewanya itu, ia masih di TK B.
Bagi Sara, kekuatannya tak lepas karena dukungan dari keluarga terutama suami, saudara, dan orang tuanya, dan juga para relawan Tzu Chi. Saat relawan mengunjunginya, suami Sara tengah bekerja sebagai kurir perusahaan ekspedisi untuk barang-barang berukuran besar.
Terakhir para relawan berjumpa dengan Lydia, yakni setahun yang lalu, Lydia sangat pendiam. Tapi sekarang aktifnya luar biasa, sehat dan sudah bisa bercerita meski beberapa kata tak begitu jelas pengucapannya. Ini berkat sekolah yang sudah dijalaninya. Pihak sekolah juga mendukung Lydia dengan menggratiskan segala biaya untuk Lydia.
Terkait dengan sosok Sara, Denasari mengacungkan jempol. “Inilah seorang ibu yang baik, yang penuh perhatian, dia menerima dua mustika yang dia rawat dengan baik. Kalau kami tanya, enggak ada rasa sedih, enggak ada rasa mengeluh. Inilah hebatnya. Kan ada orang yang, ‘iya Bu anak saya begini-begini’, ini enggak. Dia hadapi dengan tabah,” kata Denasari kagum.
Suhartina dan Ambar Puspitawati, yang terbilang baru menjadi relawan Tzu Chi hari itu pun berkesempatan mengikuti kunjungan kasih yang dikoordinir Denasari. Keduanya mendapatkan inspirasi dari Sara terutama bagaimana Sara berprinsip bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dirawat dengan sepenuh hati.
“Selama ini kan yang sering saya lihat bahwa walaupun punya anak berkebutuhan khusus itu kadang mereka sembunyikan. Tapi saya lihat di sini mamanya Lydia, sangat hebat. Dia support anaknya,” kata Suhartina.
“Lydia turut menginspirasi saya bahwa keterbatasan mental, keterbatasan fisik tidak menyurutkan kita untuk lebih dan selalu berkarya. Buktinya dia dengan berjoget-joget, dengan menyanyi, itu sudah menginspirasi. Itu untuk anaknya, nah untuk orang tuanya, bahwa anak yang dititipkan pada kita dengan keterbatasan itu tidak pernah menyurutkan kita sebagai orang tua, untuk menjadi garda terdepan bagi anaknya,” Sambung Ambar.
Editor: Hadi Pranoto