Perhatian untuk Ari

Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Lo Wahyuni (He Qi Utara)

Kunjungan ini memberikan Ari (12) penghiburan dan semangat dalam menjalani pengobatan yang masih berlangsung.

Penyakit memang tidak pernah pandang bulu –siapa saja bisa terserang penyakit. Bahkan, ancaman terserang penyakit sudah menghantui sejak hari kelahiran insan manusia ke dunia ini. Adalah Muhammad Ari, seorang anak berusia 12 tahun yang tinggal di kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Sejak lahir, Ari, sapaan akrabnya, telah menderita kelainan genetik yang menyebabkan dirinya sulit mempelajari segala sesuatu.

Tak hanya itu, anak bungsu dari enam bersaudara ini juga menderita kelainan tulang belakang.  Menurut ibu Ari, Lisma, kelainan tulang belakang ini bermula pada pertengahan bulan Juli 2012 saat dirinya  menemukan benjolan di punggung Ari. Keinginan untuk memeriksakan  benjolan tersebut diurungkan ketika suaminya terserang penyakit stroke. Biaya pengobatan yang telah dikumpulkan digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.

Keterlambatan pengobatan yang dialami Ari menyebakan benjolan di punggungnya semakin membesar. Benjolan ini juga memaksa tubuh Ari menjadi bungkuk. Hingga pada tahun 2013, Ari dibawa ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk memeriksakan benjolan itu. Dokter yang memeriksa Ari, mendiagnosisnya terserang Tuberculosis Tulang Belakang. Penyakit ini menyebabkan aliran darah ke tulang tersumbat sehingga tulang menjadi keropos. Cara pengobatan yaitu operasi juga tidak dimungkinkan karena bobot Ari yang tidak mencapai syarat minimum yaitu 25 Kg.

Pada hari Minggu, 11 Januari 2015, delapan relawan Tzu Chi mengunjungi rumah Ari. Kunjungan ini ditujukan untuk memberikan dorongan semangat dan penghiburan kepada Ari dan keluarga. Seketika melihat Ari, para relawan Tzu Chi langsung menyapa: “Selamat pagi.” Meski begitu, Ari belum merespon. Saat relawan Tzu Chi memperagakan isyarat tangan-lah, Ari mulai bereaksi. Matanya mulai berkaca – kaca, terharu. Memang, rumah Ari yang berada di dekat tempat pembuangan sampah ini jarang mendapatkan kunjungan sehingga ketika relawan Tzu Chi mengunjungi Ari, dirinya menjadi tersentuh. Selain memberikan penghiburan, relawan Tzu Chi juga memberikan bantuan susu formula. Ari diketahui memiliki kesulitan untuk makan dan hanya bisa mengonsumsi susu formula.

“Terima kasih ya sudah membantu Ari, Kalau boleh, tolong  diberikan juga vitamin untuk menambah nafsu makan Ari,” pinta Lisma ketika relawan Tzu Chi memberikan susu formula.

Lisma memang hanya bisa tegar menghadapi cobaan yang dialami diri dan keluarganya. Selain penyakit, dirinya harus bergulat dengan himpitan ekonomi yang dialaminya. Sulit dibayangkan, rumah berukuran 4 X 8 M ditinggalinya bersama 3 keluarga lain yang kalau ditotal berjumlah 30 orang. “Waktu hujan besar, rumah ini banjir dan kita semua mengungsi dekat rel kereta api,” tutur  Lisma. Demi kebutuhan sehari – hari, Lisma mengandalkan dua anaknya yang telah bekerja. Sedangkan untuk keperluan biaya pengobatan, Lisma mengandalkan bantuan pemerintah. Meski begitu, seringkali Lisma harus menghela nafas kala biaya lain yang harus dikeluarkannya. Misalnya saja untuk tranportasi menuju RSCM yang memakan biaya Rp 70.000,- untuk sekali jalan.

Kunjungan dari relawan Tzu Chi ini menorehkan kesan mendalam bagi Ari dan Lisma. Sebelum pulang relawan Tzu Chi menyanyikan lagu yang berjudul Dua Mata Saya sambil bertepuk tangan. Ari juga dengan senang hati ikut bertepuk tangan. Saat para relawan Tzu Chi pamit, Ari menangis, tak rela ditinggal.

Cindy (kiri) mengaku menjadi lebih menyadari bahwa masih ada yang hidupnya dalam kesulitan setelah kunjungan kali ini.

Terinspirasi dari kunjungan kasih

Cindy, salah satu relawan yang ikut dalam kunjungan ini merasa sangat tersentuh. Cindy yang juga adalah seorang mahasiswi ini mengaku bahwa kunjungan ini merupakan kunjungan yang pertama kali dilakukannya.

“Saya  terharu dengan Ari yang masih muda sudah sakit seperti itu. Ternyata  kesehatan adalah harta paling berharga dan kita harus selalu menjaga kesehatan  dengan baik.  Bila selalu melihat ke atas, orang orang yang hidupnya kaya, kadang kita merasa tidak puas. Dengan kunjungan kasih Tzu chi, membuat saya melihat bahwa masih banyak orang yang hidupnya kekurangan, sehingga saya harus selalu bersyukur atas apa yang telah saya miliki,” tutur gadis berusia 21 tahun itu. 

Hal yang sama dirasakan Budiarto. Kunjungan ini membuka mata pria yang bekerja sebagai karyawan swasta ini bahwa ada orang – orang yang membutuhkan bantuan.  “Gan en atas kesempatan merasakan pengalaman langsung bertemu dengan Ari dan keluarganya. Ketabahan yang tinggi dari Ibu Ari menerima cobaan berat memberikan pelajaran penting,” pungkasnya. Ke depan, Budiarto berharap dapat lebih banyak memberikan waktu dalam kegiatan Tzu Chi.


Artikel Terkait

Ketegaran Menghadapi Ujian Kehidupan

Ketegaran Menghadapi Ujian Kehidupan

24 Juli 2019

Susanti, seorang pejuang penyakit autoimun (penyakit lupus) selama 14 tahun. Pada tahun 2019, dokter mendeteksi adanya tumor otak yang beresiko menyebabkan kebutaan bila tidak segera dioperasi. Sempat putus asa dan pasrah, semangat Susanti akhirnya bisa tumbuh berkat dukungan, bantuan, doa, dan pendampingan dari keluarga dan relawan Tzu Chi.

Bahagia Dalam Perhatian

Bahagia Dalam Perhatian

06 Februari 2015 Bagi oma opa, berkumpul dengan relawan merupakan kebahagiaan bagai berkumpul kembali dalam satu keluarga besar. Mereka berharap bisa berkumpul kembali dengan lebih banyak relawan pada kunjungan berikutnya.
Menyadari Berkah Melalui Kunjungan Kasih

Menyadari Berkah Melalui Kunjungan Kasih

09 Desember 2016

Setiap tiga bulan sekali, Tzu Chi Pekanbaru melakukan kunjungan kasih sekaligus pembagian bantuan ke rumah penerima bantuan atau Gan En Hu. Kunjungan kasih kali ini, Minggu, 4 Desember 2016,  relawan mengawalinya dengan berkumpul di aula untuk mendengarkan Ceramah Master Cheng Yen dan pengarahan budaya humanis.

Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -