Perhatian untuk Kakek Murdi dan Nenek Tuminem

Jurnalis : Fithria Calliandra (Tzu Chi Cabang SinarMas), Fotografer : Rel. Dharma Wanita Xie Li Indragiri

Anggia Erin Novita berpamitan dengan mencium tangan Mbah Murdi dan Mbah Tuminen, terlihat ketulusan dan sopan santun para relawan. Wajah bahagia pun terpancar dari Mbah Murdi juga Mbah Tuminem seusai kunjungan dari relawan.

“Jika menemui kondisi kurang baik dalam kehidupan, sebaiknya diterima dengan perasaan sukacita sebab setiap orang tentu memiliki jalinan jodoh baik yang membawa berkah.”
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)

Rumah panggung yang terbuat dari papan sangat sederhana itu tampak usang digerus waktu. Di teras depannya terdapat papan kayu sebagai pijakan kaki yang telah keropos. Begitu juga dengan pintu yang tripleksnya sudah mulai mengelupas. Tidak ada barang berharga di dalam rumah ini. Hanya ada satu radio lawas, sebuah kasur yang telah usang, sebilah karpet plastik, dan peralatan dapur seadanya. Di sinilah tinggal pasangan Subardi (70) dan Tuminem (63). Subardi biasa dipanggil Mbah Murdi. Ia berasal dari Wonosari, Bantul, Yogyakarta. Sejak tahun 1977 ia tinggal di desa ini mengikuti program transmigrasi umum yang diadakan oleh pemerintah.

Pada saat muda, Mbah Murdi bekerja sebagai penebas rumput saat pembukaan lahan untuk keperluan persawahan, perkebunan, dan lainnya. Pada tahun 1996, keluarga Mbah Murdi kembali mengikuti program transmigrasi lokal di perkebunan kelapa Hibrida GHS 2, Teluk Belengkong, Indragiri Hilir, Riau. Mbah Murdi dan istri memiliki 4 orang anak. Anak laki-laki pertamanya sempat mengikuti pendidikan pesantren di Yogyakarta, namun meninggal dunia saat berusia 20 tahun karena sakit. Anak laki-laki keduanya bernama Muhammad Muhaimin (37) mengikuti pendidikan pesantren hingga lulus di Pulau Jawa. Sementara anak ketiga dan keempatnya juga telah meninggal dunia sewaktu masih kecil karena menderita sakit.

Muhaimin sedang memijat kaki Mbah Murdi yang terkena stroke dengan minyak herbal, ditemani Mbah Tuminem yang setia mendampingi suaminya.

Anak kulo namung setunggal bu, sing tigo sampun mboten enten. Sing mbajeng sanjange sakit neng kulo mboten ngertos sakit nopo, sekolah teng pesantren Yogya. Sing alit ujug-ujug demam tinggi njuk nangis. Mas Muh niki anak sematang wayang kulo, nek putu enten tigo sehat sedanten (Anak saya tinggal satu Bu, yang tiga sudah meninggal semua. Yang pertama katanya sakit tapi saya tidak tahu sakit apa, sekolah di pesantren di Yogya. Yang paling kecil tiba-tiba deman tinggi dan menangis. M. Muh ini anak semata wayang. Kalau cucu ada tiga-red),” terang Mbah Tuminem.

Mbah Murdi sudah lama memiliki penyakit darah tinggi, namun karena sejak muda hingga usia 67 tahun masih bekerja maka sakit yang diderita tidak dirasakannya. Pola makan yang tidak dijaga pun semakin menaikkan tekanan darah tingginya sehingga pada tahun 2021 (1 Februari tepatnya), Mbah Murdi mengalami stroke. Setelah itu ia tidak dapat melakukan aktivitas apa-apa. Kesehariannya hanya dihabiskan dengan berbaring di tempat tidur. Untuk berbicara pun tidak bisa, ditambah dengan ingatan yang berangsur-angsur semakin berkurang.

“Dua tahun lalu bapak tiba-tiba ambruk, saraf-sarafnya tidak bisa berfungsi secara normal. Dari anggota badan separuhnya yang bagian kanan seperti tangan kanan, kaki kanan, mata kanan tidak bisa berfungsi dan untuk berbicara pun tidak bisa. Lebih parahnya lagi sampai hilang ingatan. Jangankan menyebut angka 1 sampai 100, 1 sampai 5 pun bapak tidak bisa. Jangan kan menyebutkan bulan, nama-nama hari saja lupa bahkan nama anaknya saja lupa,” cerita Muhaimin menjelaskan kondisi bapaknya.

Muhaimin mengajarkan mengaji dan hafalan surat-surat Al  Quran kepada anak- anak di desanya. Terlihat beberapa anak sangat senang belajar bersama Ustadz Muhamimin.

Mbah Tuminem dan Muhaimin bersama merawat Mbah Murdi dengan tulus. Mulai dari mengganti pakaian, mandi, makan, minum dan juga berwudhu untuk salat. Jika ingin mandi Mbah Murdi duduk, bergeser secara perlahan, dan kemudian Mbah Tuminem membantu membuka baju dan membersihkan badannya. Selesai memasak Mbah Tuminem kemudian menyuapi Mbah Murdi. Jika ada sesuatu yang dirasa kurang pas, tak jarang Mbah Murdi teriak-teriak seperti memarahi istrinya. Dengan penuh kesabaran dan pengertian Mbah Tuminem tetap setia melayani segala keperluan suaminya dan tidak pernah mengeluh.

Sejak sakit stroke emosi Mbah Murdi naik-turun. Hal ini mungkin dikarenakan kesulitannya dalam berbicara dengan jelas sehingga maksud hati tidak tersampaikan. “Bibar sakit mbah kakung njeh ngoten bu, mboten sabaran nek bade tumindak nopo mawon (Setelah sakit Mbah Kakung ya seperti itu, tidak sabar kalau mau bertindak apapun - red),”  ujar Mbah Tuminem. Sangat terlihat karakternya yang pendiam, lembut, sabar, tulus, dan ikhlas dalam mendampingi suaminya. Jika ingin melukakan ibadah salat, Muhaiminlah yang membantu berwudhu dengan cara mengangkat Mbah Murdi untuk duduk dibangku. Muhaimin juga setiap hari rutin melakukan terapi, mengurut tangan, kaki kanan serta jari-jari kaki kanan Mbah Murdi dengan minyak herbal.
 
Para relawan sedang berbincang-bincang dengan keluarga Mbah Murdi serta Trubus Suprianto selaku ketua RT yang sengaja datang untuk bertemu para relawan.

“Waktu stroke bapak tidak dibawa ke dokter tetapi langsung terapi. Alhamdullillah setelah menjalani pengobatan herbal dan terapi di Tanjung Balai Karimun, Kepri (Kepulauan Riau) selama satu bulan di sana, saat ini sedikit demi sedikit berangsur pulih walaupun tidak semuanya terutama bicaranya dan ingatannya pulih kembali. Walaupun kami harus mencerna pembicaraan ketika mendengarkan, tetapi lama-lama sudah terbiasa, mulai paham yang bapak katakan dan inginkan,” ujar Muhaimin sembari memijat tangan dan kaki kanan Mbah Murdi dengan lembut. Setiap hari Muhaimin rutin mengurut kaki dan tangan Mbah Murdi dengan minyak herbal. Tak lama setelah diurut, kaki Mbah Murdi terlihat bergetar-getar tanda mulai ada kemajuan sensorik.

Muhammad Muhaimin tinggal persis disamping rumah kedua orang tuanya. Akan tetapi kedua orang tuanya memilih tinggal dirumahnya sendiri karena tidak tahan dingin dan lebih nyaman dirumah panggung. Bangunan rumah Muhaimin sudah permanen dan baru saja selesai dibangun. Didalam rumah masih terlihat kosong, tidak ada kursi, meja atau barang berharga lainnya. Hanya tikar plastik terbentang di ruang tamu dan ruang tengah. Perkerjaanya tidak menentu, sebagai buruh harian lepas. Biasa ia melayani orang yang membutuhkan jasanya seperti mencangkul, menebas rumput, membersihkan kebun atau memanen buah.

Foto bersama di dalam rumah antara relawan, keluarga Mbah Murdi dan ketua RT.

Muhaimin dari kecil sudah mengenyam pendidikan di pesantren. Pendidikan pertama 3 tahun di pesantren Cirebon, Jawa Barat kemudian melanjutkan selama 6 tahun di pesantren Banyuwangi, Jawa Timur. Tidak heran pribadinya sangat sederhana namun bersahaja, sikapnya sangat santun, ramah, dan berwibawa serta tutur katanya yang mencerminkan pendidikannya. Setiap sore setelah selesai bekerja, Muhaimin mengajarkan anak-anak mengaji dan menghafal surat-surat Al Quran di rumahnya. Banyak anak di desa ini yang menjadi muridnya. Tak kurang ada 25 anak muridnya. Selain itu Muhaimin juga menjadi pengurus Masjid Munawwaroh di Desa Suka Mandiri dan aktif membantu jika ada kegiatan desa sehingga Muhaimin menjadi salah satu tokoh terkemuka di desanya.

Seperti Keluarga Sendiri
Setelah mendengar cerita keluarga Mbah Murdi, relawan Dharma Wanita Xie Li Indragiri melakukan kunjungan kasih. Dalam kesempatan kali ini relawan memberikan bantuan berupa kasur busa, kaos kaki, obat nyamuk bakar, sabun mandi, dan paket sembako. Setelah Jovi Harefa memberikan bantuan, Agustina Melisa membantu Mbah Murdi memakai kaos kaki baru secara perlahan-lahan. Terlihat ketulusan hati relawan memperlakukan Mbah Murdi seperti ayahnya sendiri.

Jovi Harefa sedang memberikan bantuan sembako kepada Muhaimin, mewakili kedua orang tuanya, Mbah Murdi dan Mbah Tuminem.

Agustina Melisa memasangkan kaos kaki baru ke kaki Mbah Murdi, terlihat ketulusan dan kebahagiaan terpancar dari keduanya.

Maturnuwun, iki anyar, enak, dadi anget tenan. Kaos kaki simbah akeh sing wis kendor (Terima kasih, ini baru enak, jadi hangat. Kaos kakiku banyak yang sudah kendor),” ucap Mbah Mardi dengan kata-kata yang kurang jelas tetapi terlihat jelas wajah bahagianya.

“Pertama kali datang rasanya tersentuh melihat kesabaran Mbah Tuminem merawat suaminya. Terus saya lihat kasurnya cuma ada satu dan Mbah Tuminem rela tidur di karpet plastik, padahal ini kan keras apa bisa tidur nyenyak. Sabar kalilah Mbah Putri ini. Nanti kasur yang lama bisa dipakai Mbah Putri ya,” kata Elly Damanik dengan raut wajah terharu sambil mengelus punggung Mbah Tuminem.

Maryani, Darmawati Sembiring dan Sylfia Renata sedang membuka kasur baru.

Relawan lalu membantu menyiapkan kasur baru, dari membuka kasur, memasang sprei, melipat pakaian yang berserakan dan merapikan barang-barang disekitar kasur. Relawan memberikan kasur single karena keterbatasan tempat di rumah Mbah Murdi. “Sangat senang melihat wajah Mbah Kakung dan Mbah Putri saat menerima bantuan. Walaupun hidupnya sangat sederhana tetapi keduanya tidak pernah mengeluh dan tetap harmonis hingga tua. Semoga Mbah Kakung dan Mbah Putri selalu diberikan kesehatan,” ujar Sylfia Renawati yang baru kali pertama ini mengikuti kegiatan kunjungan kasih.

“Syukur alhamdulillah hari ini bapak dan ibu saya mendapatkan bantuan dari Yayasan (Tzu Chi), relawannya sangat ramah dan penuh perhatian. Atas nama keluarga, saya ucapkan terima kasih banyak kepada relawan yang telah sudi berkunjung ke rumah bapak. Semoga jalinan silahturahmi ini akan terus terjalin,” ujar Muhaimin terharu.

Anggia Erin Novita dan Elly Damanik sedang merapikan pakaian dan barang barang yang ada di atas kasur lama yang sudah usang.

“Saya selaku Ketua RT juga mengucapkan terima kasih atas perhatian relawan yang juga telah memberikan bantuan untuk keluarga Mbah Murdi yang memang layak dibantu. Baru kali ini salah satu warga desa kami mendapat bantuan seperti ini. Semoga ke depannya akan semakin banyak kegiatan seperti ini karena sangat membantu bagi keluarga yang membutuhkan seperti keluarga Mbah Murdi,” sambung Trubus Suprianto yang sengaja datang setelah mengetahui kegiatan para relawan di desanya.

Elly Damanik dan Darmawati Sembiring sedang memakaikan sprei ke kasur yang baru.

“Kami pamit njih Mbah, semoga bantuan ini bermanfaat bagi keluarga Simbah. Mbah Kakung (juga) harus bisa kontrol emosi, kasihan Mbah Putri, kan sayang tho sama Mbah Putri,” gurau Elly Damanik sambil tertawa. ”Yo sayangggg. . .,“ jawab Mbah Murdi ikut tertawa sambil memegang pundak Mbah Tuminem. Wajah senang dan bahagia terpancar dari kedua pasangan ini ketika relawan berpamitan.

 
Relawan mengabadikan momen ketika mengunjungi keluarga Mbah Murdi.

Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik oleh relawan dari kunjungan kasih ke rumah keluarga Mbah Murdi. Salah satunya tentang pengabdian tulus dari seorang istri yang sabar dan setia merawat suaminya yang sakit. Juga tentang perjuangan seorang anak yang setiap hari berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun kondisi hidupnya sangatlah sederhana. Relawan sangat bersyukur dengan jalinan jodoh Tzu Chi yang membawa berkah mengantarkan kepada keluarga Mbah Murdi dan semakin istimewa karena bertemu juga dengan sosok seorang ustadz yang mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dan berbakti kepada kedua orang tua. Sesuai dengan Kata Perenungan Master Cheng Yen: “Berbakti kepada orangtua hendaknya dilakukan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari.”

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Berbagi Pengalaman, Berbagi Keceriaan

Berbagi Pengalaman, Berbagi Keceriaan

10 Agustus 2015

Sebanyak 19 muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) Taiwan tiba di Indonesia pada Jumat, 7 Agustus 2015. Di Indonesia, para Tzu Ching ini berbagi pengalaman dengan Tzu Ching Indonesia, sekaligus mengenal budaya dan melihat jejak Misi Pendidikan Tzu Chi di Indonesia.

Berbagi Kasih di Bulan Penuh Berkah

Berbagi Kasih di Bulan Penuh Berkah

25 Agustus 2016

Minggu, 21 Agustus 2016 relawan Tzu Chi He Qi Utara 1 melakukan kunjungan kasih ke Panti Asuhan Kasih Mulia Sejati yang berlokasi di Jl. Pakis Raya Blok H6 No.11 Bojong Indah, Jakarta Barat.

Kunjungan Kasih Tzu Ching

Kunjungan Kasih Tzu Ching

23 Agustus 2010 Pada tanggal 15 Agustus, Jhonny Chang, yang merupakan relawan Tzu Chi dalam misi Kesehatan, menerangkan kegiatan yang akan dilakukan para Tzu Ching hari itu, dimulai sejak jam 2 siang sampai jam 4.
Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -