Tasya Laura Apriliawati (18) hidup mandiri di sebuah kamar kontrakan kecil seorang diri. Tasya saat ini bersekolah di SMK Puja Bangsa, Cikarang kelas 10. Ia dibesarkan oleh sang kakak Dewi (30) yang saat ini bekerja di Jakarta, Tasya sudah terbiasa hidup mandiri di rumah kontrakan karena kedua orang tuanya meninggal sewaktu ia kecil.
Setiap hari, Tasya berangkat sekolah pukul 05.30 dan tiba di sekolah 06.30 WIB dengan berjalan kaki. Tasya selalu merindukan kasih sayang kedua orang tuanya meskipun kini tidak dia dapatkan kembali. Tasya tak pernah makan bersama lagi ketika papanya masih ada. Ketika Tasya rindu, ia selalu memandang foto papanya yang dia pajang di rumah kontrakannya.
Relawan Tzu Chi Cikarang, Sugianto sedang membantu membuka buku tulis dan peralatan sekolah lainnya yang diberikan untuk Tasya. Tasya saat ini duduk dibangku kelas 1 SMK Puja Bangsa jurusan administrasi. Biaya sekolah Tasya ditanggung oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Tasya pun menceritakan kenapa ia hidup mandiri. Pada tahun 2012, mamanya, Listiowati meninggal karena sakit ketika Tasya berusia 8 tahun. Sedangkan papanya, Ali Susanto meninggal tahun 2018 ketika Tasya berusia 13 tahun. “Papa lagi memulung sampah terus ada air dari belakang (arus deras) langsung papa jatuh dan gak di temuin,” tutur Tasya.
Dua hari kemudian jasad Ali Susanto di temukan dalam keadaan sudah meninggal di pintu air Kali Cibeel. Raut wajah Tasya langsung sedih menceritakan musibah yang menimpa papanya.
Ketua Tzu Chi Cikarang, Veriyanto membawakan dispenser air untuk Tasya. Beberapa waktu lalu Tasya memerlukan air panas. Selain itu Veriyanto juga membawakan minuman instan untuk keperluan di kontrakan.
Saat ini Tasya hanya ingin mengejar cita-citanya hingga sampai perguruan tinggi. “Lulus SMK mau kuliah di Binus,” ucap Tasya. Ia pun mempunyai mimpi untuk membuat bangga ketiga orang kakaknya yang kini membesarkannya. Menjadi yatim piatu sejak umur 13 tahun, tentunya bukan keinginan Tasya. Namun, dia harus menerima keadaan sebagai sebuah perjalanan hidup dari Tuhan. Sejak SMP Tasya sudah terbiasa hidup tanpa kehadiran kedua orang tua.
Tasya bertekad untuk terus belajar hingga bisa membanggakan Dewi, kakak tertuanya dan Veriyanto relawan Tzu Chi Cikarang yang sejak 2017 selalu mendampingi keluarga Tasya. Ia pun bersyukur ada relawan Tzu Chi yang mendampingi hingga kini. Tasya juga bertekad mau memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. “Saya mau memperbaiki ekonomi keluarga, belajar lebih giat, mau kuliah,” ucap Tasya.
Pendampingan Relawan Tzu Chi Cikarang
Tasya mengucapkan banyak terima kasih kepada relawan Tzu Chi Cikarang yang selama ini selalu mendampingi dan membantu kebutuhan hidupnya.
Ketua Relawan Tzu Chi Cikarang, Veriyanto bersama dua relawan yang pada 23 Juni 2022 berkesempatan mengunjungi rumah kontarakan Tasya menuturkan jalinan jodoh dengan keluarga Ali Susanto. Saat itu pada tahun 2017, Ali Susanto mengajukan bantuan biaya hidup ke Tzu Chi.
Ali Susanto sendiri bekerja sebagai pemulung dan hasilnya untuk menafkahi empat orang anak. ”Disinilah kesulitan dia (Ali) sangat besar, terutama biaya sekolah dan biaya hidup sehari-hari. Pak Ali ini kenal dengan relawan Tzu Chi Cikarang Iwan Sanjaya. Ali awalnya mengajukan kepada Iwan Sanjaya ini,” ungkap Veriyanto.
Pengajuan bantuan hidup Ali Susanto kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia ini di respons cepat oleh Veriyanto (Ketua Tzu Chi Cikarang) dengan mendatangi rumah kontrakan di wilayah Jagawana, Cikarang.
Pada kunjungan kali ini relawan Tzu Chi Cikarang membawakan sembako dan beras untuk kebutuhan sehari-hari Tasya.
Pada saat itu Ali sangat sehat dan masih memulung barang-barang yang bisa dijual kembali. Dari empat orang anak Ali ini ada satu orang anak Toni Gautama (27) yang mengalami gangguan jiwa. “Kalau sedang datang sakitnya Toni mendadak marah-marah gak jelas,” ungkap Veriyanto.
Di tahun 2017 tersebut, Ali susanto menerima bantuan biaya hidup dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia melalui relawan Tzu Chi Cikarang. “Satu tahun bantuan berjalan, Ali meninggal dunia saat memulung di Kali Cibeel. Ia terbawa arus hingga ditemukan dua hari kemudian dalam keadaan sudah meninggal dunia,”cerita Veriyanto.
Dari peristiwa wafatnya Ali Susanto, keluarga ini sangat terpukul karena Ali adalah tulang punggung keluarga bagi keempat orang anaknya. Saat itu Tasya baru berumur 13 tahun dan baru masuk kelas 1 SMP. Relawan Tzu Chi juga membantu mengurus Tasya agar biaya sekolahnya bisa diringankan.
Tzu Chi tidak hanya memberikan bantuan biaya hidup saja, namun relawan selalu mendampingi kelurga Ali Susanto walaupun Ali sudah wafat. “Bantuan biaya hidup tiap bulan dan relawan selalu mendampingi secara psikologis Tasya,” kata Veriyanto.
Relawan Tzu Chi Cikarang berfoto bersama dengan Tasya di akhir kunjungannya. Relawan Tzu Chi berharap Tasya untuk lebih semangat lagi dalam menuntut ilmu agar nantinya bisa hidup mandiri dan membantu keluarganya.
Sepeninggal Ali Susanto, Dewi anak sulung Ali berjualan minuman ringan. Tetapi sekarang Dewi sudah tidak jualan minuman lagi karena sudah mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Hari itu, kedatangan relawan Tzu Chi Cikarang ke rumah kontrakan Tasya ini selain untuk melihat kondisinya juga membawakan bingkisan. Paket sembako, buku tulis, dan satu dispenser air kemudian diberikan kepada Tasya untuk memenuhi kebutuhan di rumah kontrakan.
“Kami relawan Tzu Chi Cikarang datang kunjungan kasih ke Tasya sebagai anak penerima bantuan biaya hidup,” tegas Veriyanto. Relawan Tzu Chi sangat bersyukur dari waktu ke waktu kondisi Tasya sudah tidak murung lagi. “Dulu itu Tasya sangat pendiam sangat jarang berbicara, kalau hari ini sangat jauh sekali perubahannya, sekarang Tasya banyak bicara, terlihat lebih bersemangat,” ungkap Veriyanto menceritakan perkembangan Tasya.
Veriyanto juga berharap Tasya kelak bisa menjadi siswa yang berprestasi dan tumbuh menjadi anak yang bersemangat. “Jangan sekali-kali kamu (Tasya) meremehkan potensi yang ada pada diri kamu, kamu harus terus semangat untuk belajar,” ujar Veriyanto kepada Tasya dalam kunjungan kasih ini.
Editor: Arimami Suryo A.