Perjalanan ke Kampung Halaman Batin
Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana SantySekitar 1.300 Tzu Ching yang berasal dari Taiwan dan 12 negara lainnya sedang memperagakan isyarat tangan "Da Chan Hui" (Pertobatan) pada Hari Tzu Ching Sedunia yang jatuh pada tanggal 23-25 Desember 2011. |
| ||
Setelah tiba di sana, relawan lainnya pun menyambut kehadiran kami, dan di waktu yang hampir menunjukkan pukul 11, para relawan tersebut masih menyiapkan makan malam yang hangat untuk kami. Walaupun sedang dalam musim dingin dan berada di negara lain namun kami merasakan hangatnya rasa kekeluargaan yang mereka berikan. Keesokkan paginya, kami pun bersiap-siap untuk berangkat menuju Hualien, tempat diadakannya camp tersebut, dengan rombongan dari negara lainnya. Selama kurang lebih 3 jam di dalam kereta api, banyak pemandangan indah yang kami lewati, terutama setelah mendekati “kampung halaman batin”, Hualien, kereta berjalan melintas di tengah dua keindahan alam, kami melihat pantai dan laut yang bersih di sisi kiri dan pegunungan di sisi kanan kami. Setibanya di stasiun akhir Hualien, kami berjalan kaki menuju Aula Jing Si Hualien. Hanya sekitar 15 menit berjalan kami pun tiba. Keindahan gedung-gedung Tzu Chi yang biasa hanya dapat saya lihat di buku, majalah, dan televisi, saat itu menjadi pemandangan yang nyata. Walaupun baru pertama kali ke sana, saya merasa tempat itu bukan tempat yang asing, tempat yang sudah terasa akrab dalam diri saya. Setelah tiba dan menaruh barang masing-masing, kami pun berpencar ke dalam kelompok-kelompok kecil yang telah ditentukan dan bergabung dengan berbagai peserta dari berbagai negara. Saat itu terdapat sekitar 250 Tzu Ching yang berasal dari 13 negara seperti Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Inggris, dan beberapa negara lainnya. Tzu Ching Camp Internasional ini dibagi menjadi dua sesi besar, yaitu Hari Tzu Ching Sedunia yang jatuh pada tanggal 23-25 Desember dan pelatihan pengurus kader Tzu Ching luar negeri pada tanggal 25-29 Desember 2011 dengan tema yang menitikberatkan pada vegetarian dan Kitab Syair Pertobatan Air Samadhi. Pada tanggal 23 Desember 2011, jumlah Tzu Ching yang hadir bertambah drastis karena kehadiran seribu orang Tzu Ching yang berasal dari Taiwan sehingga total peserta hampir mencapai 1.300 orang. Mereka juga ikut hadir dalam rangka memperingati Hari Tzu Ching Sedunia. Acara 3 hari 2 malam itu diisi dengan pelatihan semangat dan filosofi Tzu Chi, pementasan Syair Pertobatan Air Samadhi, serta laporan kerja dari berbagai negara. Setiap perwakilan negara yang hadir berbagi kisah mengenai kegiatan yang telah mereka lakukan, beberapa perwakilan dari Indonesia pun berbagi kegiatan yang telah dilakukan selama satu tahun ini. Kembali ke Griya Perenungan
Keterangan :
Tanggal 27 Desember 2011 adalah salah satu hari yang ditunggu-tunggu. Pada pagi harinya kami di Visudhi yang menyatakan bahwa kami berguru kepada Buddha, Dharma, dan Sangha. Setelah itu kami berangkat menuju griya perenungan, tempat asal mula Tzu Chi. Setibanya di sana, kami pun dibagi dalam kelompok besar untuk berkeliling sekitar area griya perenungan. Saat itu yang menjadi tour guide adalah seorang Shifu (biksuni). Shifu itu tampak masih muda, sangat ramah dan penuh senyum. Ternyata dahulu Shifu itu adalah alumni Tzu Ching. Saat sedang menempuh kuliah post graduatenya di luar negeri, ia memutuskan untuk berhenti dan tinggal di Hualien menjadi seorang biksuni. Saat sedang membawa kami berkeliling, ia tiba-tiba bertanya, “Siapa yang sudah vegetarian?” Tak banyak yang mengangkat tangan. Lalu ia pun berkata lagi, saat itu ia berkata dengan sangat lembut dan sangat menyentuh. Ia bercerita tentang Shigong Shangren (Master Cheng Yen). Pernah suatu saat Shigong tidak keluar ceramah pagi karena sakit dan semua khawatir karena itu tidak biasa terjadi. Umur Shigong sudah berkepala 7, setiap hari ia masih bekerja keras, dan beliau adalah guru kita. Ia bertanya lagi, apa yang akan guru lakukan jika muridnya tak mendengar? Ia pun menjawab bahwa guru akan terus mengulang, mengulang, dan mengulang lagi. Saya berpikir jika kita menjadi seorang guru lalu terus mengulang dan murid mendengar tapi tak mau melakukan, bukankah itu melelahkan? Padahal itu hanya satu topik, tentang vegetarian, belum lagi mengenai hal lainnya. Entah berapa banyak hal yang harus diulang terus menerus. Shifu itu berbagi banyak cerita yang penuh dengan inspirasi kepada kami. Membantu Shifu Setelah itu kami membantu para Shifu melakukan aktivitas yang biasanya mereka lakukan. Saat itu kelompok saya mendapat tugas membersihkan rumput dan halaman jalan di sepanjang jalan menuju griya perenungan. Kelompok lainnya ada yang membersihkan kamar, kolam, dan lainnya. Saya tak menyangka ternyata di sana kita akan melakukan aktivitas bersih-bersih. Saat membersihkan rumput kami diberi contoh oleh Shifu bahwa membersihkan rumput harus hingga ke akar-akarnya. Walaupun hanya mencabut rumput tapi terasa cukup melelahkan, namun kami tetap bekerja dengan gembira bersama-sama.
Keterangan :
Bayangkan saja jika Shifu yang melakukan, mereka membersihkan dengan jumlah orang yang tak sebanyak saat kami membersihkan. Mereka bekerja dengan begitu tenang dan tak mengeluh, bahkan aktivitas mereka sehari-hari justru lebih keras daripada yang hanya kami lakukan, karena mereka memegang teguh prinsip “satu hari tidak bekerja, maka satu hari tidak makan”. Walaupun sempat turun gerimis, kami tetap bekerja karena kami senang dapat membantu meringankan sedikit pekerjaan para Shifu. Walaupun hanya mencabut rumput, dari situ kami belajar, membersihkan rumput sama seperti membersihkan diri sendiri, sifat buruk harus dikikis hingga ke akar agar tak tumbuh lagi. Berbagi Cerita Berbagi Hati Cerita yang penuh dengan kehangatan pun saya dapatkan saat sharing kelompok kecil ketika saat “break time” atau waktu istirahat. Biarpun mereka berasal dari negara yang berbeda, ada yang baru bergabung, ada yang sudah pernah mengikut camp ini dan ada yang baru pertama kali, namun setiap topik pembicaraan semuanya berkaitan dengan Tzu Chi dan Shigong Shangren. Mereka sangat antusias untuk mengetahui Tzu Chi lebih dalam lagi dan mereka berbagi inspirasi dari sharing-sharing relawan lainnya. Pada saat sharing kelompok saya berkata bahwa saya merasa sedih karena kita tidak dapat bertemu Shigong Shangren pada saat camp, karena saat itu beliau sedang berkeliling untuk pemberkahan akhir tahun di seluruh Taiwan, namun seorang teman berkata bahwa mungkin saat ini belum berjodoh dan itu berarti kamu harus kembali lagi tahun depan, dan seorang Shigu yang menjadi mentor kelompok berkata bahwa Shigong itu ada di dalam hati kita, jadi tak perlu sedih. Saat itu saya merasa Shigong ada di hati setiap orang, dan saat itu pun saya merasa Shigong kembali dekat lagi. Dari sharing kecil, kami pun saling berbagi untuk saling memberi dorongan semangat. Benar-benar pengalaman yang luar biasa dapat kembali ke kampung halaman batin. Tak hanya Tzu Ching dengan seragam biru muda yang hadir di sana, para alumni Tzu Ching yang telah berganti seragam hingga Shigu-Shibo semua hadir mendukung acara ini. Sangat terasa kuat kesatuan hati mereka dalam menyiapkan acara ini, mereka bekerja dengan sepenuh hati. Pastinya kegiatan tersebut menguras banyak tenaga panitia dan mereka pasti lelah, namun tak tampak lelah di raut wajah mereka, hanya terlihat senyuman dan semangat. Sungguh sangat beruntung bisa mengikuti camp ini. Semoga melalui camp pelatihan ini, benih-benih Bodhi muda dapat menyerap Dharma ke dalam hati dan mengamalkannya dalam tindakan nyata, bertekad dan berikrar menanamkan semangat Bodhisatwa, serta mewariskan ajaran Jing Si, serta menyebarkan mazhab Tzu Chi di setiap tempat di dunia. | |||