Perjalanan yang Penuh Kasih
Jurnalis : Rudi Santoso (He Qi Utara), Fotografer : Rudi Santoso (He Qi Utara)Para Mahasiswa/i menghibur Tan Le Nio dengan sebuah Lagu Isyarat Tangan saat melakukan kunjungan kasih. |
| ||
Setelah berjuang melawan penyakitnya, sang mama pun menyerah dan meninggal dunia. Kini ia hidup sebatang kara karena ayahnya telah meninggal tatkala ia berusia 20 tahun. Tak lama berselang sekitar tahun 2006 tetangga mengajukan permohonan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi kemudian Relawan melakukan survei. Setelah itu diputuskan untuk memberi bantuan biaya hidup untuk Tan Len Nio. “Benar apa yang Mama saya bilang mudah-mudahan ada yang mau membantu saya, ternyata doa Mama saya terkabul lewat uluran tangan Tzu Chi, saya juga sangat bahagia setiap kali relawan datang menjenguk saya. Semula saya merasa hidup saya sangat tidak berarti dan sendirian kini terobati dengan adanya relawan yang peduli pada saya” Ujar Tan Len Nio dengan penuh rasa haru. Walau hidup seorang diri dan menghadapi kesulitan, namun ia tetap bersemangat untuk menabung dalam sebuah celengan bambu agar bisa ikut membantu orang lain yang juga membutuhkan bantuan. Mendengar itu ke empat mahasiswa Universitas Tzu Chi Taiwan yang hari ini datang berkunjung bersama relawan Tzu Chi langsung terharu dan memberi semangat kepada Tan Len Nio untuk lebih tegar lagi dalam menjalani hidup ini karena sekarang ia sudah tidak hidup sendirian. kini sudah ada Tzu Chi yang peduli dan mau mengulurkan tangan kepadanya. Para mahasiswa yang berkunjung juga memberi hadiah berupa hiburan lagu isyarat tangan. Sambil melihat gerakan tangan mahasiswa Tan Len nio juga mengikuti gerakan mereka. Setelah bercengkrama, para mahasiswa Tzu Chi Taiwan pun berpamitan kepada Tan Len Nio. Lambaian tangan mahasiswa yang penuh senyum seakan telah membalut hati Tan Len Nio menjadi hangat dan bahagia. Bahagia karena ada yang peduli, bahagia karena ada yang memperhatikan dirinya.
Keterangan :
Semangat Herlianto “Semenjak mendapat bantuan Fisioterapi, otot-otot saya terasa tidak begitu kaku lagi. Tenaga juga semakin kuat, kini saya mulai bisa berjalan mengunakan tongkat,” ujar Herlianto penuh semangat. Herlianto menderita stroke pertama kali sekitar bulan Mei 2007, setelah berobat kemana berbagai tempat, akhirnya ia mulai bisa berjalan lagi walau tidak sesempurna dahulu. Semenjak saat itu ia sudah tidak bisa bekerja lagi. Sang istri harus mengantikan dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Ida harus membanting tulang dengan mencuci, menggosok, dan menjaga anak tetangga untuk menghidupi keluarganya. Saat kesehatan Herlianto semakin membaik, ujian kembali datang. Ketika bulan Juli 2010 ia kembali terkena serangan stroke. Serangan kedua ini sangat berat sehingga membuat ia tidak bisa bergerak. Untuk berobat ia pun sudah tidak memiliki biaya lagi. Jodoh baik terjalin, permohonan bantuan pengobatannya ke Tzu Chi disetujui. Setiap bulan Tzu Chi membantu biaya pengobatannya. Sedikit demi sedikit ada kemajuan dalam proses pengobatannya. Setiap bulan Tzu Chi membantu biaya ia berobat ke RS Atmajaya. Sedikit demi sedikit kemajuan terlihat dalam proses pengobatannya. Ia memiliki seorang putri tunggal yang bernama Lia (27) yang mengalami sakit Polio saat berusia 1 tahun yang akhirnya menyebabkan kelumpuhan. Mendengar penjelasan dari Herlianto para mahasiswa Tzu Chi Taiwan pun merasa sangat terharu dan berpesan kepada Herlianto untuk tetap tegar menjalani hidup ini. Walau dalam keadaan sakit namun harus tetap bersyukur karena masih memiliki sebuah keluarga.
Keterangan :
Mereka juga memberi semangat kepada Lia untuk terus belajar mengambar agar kelak dapat menjadi sebuah profesi. Bersama para Mahasiswa Lia bernyanyi bersama, mereka terlihat begitu akrab padahal mereka baru saja berkenalan beberapa menit yang lalu. Inilah nilai-nilai budaya Humanis Tzu Chi yang telah meresap ke dalam hati setiap insan Tzu Chi sehingga kemana saja mereka melangkah senantiasa akan membuat Gan En Hu merasa dekat bagaikan keluarga dan penuh tawa ceria. Belajar Merasakan dan Menghargai Berkah Setelah istirahat sejenak, para Mahasiswa yang berjumlah 15 orang dan seorang Guru yang di bagi menjadi 4 Kelompok ini melakukan sharing. Semua Mahasiswa mendapat giliran untuk sharing. Beberapa diantaranya tak kuasa menahan rasa haru akhirnya meneteskan airmata. Usai itu Lulu ShiJie berkata, “Misi Amal adalah akar daripada berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi, jadi kita harus benar-benar menjalankan Misi Amal dengan sepenuh hati. Dengan semakin sering melakukan survei dan kunjungan kasih, maka welas asih kita semakin terasah untuk lebih peduli dan menghargai kehidupan. Marilah kita lebih giat lagi untuk belajar bersama dalam mengarap ladang berkah ini.” Perjalan hari ini adalah perjalanan penuh cinta kasih. Untuk mencapai rumah Gan En Hu mereka harus menelusuri lorong-lorong sempit dan lembab, melalui jalan yang penuh puing tajam. Tempat yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Walau lelah namun senyum sukacita terpancar dari setiap wajah Mahasiswa maupun relawan yang mendampingi mereka. Rasa syukur yang selama ini sudah ada akan tumbuh semakin kuat tatkala kita mengulang berkunjung ke tempat Gan En Hu. | |||
Artikel Terkait
Menyebarkan Semangat Cinta Lingkungan
13 Januari 2022Relawan Tzu Chi Medan menjalin cinta kasih kepada murid sekolah SMU Wiyata Dharma Medan dengan mensosialisasikan pelestarian lingkungan pada Sabtu, 8 Januari 2022.