Perjalanan yang Penuh Kasih

Jurnalis : Rudi Santoso (He Qi Utara), Fotografer : Rudi Santoso (He Qi Utara)

fotoPara Mahasiswa/i menghibur Tan Le Nio dengan sebuah Lagu Isyarat Tangan saat melakukan kunjungan kasih.

“Saat Mama saya sakit-sakitan, saya bilang sama Mama saya, kalau nanti Mama meninggal saya akan bunuh diri saja karena saya tidak mungkin bisa hidup sendiri,” ujar seorang Gan en Hu (penerima bantuan Tzu Chi) Tan Len Nio (60) yang menderita kelumpuhan sejak kecil. Mendengar itu Mamanya langsung meneteskan air mata sambil berkata, “Kamu jangan berbuat bodoh, Mama doakan mudah-mudahan kamu bakal bertemu dengan orang yang mau menolong dan membantu kamu nantinya.”

 

Setelah berjuang melawan penyakitnya, sang mama pun menyerah dan meninggal dunia. Kini ia hidup sebatang kara karena ayahnya telah meninggal tatkala ia berusia 20 tahun. Tak lama berselang sekitar tahun 2006 tetangga mengajukan permohonan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi kemudian Relawan melakukan survei. Setelah itu diputuskan untuk  memberi bantuan biaya hidup untuk Tan Len Nio. “Benar apa yang Mama saya bilang mudah-mudahan ada yang mau membantu saya, ternyata doa Mama saya terkabul lewat uluran tangan Tzu Chi, saya juga sangat bahagia setiap kali relawan datang menjenguk saya. Semula saya merasa hidup saya sangat tidak berarti dan sendirian kini terobati dengan adanya relawan yang peduli pada saya” Ujar Tan Len Nio dengan penuh rasa haru.

Walau hidup seorang diri dan menghadapi kesulitan, namun ia tetap bersemangat untuk menabung dalam sebuah celengan bambu agar bisa ikut membantu orang lain yang juga membutuhkan bantuan. Mendengar itu ke empat mahasiswa Universitas Tzu Chi Taiwan yang hari ini datang berkunjung bersama relawan Tzu Chi langsung terharu dan memberi semangat kepada Tan Len Nio untuk lebih tegar lagi dalam menjalani hidup ini karena sekarang ia sudah tidak hidup sendirian.

kini sudah ada Tzu Chi yang peduli dan mau mengulurkan tangan kepadanya. Para mahasiswa yang berkunjung juga memberi hadiah berupa hiburan lagu isyarat tangan. Sambil melihat gerakan tangan mahasiswa Tan Len nio juga mengikuti gerakan mereka. Setelah bercengkrama, para mahasiswa Tzu Chi Taiwan pun berpamitan kepada Tan Len Nio. Lambaian tangan mahasiswa yang penuh senyum seakan telah membalut hati Tan Len Nio menjadi hangat dan bahagia. Bahagia karena ada yang peduli, bahagia karena ada yang memperhatikan dirinya.

foto  foto

Keterangan :

  • Didampingi beberapa relawan, mereka mengunjungi ke empat tempat yang berbeda untuk mengenal dan menghibur para Gan En Hu (kiri).
  • Walau Tan Len Nio kini Hidup seorang diri, namun relawan kerap melakukan Kunjungan ke rumahnya sehingga ia merasa sangat bahagia (kanan).

Semangat Herlianto
Perjalanan di lanjutkan ke rumah Gan En Hu Herlianto (55) yang menderita sakit Stroke. Sesampai di depan rumah Herlianto, para mahasiswa langsung menyapa Ida, istri Herlianto yang membukakan pintu, “Apa Kabar?” Ida pun mempersilakan semua masuk ke dalam rumahnya, Saat kami tiba Herlianto sedang duduk di bangku di ujung ranjang “Hari ini tidak jadi ke Terapi karena saya sakit perut, nanti senin saja baru ke RS untuk terapi,” ujar Ida kepada relawan yang datang. Memang selain Yayasan Buddha Tzu Chi memberi bantuan pengobatan, setiap hari Sabtu juga memberikan bantuan biaya Fisioterapi di RS Atmajaya setiap seminggu sekali kepada Herlianto.

“Semenjak mendapat bantuan Fisioterapi, otot-otot saya terasa tidak begitu kaku lagi. Tenaga juga semakin kuat, kini saya mulai bisa berjalan mengunakan tongkat,” ujar Herlianto penuh semangat. Herlianto menderita stroke pertama kali sekitar bulan Mei 2007, setelah berobat kemana berbagai tempat, akhirnya ia mulai bisa berjalan lagi walau tidak sesempurna dahulu. Semenjak saat itu ia sudah tidak bisa bekerja lagi. Sang istri harus mengantikan dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Ida harus membanting tulang dengan mencuci, menggosok, dan menjaga anak tetangga untuk menghidupi keluarganya.

Saat kesehatan Herlianto semakin membaik, ujian kembali datang. Ketika bulan Juli 2010 ia kembali terkena serangan stroke. Serangan kedua ini sangat berat sehingga membuat ia tidak bisa bergerak. Untuk berobat ia pun sudah tidak memiliki biaya lagi. Jodoh baik terjalin, permohonan bantuan pengobatannya ke Tzu Chi disetujui. Setiap bulan Tzu Chi membantu biaya pengobatannya. Sedikit demi sedikit ada kemajuan dalam proses pengobatannya.

Setiap bulan Tzu Chi membantu biaya ia berobat ke RS Atmajaya. Sedikit demi sedikit kemajuan terlihat dalam proses pengobatannya. Ia memiliki seorang putri tunggal yang bernama Lia (27) yang mengalami sakit Polio saat berusia 1 tahun yang akhirnya menyebabkan kelumpuhan. Mendengar penjelasan dari Herlianto para mahasiswa Tzu Chi Taiwan pun merasa sangat terharu dan berpesan kepada Herlianto untuk tetap tegar menjalani hidup ini. Walau dalam keadaan sakit namun harus tetap bersyukur karena masih memiliki sebuah keluarga.

foto  foto

Keterangan :

  • Walaupun baru berkenalan, mereka pun tampak akrab dan selalu menyemangati setiap orang yang mereka temui (kiri).
  • Banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang akan mereka dapat melalui kunjungan kasih ini (kanan).

Mereka juga memberi semangat kepada Lia untuk terus belajar mengambar agar kelak dapat menjadi sebuah profesi. Bersama para Mahasiswa Lia bernyanyi bersama, mereka terlihat begitu akrab padahal mereka baru saja berkenalan beberapa menit yang lalu. Inilah nilai-nilai budaya Humanis Tzu Chi yang telah meresap ke dalam hati setiap insan Tzu Chi sehingga kemana saja mereka melangkah senantiasa akan membuat Gan En Hu merasa dekat bagaikan keluarga dan penuh tawa ceria.

Belajar Merasakan dan Menghargai Berkah
Seperti pepatah mengatakan tiada pertemuan yang tidak berakhir, begitu juga pada kunjungan hari ini. Detak waktu memang tidak bisa membuat para Mahasiswa dan relawan harus berpamitan kepada Herlianto dan keluarga. Di dalam kendaraan menuju Sekolah Tzu Chi Indonesia, para Mahasiswa berkata “Saya sangat bersyukur atas apa yang saya memiliki. Saya sangat terharu ketika melihat Lia merangkak menuju papan tempat tidurnya. Saya benar-benar merasa sangat terharu,” ujarnya.

Setelah istirahat sejenak, para Mahasiswa yang berjumlah 15 orang dan seorang Guru yang di bagi menjadi 4 Kelompok ini melakukan sharing. Semua Mahasiswa mendapat giliran untuk sharing. Beberapa diantaranya tak kuasa menahan rasa haru akhirnya meneteskan airmata. Usai itu Lulu ShiJie berkata, “Misi Amal adalah akar daripada berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi, jadi kita harus benar-benar menjalankan Misi Amal dengan sepenuh hati. Dengan semakin sering melakukan survei dan kunjungan kasih, maka welas asih kita semakin terasah untuk lebih peduli dan menghargai kehidupan. Marilah kita lebih giat lagi untuk belajar bersama dalam mengarap ladang berkah ini.”

Perjalan hari ini adalah perjalanan penuh cinta kasih. Untuk mencapai rumah Gan En Hu mereka harus menelusuri lorong-lorong sempit dan lembab, melalui jalan yang penuh puing tajam. Tempat yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Walau lelah namun senyum sukacita terpancar dari setiap wajah Mahasiswa maupun relawan yang mendampingi mereka. Rasa syukur yang selama ini sudah ada akan tumbuh semakin kuat tatkala kita mengulang berkunjung ke tempat Gan En Hu.

  
 

Artikel Terkait

"Apa Kabarmu?"

21 Januari 2009
Waisak 2555: Saat Poster Berbicara

Waisak 2555: Saat Poster Berbicara

12 Mei 2011
Pameran poster kali ini membuat banyak hadirin berdecak kagum karena di setiap poster itu ternyata mengandung sebuah cerita dan juga pesan, serta harapan.
Melintas Batas

Melintas Batas

06 Juli 2008
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -