Aas sedang memberikan susu formula yang dibantu oleh Wati relawan Tzu Chi dari Kota Bogor yang mendampingi bantuan untuk Syakila. Dalam satu hari Syakila mengkonsumsi susu formula 3 kali dalam sehari.
Syakila Putri (3) adalah balita yang terlahir dengan ketidaksempurnaan pada perkembangan bagian otaknya yang menyebabkan ia hanya mampu terbaring lemah di tempat tidur karena didiagnosis cerebral palsy.
Syakila merupakan anak ketiga dari Aas Asiah (40) dan Suryadi (48). Momen kehamilan itu sebenarnya tidak disadari oleh Aas hingga usia kandungan sampai tujuh bulan. Aas sungguh hanya berpikiran bahwa dirinya menggemuk saja. Tapi akhirnya ia curiga karena tak kunjung mengalami menstruasi. Setelah memeriksakan diri ke bidan, ia dinyatakan hamil. Jadi selama 7 bulan itu, Aas tidak pernah memeriksakan kandungan, begitu pun tak menjaga asupan makanannya.
Malangnya, tak lama setelah memeriksakan diri, masih di usia kehamilan 7 bulan itu juga, air ketuban Aas pecah. Ia langsung ke dokter dan dokter memutuskan harus mengeluarkan sang bayi untuk menyelamatkannya. Syakila Putri akhirnya lahir prematur dalam usia kehamilan 7 bulan dengan berat badan 1,8 Kg dan harus dirawat di ruang NICU selama dua pekan. Karena prematur ini pula, perkembangan otak Syakila belum sepenuhnya berkembang dan menjadi tidak normal.
Kondisi Syakila ketika relawan datang berkunjung ke rumahnya di Desa Katulampa, Bogor Timur. Kondisi Syakila saat ini mengalami kemajuan yang cukup membahagiakan. Kepala Syakila sudah mulai kuat berdiri tegak, raut wajah Syakila terlihat ceria (sudah sering tertawa) dan berat badan Syakila yang mulai naik 1 Kg dalam waktu satu bulan berkat susu formula yang rutin diberikan.
Sembilan hari setelah diizinkan untuk pulang ke rumah, Syakila mengalami panas tinggi dan kejang-kejang berulang, seluruh otot tangan dan kakinya menjadi kaku. Aas dan Suryadi lalu membawa anaknya ke rumah sakit terdekat. Di sanalah dokter mendiagnosis Syakila mengalami perkembangan otak yang tidak normal (Cerebral Palsy) CP. Untuk diketahui, penyakit ini mengganggu fungsi saraf yang berdampak signifikan pada pergerakan motorik.
“Waktu Syakila berada di ruang NICU, perasaan saya sebetulnya sudah hancur lebur,” ucap Aas. Hampir setiap malam Aas menangis melihat kondisi anaknya dimana di badannya yang mungil terpasang berbagai alat-alat medis. Namun, Aas berpikir, “Saya ini ibunya, kalau saya nangis terus, kalau saya mengasuhnya dengan sedih, apa jadinya?” Itu sebabnya Aas yakin sekali bahwa harapan untuk menolong Syakila untuk tetap sehat harus ada di dalam diri Aas.
Tak sampai di sana, banyak ujian lain yang harus dilewati oleh keluarga Aas selain kesehatan Syakila. “Waktu itu suami saya nggak kerja kan masa pandemi. Jadi suami kerja buruh bangunan cuma kalau ada panggilan saja,” jelas Aas. Walaupun begitu, Suryadi terus berusaha mencari penghasilan dengan mengojek motor, hal ini pun sangat sulit karena dalam masa pandemi orang-orang jarang untuk keluar rumah dan memakai jasa ojeknya. Sementara itu Aas juga harus berhenti dari pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga karena harus merawat Syakila.
Syakila sudah mulai kenal dengan Wati relawan Tzu Chi yang mendampingi Syakila. Berbeda pada saat awal survei, kondisi Syakila tidak dapat duduk, leher tidak dapat berdiri tegak dan sering menangis.
Dalam kondisi serba sulit itu, kondisi Syakila diharuskan minum susu formula dengan merek tertentu sesuai anjuran dokter. Aas kebinggunggan karena tak punya biaya sementara harga satu kaleng susu itu bisa mencapai ratusan ribu per kalengnya. “Saat itu Syakila sudah hampir tiga bulan nggak minum susu formula, saya nggak sanggup beli susunya,” cerita Aas.
Pada suatu hari teman Aas menyarankan untuk memohon bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi yang ada di Jl. Surya Kencana, Kota Bogor. Tak tunggu lama, keesokan harinya dengan membawa dokumen lengkap, Aas langsung menuju kantor Tzu Chi Bogor. Gayung bersambut, beberapa hari kemudian lima orang relawan Tzu Chi dari komunitas Kota Bogor datang berkunjung ke rumah Aas yang satu di antaranya ada Setiawati Cahyadi yang biasa dipanggil Wati.
Pada awal survei, tujuh orang relawan dari komunitas Kota Bogor datang berkunjung ke rumah Syakila untuk melihat langsung kondisi Syakila yang mengajukan bantuan berupa susu formula.
Pada survei pertama Wati mengatakan bahwa kondisi Syakila sangat memprihatinkan. “Saya sangat prihatin melihat kondisi Syakila waktu awal survei, seperti bayi saja digendong ibunya. Lehernya tidak kuat tegak, lemah, padahal umurnya sudah 3 tahun,”ucap Wati. Selain itu, pada saat Aas bercerita sambil menangis Syakila pun ikut menangis. “Jadi saya berpikir Syakila ini punya perasaan yang sangat halus ,” ujar Wati.
Wati menjelaskan bahwa Aas ini mengajukan bantuan berupa susu formula karena saat itu Syakila sudah tiga bulan tidak minum susu, sedangkan dokter mengharuskan Syakila harus terus minum susu formula. “Tentu melihat kondisi tersebut, Tzu Chi Bogor dengan segera memutuskan untuk memberikan bantuan susu formula untuk Syakila sesuai permintaan Ibu Aas. Jadi, sekarang ini susu formula yang diberikan oleh Tzu Chi adalah susu formula yang sesuai dari resep dokter yang menangani Syakila,” jelas Wati.
Pada kunjungan ke rumah Syakila, Setiawati Cahyadi juga memberikan beras dan sembako dari Tzu Chi untuk keluarga Syakila.
Hingga saat ini, Tzu Chi memberikan bantuan tiga dus susu formula ditambah bubur bayi beras merah dan bubur bayi kacang hijau setiap bulannya. Wati yang datang berkunjung pada 25 September 2023 ke rumah Syakila pun tak lupa membawa bingkisan berupa beras dan sembako untuk keluarga Aas seraya berdoa berat badan Syakila bisa normal kembali. “Saya senang sekali, setelah bertemu satu bulan lalu, hari ini Syakila terlihat sudah banyak kemajuan. Lehernya sudah kuat, tegak, mukanya keliatan cerah, tidak menangis, sekarang sering senyum, tertawa, mau saya gendong, sudah kenal saya,” ucap Wati senang.
Mewakili relawan Tzu Chi Bogor, Wati berharap keluarga Syakila bisa selalu bersabar dan mendapatkan kemudahan dalam merawat Syakila. “Semoga bantuan ini bisa membantu mengurangi beban Suryadi dan Aas, serta membantu penyembuhan Syakila sehingga berat badannya bisa normal kembali dan bisa menjalani terapinya hinga tuntas,” pungkas Wati.
Editor: Metta Wulandari