Perjuangan Panjang Memperoleh Kesehatan
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Dok. PribadiHari kedua baksos kesehatan umum di RSUD Kab. Kepulauan Mentawai, Kamis, 8 Februari 2018, ada 628 pasien hadir dan kembali dilayani oleh relawan Tzu Chi serta dokter yang tergabung dalam TIMA Indonesia juga dokter dari RSUD.
Belum genap jam delapan pagi, Ediwan (64) mengajak istrinya Ernizal (62), dan anaknya Armaisasni (35) untuk memeriksakan kondisi kesehatan mereka dalam baksos kesehatan yang diadakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kepulauan Mentawai. Rumahnya ada di kilometer nol dan berjarak 9 kilometer dari RSUD. “Rumah saya di dekat Pelabuhan Tuapejat,” begitu kata kakek delapan cucu ini.
Kedatangan Ediwan ke halaman RSUD itu begitu mencuri perhatian karena suara becak motornya terdengar kencang memekakkan telinga. Di dek bagian samping becak motornya itu ada istrinya yang terduduk lemas, sedangkan anaknya membonceng di belakang. “Tolong dibantu, Pak ini, tolong, Pak,” ucapnya memanggil relawan Tzu Chi yang ada di pinggir meja pendaftaran.
Dua setengah tahun lalu, Ernizal terserang darah tinggi dan penyakit jantung. Ia dilarikan ke RSUD Kab. Kepulauan Mentawai dan kemudian mendapatkan perawatan intensif. Usai dirawat, keadaannya hanya sedikit membaik. “Sekarang seperti orang lumpuh. Kakinya lemas, tangan juga. Sudah tidak bisa digerak-gerakkan,” tutur Armaisasni.
Relawan yang sigap kemudian menyiapkan kursi roda untuk membantu pemeriksaan Ernizal. Beberapa orang juga membantu menurunkannya dari becak ke kursi roda.
Kedatangan Ediwan ke halaman RSUD itu begitu mencuri perhatian karena suara becak motornya terdengar kencang memekakkan telinga.
Relawan yang sigap kemudian menyiapkan kursi roda untuk membantu pemeriksaan Ernizal. Beberapa orang juga membantu menurunkannya dari becak ke kursi roda.
Sudah lama sejak pulang dari perawatan terakhirnya di Padang tahun lalu, Ernizal absen dari pemeriksaan medis. Ia seakan sudah lelah karena penyakitnya tak kunjung sembuh. “Pertama yang harus dilakukan ini mengurangi berat badannya dulu, Bu,” kata Dokter Linda Gunawan, anggota TIMA yang memeriksanya. Dokter menjelaskan bahwa bobot tubuh Erni yang melampaui batas normal membuat kondisi kesehatannya seakan tidak bisa membaik. “Memang tidak bisa sembuh secara instan, makanya harus dikendalikan pelan-pelan,” imbuhnya.
Ediwan sendiri bercerita bahwa usahanya untuk menyembuhkan istrinya sudah maksimal. Semua cara, semua informasi, ia lakukan. Tukang becak motor di Pelabuhan Tuapejat itu bahkan pernah membawa istrinya mengelilingi Padang untuk berobat. Ia membawa serta becak motornya ke Padang dengan kapal feri yang per bulan hanya empat kali beroperasi dari Pulau Sipora, Mentawai ke Padang. “Kalau sekadar kapal cepat, ada jadwal lainnya. Tapi kalau pakai (kapal) feri, saya bisa bawa becak dan sampai di Padang nggak perlu sewa transpor lagi,” kata Ediwan.
Dengan kapal feri, Ediwan juga mendapatkan keringanan biaya tiket perorangan karena dirinya kerap membantu bongkar muat barang di kapal dan di pelabuhan. Hanya saja, ia masih harus membayar tiket untuk becaknya seharga 380 ribu rupiah sekali jalan. Perjuangan untuk menyembuhkan istrinya juga sudah sampai ke Pariaman, Batusangkar, Lintau, yang semuanya harus mereka tempuh dengan perjalanan laut, baru kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat. “Memang biaya berobat ada bantuan dari BPJS, tapi biaya transportasi tidak kalah mahal. Apalagi kalau saya tidak bisa membawa becak, kami harus sewa mobil yang harganya 250 ribu per harinya. Sementara penghasilan sehari-hari tidak pernah menentu,” lanjutnya.
Dokter Linda Gunawan, anggota TIMA yang memeriksa kondisi Ernizal yang datang ditemani oleh anggota keluarganya.
Dokter Yulinda (depan – tengah) berfoto bersama anggota TIMA dan relawan Tzu Chi saat tiba di Bengkulu tahun 2007 lalu. Ia membuka foto lama untuk mengingat masa-masa awalnya bergabung dengan TIMA Indonesia.
Ediwan tahu istrinya tidak akan sembuh secara instan melalui obat dokter, namun melalui baksos kesehatan umum ini rasa khawatir dan sedihnya sedikit berkurang. “Terima kasih karena sudah membantu kami, warga Mentawai,” katanya. “Kami senang karena setidaknya nyeri yang kami rasakan bisa berkurang,” imbuh Ediwan sambil kembali mendorong kursi roda istrinya. Ia pun lega karena bisa mendapatkan obat untuk mengurangi nyeri karena asam urat yang dideritanya.
Hari kedua baksos kesehatan umum di RSUD Kab. Kepulauan Mentawai, Kamis, 8 Februari 2018, itu diikuti oleh 628 pasien. Mereka kembali dilayani oleh relawan Tzu Chi serta dokter yang tergabung dalam TIMA Indonesia juga dokter dari RSUD Kab. Kepulauan Mentawai.
Bertemu Sahabat Lama
Perasaan lega yang dirasakan Ediwan juga dirasakan oleh Dokter Yulinda, bukan karena bisa turut berobat namun dokter umum di RSUD Kab. Kepulauan Mentawai itu lega karena teman-temannya di Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia masih mengenalinya. “Sebelumnya deg deg-an dan kepikiran kira-kira masih ada yang kenal atau nggak?” kata dokter Linda, panggilan akrabnya. “Ternyata pas ketemu, dr. Ryan dan Zr. Weni mereka masih ingat. Saya senang sekali,” imbuhnya.
Selama baksos berlangsung, dokter Yulinda kerap ikut melayani pasien walaupun tidak bertugas secara penuh dalam baksos kesehatan.
Sejak bergabung di Rumah Sakit Khusus Bedah Tzu Chi Cengkareng (sekarang berubah nama menjadi Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi), sekitar tahun 2007 lalu dokter Linda langsung turut menjadi bagian dari TIMA. Ia juga langsung aktif ikut dalam baksos-baksos kesehatan yang kerap diadakan Tzu Chi di luar kota. “Waktu itu bulan Mei sepertinya, tahun 2007, saya baru masuk dan langsung ikut ke Kalimantan Timur untuk baksos. Saat itu belum pakai seragam TIMA, karena masih baru,” cerita ibu dua anak ini.
Sembilan tahun lalu, ia memutuskan untuk merantau ke Mentawai. Sebelumnya ia juga sempat bekerja di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sana dan menjadi dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT). “Lalu saya akhirnya menjadi PNS di sini dan mengabdi di sini juga,” katanya senang.
Selama baksos kesehatan berlangsung, dokter asal Jakarta ini kerap ikut melayani pasien walaupun tidak bertugas secara penuh dalam baksos. Ia mengaku senang bisa bertemu kembali dengan insan Tzu Chi. Walaupun hanya bergabung di RSKB Cinta Kasih selama 9-10 bulan saja, namun banyak nilai-nilai positif yang ia peroleh dari sana. “Baksos Tzu Chi itu ciri-cirinya bersih, rapi, dan teratur. Makanya saya selalu senang,” ungkap dokter Linda.
Linda pun mengaku rindu bisa pergi menolong berbagai lapisan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia lainnya. Namun, kini ia sebisa mungkin memberikan kemampuannya untuk menolong warga sekitar Mentawai yang telah menjadi rumah kedua baginya.
1. Kedatangan Ediwan ke halaman RSUD itu begitu mencuri perhatian karena suara becak motornya terdengar kencang memekakkan telinga.
Artikel Terkait
Pelayanan Kesehatan Dalam Rangka Memperingati HUT RI Ke 78
24 Agustus 2023Memperingati HUT Republik Indonesia ke-78 yang juga bertepatan dengan program tiga bulanan pelayanan kesehatan ke desa terpencil, TIMA Singkawang beserta relawan Tzu Chi Singkawang melaksanakan baksos kesehatan gratis.
Screening Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-111: Wujud Kepedulian Terhadap Sesama
28 Maret 2016Ramah Tamah Pasien Selatpanjang dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-144 di Batam
12 September 2024Relawan Tzu Chi Selatpanjang mengadakan ramah tamah dengan mengundang 17 orang pasien beserta keluarga pendamping yang mengikuti baksos kesehatan Tzu Ci ke-144 di RS Budi Kemuliaan, Kota Batam.