Persiapan Sutra Bakti Seorang Anak

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari


Bao Bing Shijie (seragam biru putih), mengajarkan posisi tangan yang benar dalam peragaan Sutra Bakti Seorang Anak kepada para siswa dalam gladi kotor, 21 April lalu.

Riuh keramaian dari 338 siswa Sekolah Cinta Kasih Cengkareng menggema di lapangan basket Indoor, di samping gedung sekolahan. Masing-masing anak terlihat menggotong kursi  plastik berwarna putih, menyusunnya sesuai barisan kemudian duduk rapi menghadap mentor di depannya. Sambil mendengarkan pengarahan, sesekali para murid menggerakkan tangannya untuk menghafalkan gerakan isyarat tangan yang akan ditampilkan. Hari itu, 21 April 2014, siswa Sekolah Cinta Kasih tingkat akhir (kelas 6 SD, IX SMP, XII SMA, XII SMK) mengikuti kegiatan gladi kotor untuk pementasan Sutra Bakti Seorang Anak yang akan ditampilkan pada kegiatan Pendewasaan Siswa, Mei 2014 nanti.

Siswa dari tingkatan SD sampai SMK tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mementaskan sepuluh bab dalam sutra yang kesemuanya berisikan mengenai ajaran bakti pada orang tua. “Supaya anak bisa belajar bahwa ada dua hal yang tidak bisa ditunda seperti apa yang dikatakan oleh Master Cheng Yen. Berbuat baik dan berbakti pada orangtua,” ujar Bao Bing shijie, relawan pendidikan. Dalam pementasan ini, selain mendapatkan ajaran budi pekerti anak-anak juga diharapkan untuk mempraktikkan ajaran yang mereka dapatkan.


Sebanyak 338 siswa tingkat akhir mengikuti pementasan sutra, siswa ini dibagi menjadi 10 bab dalam sutra.


Ajeng (paling depan kiri), merasa sangat senang ikut dalam pementasan karena bisa belajar banyak dari sutra.

Seperti salah satu siswa kelas IX (setara dengan kelas 3 SMP), Ajeng Sagita Meilasari, yang juga mengaplikasikan apa yang mereka dapat dalam kegiatan sehari-harinya. “Dulu saya bisa dikatakan anak yang bandel, kalau disuruh ini itu pasti ada alasan,” ujar Ajeng. “Dengan ikut di sini saya jadi tahu gimana kasih sayang orang tua, akhirnya saya mereview kembali dan tidak lagi membantah,” tambah Ajeng yang kini juga sedang belajar menerapkan pola makan vegetaris. Sama halnya dengan Solihin, kelas XII (setara dengan kelas 3 SMA) yang merasa pentas ini sangat penting bagi dirinya dan tentunya bagi teman-temannya. “Melalui Sutra Bakti, saya menjadi tahu bagaimana perjuangan orangtua untuk mengurus anak-anaknya. Sehingga saya berfikir, gimana rasanya kalau nanti saya sebagai ayah? pasti akan susah,” ucapnya menerawang. “Intinya kita harus bersyukur dan tetap menyayangi kedua orangtua kita. Dan mengintrospeksi diri mengenai kesalahan yang pernah dilakukan kepada orangtua,” tutupnya.


Setiap siswa sepenuh hati berlatih sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing.


Dengan pengarahan dari para guru, latihan dapat berjlan lancar.

Dalam setiap pembelajaran, yang terpenting adalah praktik nyata dari setiap hal. Begitu juga yang dilakukan di Sekolah Cinta Kasih dalam mendidik setiap siswanya, khususnya pada pementasan Sutra Bakti Seorang Anak ini. Harapannya adalah agar setiap siswa tidak hanya sekedar tahu, namun dapat mengerti. “Begitu keluar dari sekolah, anak-anak bisa tetap ingat bahwa orang tua harus dihormati dan harus tetap berbakti pada mereka dalam keadaan apapun,” harap Bao Bing.


Artikel Terkait

Pementasan Sutra Bakti Seorang Anak

Pementasan Sutra Bakti Seorang Anak

28 Agustus 2019

Tzu Chi Batam mementaskan Drama Musikal Sutra Bakti Seorang Anak (SBSA). Acara yang diadakan pada hari Minggu, 18 Agustus 2019 ini dihadiri oleh 410 penonton.

Mewujudkan Ikrar Bakti pada Orang Tua

Mewujudkan Ikrar Bakti pada Orang Tua

27 Mei 2015 Satu tahun sebelumya, ketika Tzu Ching Camp 2014 dilaksanakan, seluruh Tzu Ching bersama-sama berikrar untuk mengadakan Pementasan Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Bakti Seorang Anak serentak di seluruh Indonesia pada bulan Mei 2015.
Cinta Besar Bermula dari Cinta Kecil

Cinta Besar Bermula dari Cinta Kecil

27 Mei 2015
Interaksi manusia satu dengan yang lainnya semakin menjauh meski perkembangan teknologi semakin pesat. Bahkan, ketegangan sering terjadi antara orang tua dengan anaknya. Sikap anak-anak jua semakin tidak peduli terhadap orang tua mereka sendiri.
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -