Persiapan Tri Hari Besar, Menggalang Lebih Banyak Hati
Jurnalis : Fammy (He Qi Timur), Fotografer : Fammy (He Qi Timur)
Endang Supriatna, relawan Tzu Chi menceritakan pengalamannya berpartisipasi dalam Doa Jutaan Insan sebelumnya. Dia menepis pandangan bahwa kegiatan ini hanya ditujukan pada golongan agama tertentu.
Persiapan peringatan tiga hari besar bertemakan Doa Jutaan Insan sudah mencapai puncaknya. Kegiatan yang ditujukan untuk memperingati Hari Waisak, Hari Ibu internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia ini akan digelar di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara pada 10 Mei mendatang. Semakin mendekati waktu kegiatan membuat para relawan Tzu Chi di seluruh pelosok semakin giat menggalang hati insan-insan untuk ikut memanjatkan doa bersama untuk dunia damai, tenteram, dan bebas dari bencana.
Hal ini yang juga diyakini oleh para relawan komunitas He Qi Timur-Hu Ai Kelapa Gading yang telah mensosialisasikan kegiatan peringatan tiga hari besar sejak awal April lalu. Sekolah-sekolah, wihara, dan beragam komunitas telah dikunjungi para relawan sembari mengenalkan kegiatan Doa Jutaan Insan.
Pada Minggu, 19 April 2015, para relawan mengunjungi wilayah Cilincing di Jakarta Utara sembari mensosialiasikan kegiatan Doa Jutaan Insan. Para relawan Tzu Chi yang dikoordinir oleh Johan Kohar dan Indah Natalina ini disambut oleh giyarno, Ketua RW 04 Kelurahan Cilincing.
Sebagian besar warga Cilincing memang telah mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi. Pasalnya, Tzu Chi pernah beberapa kali melakukan bedah rumah di wilayah ini. Salah satunya adalah rumah Giyarno yang dibedah pada tahun 2012 lalu.
“Adanya kegiatan sore hari ini, selain celengan bambu pulang kampung (penuangan celengan bambu-red), juga ada acara sosialisasi dalam rangka peringatan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi. Ini adalah kegiatan yang sudah lama ditunggu-tunggu warga,” ujar Giyarno di hadapan warga Cilincing.
Lebih lanjut, Giyarno menuturkan keinginannya menggalang hati warga Cilincing sehingga mereka dapat meresapi semangat kerelawanan Tzu Chi. “Semangat saya menggalang mereka supaya mau datang adalah saya sebagai pengurus RW dan juga sebagai relawan, mau mewakili masyarakat, dari masyarakat, untuk masyarakat di sini, supaya banyak warga di sini bersama-sama saya bergabung menjadi relawan Buddha Tzu Chi,” tambah Giyarno.
Selaras dengan itu, Johan Kohar menuturkan bahwa ia berharap para warga ikut menambah panjang barisan relawan Tzu Chi. Tentu hal itu dimulai dengan merubah pola pikir dari menerima menjadi menyingsingkan lengan membantu sesama. Lebih lanjut, Johan menuturkan bahwa hal itu dapat dimulai dengan ikut berpartisipasi melalui celengan bambu dan bagian dari formasi waisak 2015 ini.
Pada kesempatan yang sama, relawan Tzu Chi, Endang Supriatna menceritakan pengalamannya sebagai relawan. Selain itu, dia juga menceritakan mengenai kegiatan Doa Jutaan Insan. Endang menuturkan bahwa sebagai relawan Tzu Chi, walaupun dirinya adalah seorang yang beragama muslim, akan tetapi dirinya selalu bersemangat setiap peringatan tiga hari besar tiba. Baginya, kegiatan Doa Jutaan Insan adalah momentum baginya berdoa dengan khidmat kepada Allah SWT, sesuai dengan keyakinannya. “Saya tidak malu walau saat melakukan upacara (Doa Jutaan Insan-red) itu tanpa terasa air mata saya ikut menetes karena rasa haru akan kebesaran Allah Yang Maha Besar,” tambah Endang.
Latihan Prosesi Kegiatan
Pada Minggu, 26 April 2015, sejak pukul 10.00, para peserta yang telah mendaftarkan diri dalam kegiatan Doa Jutaan Insan mulai mendatangi Pelataran Wihara Lalitavistara, Cilincing. Para peserta yang terdiri dari gabungan 40 umat wihara, 15 muda-mudi siswa Sekolah Tinggi Agama Buddha Maha Parjna, dan 28 warga binaan Kelurahan Cilincing nampak antusias mendengarkan pengarahan dari para relawan Tzu Chi.
Para relawan Tzu Chi memeragakan prosesi yang akan dilakukan pada kegiatan 10 Mei mendatang.
Kegiatan latihan segera dimulai dan dipimpin oleh Indah Natalina. Beberapa hal yang menjadi fokus latihan adalah prosesi pemandian Rupang Buddha dan detil-detil seperti cara meletakkan tangan di atas piring berisi air. Meski banyak peserta yang baru pertama kali mengikuti latihan ini, tampak formasi barisan sudah mulai terbentuk. Selain itu, interaksi antara peserta dengan para relawan juga terjalin.
Saddhiviharika Arya Sidharta( Lin Qiu Huat), Ketua Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha Maha Prajna menuturkan bahwa dia merasa antusias mengikuti kegiatan ini. Meski latihan pemandian Rupang Buddha ini merupakan kali pertamanya, pria yang akrab disapa Arya Sidharta menuturkan bahwa kegiatan ini menjadi kesempatan baginya untuk melatih kesadaran diri.
Sinergi antar-relawan dan peserta menciptakan suasana latihan yang khidmat.
“Walau pegal-pegal karena mesti melangkah perlahan-perlahan mengikuti iringan lagu, tetapi lama kelamaan terasa sangat enak dan menenangkan jiwa karena di sini kita belajar mengalahkan ego kita, mengalahkan ke-akuan kita, lama-lama di hati jadi plong, pikiran juga jadi lebih tenang,” tambah Arya.
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Indriyati Lim, salah seorang pengurus wihara. Ia mengaku merasa bahagia dapat ikut latihan prosesi Waisak Tzu Chi ini. “Melihat langsung cara-cara prosesi Waisak nanti semakin membuat saya yakin untuk mengambil bagian,” tambahnya.