Pertanyaan itu pun Terjawab
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto Untuk lebih mendekatkan Tzu Chi dengan warga Pademangan Barat yang sebagian di antaranya merupakan penerima bantuan program "Bebenah Kampoeng", Tzu Chi mengadakan sosialisasi Tzu Chi dan program celengan bambu kepada warga setempat. | Lantai ruang pertemuan Kelurahan Pademangan Barat pagi itu dialasi karpet dan tikar. Ruangan yang terletak di lantai 4 ini yang biasanya sepi, penuh sesak dengan puluhan masyarakat Pademangan Barat, Jakarta Utara. Terbatasnya ruangan, membuat mereka harus duduk berhimpitan dengan jarak yang sangat rapat satu dengan lainnya. Sabtu pagi, 12 Juli 2008, relawan Tzu Chi mensosialisasikan program celengan bambu kepada masyarakat Pademangan Barat yang beberapa di antaranya merupakan penerima bantuan program “Bebenah Kampoeng” hasil kerja sama Tzu Chi, KOSTRAD, dan Pemerintah Jakarta Utara. |
Abdul Rojak, seorang relawan Tzu Chi, membuka acara sosialisasi dengan memaparkan penjelasan singkat profil Tzu Chi. Sebuah yayasan yang bermula dari Taiwan dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sebagai pembuka, relawan Tzu Chi menampilkan tayangan asal muasal berdirinya Tzu Chi di Taiwan. Dalam sekejap, pandangan peserta sosialisasi terkonsentrasi penuh pada tayangan yang disuguhkan. Seusai menyaksikan tayangan, relawan Tzu Chi membuka sesi tanya jawab seputar Tzu Chi. Tak lama, seorang lelaki berpeci hitam pun mengangkat tangan hendak bertanya. Lelaki bernama Agus Yatim (42) ini ternyata adalah seorang ustadz di masjid Al-Hidayah. Sejak lahir hingga kini mempunyai seorang istri dan 2 orang anak, ia tetap menetap di Pademangan. Pademangan yang awalnya masih semak belukar dan lambat laun berubah menjadi kumpulan beton, semua perubahannya ia telah alami dan saksikan. “Pertanyaan pertama, apakah Yayasan Buddha Tzu Chi memiliki tujuan untuk menyebarkan agama atau ajaran tertentu. Kedua, soal peserta program “Bebenah Kampoeng”, mengapa mereka harus menandatangani perjanjian untuk tidak mengontrakkan dan menjual rumah yang telah direnovasi selama 10 tahun. Apakah setelah 10 tahun rumah mereka akan diambil alih oleh Tzu Chi?” tanyanya kepada relawan Tzu Chi. Ket : - Meski duduk berhimpitan di ruangan yang sempit tak membuat masyarakat Pademangan Barat kehilangan Mendengar pertanyaan yang disampaikan oleh Ustadz Agus Yatim, relawan Tzu Chi pun menjawab, “Meski namanya Yayasan Buddha Tzu Chi, bukan berarti yayasan ini bermaksud menyebarkan ajaran atau agama tertentu. Karena kebetulan saja yang mendirikan yayasan ini seorang bhiksuni (Master Cheng Yen –red) maka namanya ada embel-embel Yayasan Buddha Tzu Chi. Tetapi, dalam setiap aktivitasnya, misi yayasan ini adalah menyebarkan cinta kasih universal kepada semua umat manusia tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan.” Untuk pertanyaan kedua. Relawan Tzu Chi menjawab bahwa dana yang diperoleh untuk melakukan program “Bebenah Kampoeng” tidak hanya berasal dari dana milik orang berada, namun juga oleh mereka yang tak berkecukupan lewat program celengan bambu. Melakukan kebajikan bukan hanya milik mereka yang berkecukupan karena semua orang dapat melakukan tindakan kebajikan. Salah satunya melalui program celengan bambu. Soal surat perjanjian 10 tahun yang dibuat. Surat itu tidak bermaksud untuk mengekang atau mengambil alih rumah yang telah berhasil direnovasi. Perjanjian itu bertujuan untuk memberikan pelajaran bahwa kita harus menghargai karya orang lain yang telah membantu kita. “Kita harus bisa merawat, memelihara, dan menjaga rumah kita sendiri,” jelas Linda Awalludin yang kemudian disambut dengan tepuk tangan yang meriah. Seusai acara sosialisasi, saya pun beranjak menghampiri Ustadz Agus Yatim yang masih duduk sambil tetap memegang sebuah celengan bambu yang diterimanya dari relawan Tzu Chi. “Bagaimana pendapat ustadz soal acara sosialisasi celengan bambu ini,” tanya saya. “Ini sosialisasi yang bagus karena ada beberapa suara sumbang khususnya soal pembedahan rumah. Makanya tadi saya tanyakan. Dan sekarang pertanyaan itu terjawab sudah,” jawabnya. Ket : - Abdul Rojak sedang memandu acara sosialisasi celengan bambu di kelurahan Pademangan Barat “Pendapat Ustadz soal Tzu Chi,” tanya saya lagi. “Kebetulan, rumah saya dibedah oleh Tzu Chi. Di tengah-tengah prosesnya memang ada juga yang berkata ini itu. Saya tidak berpikir tentang itu dan setelah lihat prakteknya ternyata ngga ini dan itu. Tolong menolong tidak perlu agama yang sama,” jawabnya. “Kita hidup harus berdampingan dengan harmonis kepada sesama. Saya hobi dengan kegiatan-kegiatan sosial. Jika kita tidak bisa membantu dengan uang ya dengan tenaga,” ungkap Ustadz yang berminat menjadi relawan Tzu Chi karena kebaikan-kebaikannya ini. Kini berkat keterbukaan dan kesediaan untuk hidup berdampingan dengan harmonis kepada sesama, pertanyaan itu terjawab sudah. | |
Artikel Terkait
Kado Istimewa untuk Aqil
07 November 2017Muhammad Raqilla Al Abrar Wijaya (Aqil), merupakan salah satu penerima bantuan Tzu Chi. Ia merupakan tunarungu yang mendapat bantuan implan telinga dan pemasangannya dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada 1 November 2017.