Pertukaran Budaya dan Pengetahuan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Sebanyak 12 mahasiswa dan 2 dosen Universitas Chiayi, Taiwan berkunjung ke Pondok Pesantren Nurul Iman. Kedatangan mereka dalam rangka sebagai relawan dan memberikan pelajaran tentang budaya dan pertanian.

Alunan musik tradisional Banyumas itu mengalun serempak menyambut 12 mahasiswa dan 2 dosen dari Universitas Chiayi, Taiwan di halaman Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor. Berasal dari berbagai alat musik seperti angklung, gendang, degung, dan kecrekan, puluhan santri Nurul Iman ini sanggup membuat para tamu yang datang menjadi terkesima. Bahkan, para mahasiswa dan mahasiswi ini tanpa sungkan dan malu turut bergabung dalam barisan para penyambutnya. Tidak perlu menunggu lama, dalam hitungan menit saja, mereka sudah berbaur dan turut menari bersama para santri yang baru mereka temui.

Bagian dari Pendidikan
Kedatangan para mahasiswa Universitas Chiayi ini pada 16 Juli 2009 adalah dalam rangka menjalankan tugas mereka sebagai relawan. Mahasiswa yang terdiri dari berbagai fakultas—pertanian dan seni—ini akan memberikan materi/pelajaran tentang bagaimana cara bercocok tanam yang baik dan juga di bidang seni, yakni melukis dan menyanyi. Menurut Mi Ming Zhen, Rektor Universitas Chiayi Taiwan, kegiatan ini merupakan sebuah kegiatan pembelajaran moral dan budi pekerti bagi para mahasiswanya. “Jadi para mahasiswa ini bisa punya cinta kasih yang besar kepada sesama. Tidak hanya tahu belajar dan membaca saja, mereka juga tahu akan kehidupan anak-anak lain di berbagai negara dan menjalin persahabatan. Dengan demikian, maka dunia ini akan menjadi lebih baik,” kata Ming Zhen.

 Ming Zhen pun menyampaikan rasa terima kasihnya kepada relawan Tzu Chi yang telah memperkenalkan almamaternya dengan Pondok Pesantren Nurul Iman. “Dari Tzu Chi kami tahu akan adanya pondok pesantren ini. Kalau tidak, sebelumnya kami mau ke Thailand dalam program yang sama,” jelas Ming Zhen. Sambil mengamati proses kegiatan yang dilakukan mahasiswa-mahasiswanya, Ming Zhen berharap interaksi ini bisa memberi manfaat, baik kepada para santri maupun mahasiswanya sendiri, “Anak-anak ini (santri) bisa mendapatkan cinta kasih dan membawanya dalam kehidupan mereka hingga dewasa. Dengan demikian, maka satu sama lain akan saling mengenal, baik suku, agama, ras, dan golongan untuk menjadikan satu dunia yang lebih baik dan harmonis.”

Berbagi Kebahagiaan dan Keceriaan
Menggambar dan melukis, tentu bukan hal yang aneh bagi murid-murid MI (setara SD –red) di Pesantren Nurul Iman. Tapi melukis dengan cat air dan dengan cara ditiup, tentunya merupakan hal yang unik dan berbeda bagi mereka. Dipandu oleh Cheng Ya Wen dan Clin Kai Hsin, dua mahasiswi fakultas seni, sebanyak 30 anak mengikuti dan mempelajari teknik melukis unik ini. “Kita akan melukis abstrak. Abstrak itu artinya nggak harus berbentuk dan teratur, tapi juga bisa memberi kesan yang indah dan mendalam,” kata Nelly, relawan Tzu Chi yang bertindak sebagai penerjemah.

foto  foto

Ket : - Mahasiswa dan mahasiswi dari Taiwan ini tanpa sungkan dan ragu bergabung bersama para santri
           yang menyambutnya dengan pertunjukan seni musik tradisional dari daerah Banyumas. (kiri)
         - Rektor Universitas Chiayi Taiwan dan segenap relawan Tzu Chi melihat aktivitas yang dilakukan para
           mahasiswa dan santri di kelas MI. Dengan bahan sederhana mereka membuat karya seni kreatif. (kanan)

Langkah pertama adalah para santri muda ini menyiapkan 6 buah warna cat air yang berbeda. Setelah dicampur dengan air, masing-masing warna ditaruh dalam wadah plastik berbeda. Dengan menggunakan sedotan plastik, sedotan dicelupkan ke dalam salah satu warna. Bagian atas sedotan ditutup dengan jari tangan, sehingga air berwarna itu terhisap seujung kuku (sedikit saja- red). Kemudian, sedotan yang telah berisi air berwarna itu diletakkan tepat di atas kertas gambar. Tetesan yang menggumpal itu kemudian ditiup-tiup secara acak hingga membentuk percikan-percikan air yang mencabang. Bahkan ada yang mirip ranting-ranting pohon yang indah. Setelah kering, langkah tersebut diulangi dengan menggunakan warna berbeda.

Setelah 6 warna itu semua dicoba, barulah terlihat hasilnya. “Kamu bikin apa?” tanya Nelly seraya mengajak anak-anak itu maju ke depan. “Gambar pohon,” ujar Andri. “Wah, benar, mirip pohon, kan?” ujar Nelly memberi semangat. “Kalau kamu?” tanya Nelly pada anak di sebelahnya. “Saya gambar Kota Taiwan,” jawab Leo senang. “Waduh hebat, kenapa kamu mau gambar peta Taiwan?” pancing Nelly. “Soalnya saya senang, dah bisa ketemu orang Taiwan,” jawab Leo yang bercita-cita menjadi ustadz ini.

 

foto  foto

Ket : - Sebelum menggarap lahan, para santri lebih dulu diberi pengarahan oleh Mahasiswa Universitas Chiayi.
          Kendala bahasa tidak masalah dengan adanya relawan Tzu Chi Indonesia yang menerjemahkan. (kiri)
         - Tidak hanya teori, tapi para mahasiswa ini juga turun langsung ke lapangan membimbing para santri
           menanam kacang tanah dan kacang panjang. (kanan)

Menanam Agar Mandiri
Di kelas murid Aliyah (setara SMA-red), mahasiswa dari negeri seberang ini juga mengajarkan cara menanam kacang tanah dan kacang panjang. “Ini adalah bibit-bibit unggul yang dibawa dari Taiwan,” ujar Ho Cing Le, dosen pendamping para mahasiswa ini. Selesai menjelaskan tentang teori dan langkah-langkah penanaman, para mahasiswa ini kemudian mengajak para santri untuk praktik langsung ke lapangan—menyiapkan lahan dan menanam bibit.

Ratusan santri dengan bersemangat segera menggarap lahan yang sebelumnya sempat ditanami tanaman jagung, palawija, dan terakhir bunga rosella. “Meskipun bibit unggul, tapi tetap harus dirawat. Jangan sampai kekurangan air,” Ho Cing Le berpesan. Menurutnya, pascapenanaman justru amat penting, karena jika tak dirawat dengan benar, bukan tidak mungkin bibit tersebut akan mati ataupun berakibat hasil yang dipanen tidak akan maksimal.

Kegiatan ini tidak hanya memberi manfaat kepada para santri di Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, tapi juga bagi para mahasiswa asal Taiwan ini sendiri. Seperti diakui oleh Cheng Ya Wen, “Kita jadi bisa melihat lebih jauh dunia yang lain, bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita.” Kedatangan mereka sendiri merupakan keinginan pribadi, bukan kewajiban dari kampus. Hanya, di Universitas Chiayi memang ada kegiatan-kegiatan untuk menjadi relawan yang bertujuan memberikan bantuan ke luar negeri. Pendanaannya pun dibiayai oleh negara dan universitas. “Hanya kalau visa itu dibayar sendiri,” ujar Clin Kai Hsin. Seperti teman-teman mereka yang di jurusan pertanian, Cheng Ya Wen dan Clin Kai Hsin yang kuliah di fakultas seni pun berusaha memberikan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki dengan sungguh-sungguh, namun dengan cara yang rileks dan bersahabat. “Tujuannya agar anak-anak dapat merasakan kegembiraan di kelas,” jawab keduanya. Selain pengetahuan yang bermanfaat, memberikan kegembiraan kepada orang lain pun merupakan suatu hal yang amat bernilai. Di masa yang akan datang, semoga akan semakin banyak tunas-tunas muda yang memiliki sifat kerelawanan, yang bekerja melintasi agama, ras, suku, dan golongan. Jika ini bisa dikembangkan lebih luas lagi, maka dunia tentunya akan menjadi lebih baik dan harmonis di masa yang akan datang.

 

 

Artikel Terkait

Menjalani Hidup Penuh Makna, Penuh Sukacita

Menjalani Hidup Penuh Makna, Penuh Sukacita

14 Februari 2017

Kelancaran kegiatan Pemberkahan Awal Tahun pada 11-12 Februari 2017 tak lepas dari peran para relawan yang membersihkan Aula Jing Si. Sepekan sebelumnya, puluhan relawan berdatangan di Aula Jing Si sejak pagi. Sekitar 26 insan Tzu Chi komunitas He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading bergabung bersama relawan lainnya untuk membersihkan rumah batin kebanggaan insan Tzu Chi Indonesia ini.

Kreasi Relawan dalam Pameran Xiang Ji Fan

Kreasi Relawan dalam Pameran Xiang Ji Fan

22 Agustus 2014

Untuk mensosialisasikan Xiang Ji Fan pada masyarakat Indonesia, Tzu Chi mengadakan pameran Xiang Ji Fan bersamaan dengan kegiatan Doa Bersama Bulan 7 Penuh Berkah pada tanggal 17 Agustus 2014. Relawan berkreasi membuat berbagai penganan unik dan lezat dari Xiang Ji Fan

Suara Kasih : Tiga Bentuk Dana

Suara Kasih : Tiga Bentuk Dana

09 Mei 2011
Empat unsur alam sedang berjalan tak selaras. Karena itu, hidup di bumi ini meningkatkan kewaspadaan saja tidaklah cukup. Kita juga harus giat melatih diri. Bagaimana cara kita memulainya? Kita harus fokus dan pantang mundur.
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -