Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jawaban Dari Doa-doa Warga Palu

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Arimami SA


Relawan Tzu Chi kembali datang ke Palu untuk melanjutkan penandatanganan perjanjian hunian tetap gelombang ke-2 pada 14-15 Maret 2020. Di gelombang kedua ini ada 490 warga yang berbahagia dengan makin dekatnya mereka mendapatkan rumah dari Tzu Chi.

Air mata berlinangan di pipi Marlina Manopo (33) saat hendak mengambil nomor huni rumah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Sabtu 14 Maret 2020. Sesekali ia mengusap air mata itu dengan ujung jilbabnya.

“Silahkan ibu berdoa dulu ya, semoga Tuhan pilihkan yang terbaik,” kata Sudarman Lim, relawan Tzu Chi yang memegang toples kaca berisi kertas-kertas merah bernomor hunian rumah.

Usai berdoa, Marlina pun memasukkan tangannya ke toples itu. Dari tangannya keluarlah sebuah angka di blok dan nomer berapa rumah yang akan ia tempati.

“Saya bersyukur karena Tuhan menjawab doa-doa saya. Dan saya bersyukur bahwa masih ada yang memperhatikan kami,” tutur warga Pantoloan, kelurahan Tawaeli, Kota Palu yang merupakan korban tsunami ini.


Marlina Manopo tak mampu membendung lagi air mata bahagianya. Ia bahagia akhirnya mendapatkan rumah sekaligus terharu dengan bagaimana Tzu Chi begitu peduli dengan warga Palu. 

Marlina masih bersyukur anggota keluarganya selamat. Namun rumahnya yang berjarak 80 meter dari bibir pantai itu hancur lebur.

“Bukannya tidak mau terima takdir, hanya saya masih belum bisa melupakan kejadian itu. Meski tak ada keluarga yang jadi korban, cuma itu masih menggoreskan luka yang dalam. Di sini saya mengucapkan terima kasih kepada Tzu Chi yang sudah membantu kami, yang mau meringankan beban kami,” pungkasnya.

Seperti biasa, Taman Vatulemo kota Palu selalu ramai di akhir pekan. Ada yang lari pagi, senam aerobik, ada pula yang sekadar duduk bersantai. Namun di baruga, bangunan khas di sudut taman itu juga tengah ramai warga dengan membawa map-map. Warga inilah yang satu langkah lagi bakal menempati Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako. Perumahan ini dibangun oleh Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Eka Tjipta Foundation dan Indofood untuk warga korban gempa, likuefaksi dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 28 September 2018.

Penandatanganan perjanjian hunian tetap ini merupakan gelombang ke-2 di mana gelombang pertama telah digelar pada 12 Januari 2020 dan diikuti oleh 327 warga. Sementara di gelombang kedua ini total 490 warga yang dibagi dalam dua hari, 14-15 Maret 2020.

Tak Luntang-lantung Lagi


Ahmad Zainudin Nur, meskipun wajahnya begitu tenang, ada perasaan haru mendalam yang dirasakannya usai mendapatkan nomor huni rumah.

Sementara itu Ahmad Zainudin Nur yang merupakan mahasiswa semester 6 di Universitas Tadulako tampak begitu tenang saat akan mengambil nomor huni. Dengan pesan yang sama Sudarman Lim juga mempersilahkan Ahmad untuk berdoa terlebih dulu.

Sambil memejamkan mata, Ahmad pun mengambil nomor huni tersebut. Seketika kenangan akan ayah dan ibunya hadir di pelupuk mata. Ahmad telah kehilangan kedua orangtuanya sekaligus dalam bencana likuefaksi di Kelurahan Balaroa. Jasad kedua orang tua yang begitu ia sayangi tersebut bahkan tak bisa ditemukan.

Saat likuefaksi terjadi, Ahmad sedang dalam perjalanan pulang dari kampus dengan mengendarai motor. Sudah dekat komplek rumah, tiba-tiba tampak tanah di perumahan Balaroa bergerak dan bergeser. Ia pun tak bisa masuk ke kompleks rumah untuk menyelamatkan kedua orang tuanya. Biasanya di jam-jam itu, kedua orang tua Ahmad pasti bergegas menuju masjid untuk Salat Maghrib berjamaah.

“Tetangga sempat melihat, katanya yang pertama tenggelam itu ayah saya, kemudian disusul oleh ibu saya. Terperosok ke dalam lalu tertutup tanah,” kata Ahmad. Ahmad masih bisa bersyukur ada tetangga yang menjadi saksi mata, setidaknya ia tidak diliputi rasa penasaran.


“Terima kasih ya bapak dan ibu. Semoga rumahnya nanti berkenan dan bermanfaat untuk bapak dan ibu,” kata Felix Juwono, relawan dari Komunitas He Qi Utara 1 kepada warga Palu yang sudah menandatangani perjanjian.


Joe Riadi bercengkrama dengan warga yang diliputi kebahagiaan karena sebentar lagi mendapatkan hunian yang nyaman.

Dan sebenarnya rumah Ahmad berjauhan dengan masjid. Karena likuefaksi ini, tanah masjid pun tersorong ke arah rumahnya di Jalan Melati Raya, membuat jarak rumah dengan masjid menjadi berdekatan.

Pada hari kedua setelah bencana itu, rumah Ahmad masih tersisa puing-puing. Ia pun masih bisa mengais barang-barang berharga milik kedua orang tuanya termasuk surat tanah yang kemudian ia urus untuk bisa mendapatkan bantuan rumah dari Tzu Chi ini. Ahmad juga masih bisa mengambil uang tunai dan emas peninggalan kedua orang tuanya. Sebelum bencana, kedua orang tua Ahmad memiliki pabrik kerupuk di dekat rumah. Usaha Krupuk Harum Manis, nama pabrik kerupuk ini bahkan punya delapan karyawan.

Di bekas rumah Ahmad itu kini menjadi gundukan tanah dan rawa-rawa. Untuk mengenang kepergian kedua orang tuanya, Ahmad meletakkan nisan di atasnya dan kerap datang ke sana dengan membacakan doa dan membawakan bunga.

Kini Ahmad tinggal sebatang kara dan menumpang di rumah kos milik orang tua sahabatnya.

“Dia bilang tinggal saja di sini sama-sama biar tidak usah bayar,” kata mahasiswa semester enam jurusan pertanian ini. Sementara ketiga kakak Ahmad yang sudah berkeluarga kini tinggal di luar kota Palu mengikuti suami mereka.

Dengan segala kesabaran dan doa yang selalu dipanjatkan Ahmad, harapan untuk punya tempat tinggal sendiri kini sudah di depan mata.

Alhamdulillah akhirnya dapat juga rumah ini, yang selama ini ditunggu-tunggu. Saya sangat senang dengan adanya perumahan ini bisa membantu saya yang bisa dikatakan saya luntang-lantung, cari makan juga, kan anak kosan,” katanya.

“Semenjak kejadian itu selalu di benak saya itu kepikiran ‘duh saya ini sudah hidup sebatang kara, orang tua sudah tidak ada, kakak-kakak saya sudah ikut suaminya. Dan saya belum punya banyak pengalaman, belum kerja, tidak tahu ikut siapa,” tambahnya.

Selepas menempati rumah nanti, Ahmad berencana untuk merangkak membangun kembali usaha krupuk seperti yang pernah dirintis sang ayah.


Para sukarelawan yang membantu suksesnya acara ini diberikan briefing oleh Andre Zulman tentang prosedur alur juga agar selalu memberikan layanan yang terbaik kepada warga.


Semua tim relawan yang bertugas mengenakan masker dan selalu menjaga kebersihan tangan dengan hand sanitizer ataupun hand rub agar semakin nyaman dalam menjalankan tugas kali ini.

Ada satu hal lagi yang dicermati Ahmad dalam alur penandatanganan perjanjian ini, yakni suasana nyaman yang diciptakan relawan. Meski warga yang datang banyak, tapi suasana sangat kondusif dan tenang. Antar warga pun dapat saling bersilaturahmi di sini.

“Menurut saya memang Tzu Chi ini bagus sekali. Lalu kerja relawannya sangat totalitas. Sampai diberikan makanan ringan begini. Pelayanannya sangat bagus, teratur, rapi, tidak ada berdesakan juga, saya sangat salut sekali,” katanya.

Tapi sesungguhnya suasana kondusif tak hanya relawan ciptakan di dalam tahapan-tahapan ini. Di dalam rumah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako yang pembangunannya sebentar lagi rampung, Tzu Chi juga memastikan kelayakan dan kenyamanan bangunan dari banyak segi, misalnya air, listrik, pintu, serta perabotan rumah.

“Saat serah terima nanti bahkan warga tidak akan sekedar diberikan kunci rumah saja, warga akan diberikan daftar untuk mereka dapat cek semua, lampu menyala atau tidak. Air di kamar mandi lancar atau tidak. Bahkan apakah ada lantai keramik yang retak, termasuk kunci pintunya sudah berfungsi dengan baik atau tidak," kata Joe Riyadi, relawan Tzu Chi yang mengkoordinir tahapan penandatanganan perjanjian hunian tetap ini.

“Masyarakat kan sudah setahun lebih tinggal di huntara, seperti kata Pak Aguan (Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia) kita beri ranjang, meja itu tidak seberapa karena mereka sudah sengsara setahun lebih, tinggal di huntara-huntara,” sambung Joe Riyadi.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Antusias Warga Palu, Itu Yang Menjadi Bahan Bakar Kami

Antusias Warga Palu, Itu Yang Menjadi Bahan Bakar Kami

18 Maret 2020

Waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Namun teriknya, seolah matahari telah berada tepat di atas kepala. Pagi itu relawan Tzu Chi punya tugas berat, berat dalam artian sesungguhnya, mengangkat perabot atau barang-barang perlengkapan rumah tangga untuk dimasukkan ke tiap rumah di Perumahan Cinta Kasih Tadulako.

Perumahan Cinta Kasih Tadulako yang Menghapus Kesedihan Warga Palu

Perumahan Cinta Kasih Tadulako yang Menghapus Kesedihan Warga Palu

05 Maret 2019

Lebih dari lima bulan sudah, warga Palu, khususnya yang rumahnya hancur karena gempa, tsunami, dan likuifaksi terpaksa tinggal di tempat sementara. Menjawab harapan warga untuk dapat kembali tinggal di rumah yang layak, kemarin, Senin 4 Maret 2019, peletakan batu pertama Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako 1 dan 2 akhirnya terlaksana.

Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jawaban Dari Doa-doa Warga Palu

Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jawaban Dari Doa-doa Warga Palu

15 Maret 2020
Air mata berlinangan di pipi Marlina Manopo (33) saat hendak mengambil nomor huni rumah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Sabtu 14 Maret 2020. Sesekali ia mengusap air mata itu dengan ujung jilbabnya.
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -