Pewarisan Dharma Melalui Genta dan Genderang Insan Tzu Chi
Jurnalis : Nuraina (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan (Tzu Chi Medan)
Relawan Tzu Chi mempersembahkan pementasan Zhong Gu ( Genta dan Genderang) dalam konser Amal DAAI Night 2017.
DAAI TV Indonesia konsisten menyajikan tayangan bernilai kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dalam rangka sepuluh tahunnya, DAAI TV mempersembahkan konser Amal Daai Night 2017 dengan menampilkan Disabled People's Performing Art Troupe dari Tiongkok di Sky Convention Hall, Komplek Cemara Asri Medan pada 22 dan 23 Juli 2017.
Sebagai wujud dukungannya, relawan Tzu Chi mempersembahkan pementasan Zhong Gu (Genta dan Genderang). Walaupun ini merupakan pementasan Zhong Gu yang kedua kalinya setelah pementasan pertama Mei lalu di acara Waisak, namun tim Zhong Gu tetap giat berlatih, apalagi yang ikut pementasan bertambah dari 25 orang menjadi 52 orang.
Di awal acara DAAI Night, suara genta dan genderang menggema ke seluruh ruangan, apalagi kali ini ada Li Gu (gendang besar) yang membahana. Seakan menyadarkan semua penonton bahwa sudah saatnya untuk mempraktikkan jalan kebenaran (ajaran Jingsi) dan berjalan di jalan Bodhisatwa (Mazhab Tzu Chi). Ditambah dengan tayangan dilayar besar tentang bencana alam yang menandakan bumi sudah tidak sehat dan menunggu uluran tangan.
Karena itu semua orang hendaknya bersama-sama bergandengan tangan mempraktikkan jalan kebenaran, menyelamatkan bumi agar masyarakat damai sejahtera dan dunia terbebas dari bencana. Jelas relawan Sylvia. "Makna genta dan genderang ini, saat berbunyi itu bisa terdengar dalam 10 penjuru dunia. Ajaran Jingsi mewariskan Dharma dan intisari Ďharma Tzu Chi yaitu Jingsi Fa Mai. Mewariskan Dharma yaitu dengan ketulusan hati, kebenaran hati, keyakinan dan kesungguhan hati, kejujuran dan kita giat mempraktikkan dalam masyarakat dengan mengamalkan welas asih, cinta kasih dan juga suka cita dan keseimbangan batin,” jelasnya.
Pramono wirjadi dan Cedric menabuh genderang besar.
Pementasan Zhong Gu kali ini berbeda dengan Zhong Gu pertama kalinya di bulan Mei lalu, karena Zhong Gu kali ini juga memakai gendang besar di samping Genta dan Genderang Jingsi. Untuk mempelajari gendang besar, Pramono wirjadi dan Cedric belajar ke Taiwan.
“Tidak gampang juga belajar gendang besar, karena badan sewaktu memukul gendang harus bend, harus meliuk, harus turun ke bawah dan harus pakai otot perut. Serta pergelangan tangan sewaktu memukul harus kuat tapi tidak memakai otot melainkan cuma memakai sentakan,” Pramono menceritakan pengalamannya.
Cedric juga menambahkan, “Belajar ke Taiwan, bukanlah sebuah beban melainkan perasaan bahagia karena bisa membabarkan Dharma, membabarkan ajaran Jingsi".
Jarak yang jauh bukan penghalang selagi punya tekad, seperti halnya Carina Suria dan Jefri Viryadi yang sekarang kuliah di Jakarta dan menjadi Tzu Qing Jakarta. Namun karena tekad untuk ikut Zhong Gu, mereka pulang ke Medan untuk ikut pementasan. “Ketika pementasan Zhong Gu pertama kali di acara Waisak, kala itu jadwal kuliah belum liburan, maka saya latihan dengan melihat video dari teman-teman dan setelah liburan, dalam seminggu harus full latihan dan sekarang dapat kesempatan kedua kalinya pada acara DAAI Night ini" Carina menceritakan.
Jefri yang juga mendapat berkah untuk ikut pementasan Zhong Gu merasa sangat bersyukur. “Melihat pementasan teman-teman Mei kemarin, saya sangat tertarik. Dan begitu ditawari untuk ambil bagian, saya langsung terima walau harus menunggu liburan baru bisa pulang ke Medan. Dari Zhong Gu ini, saya dapat pelajaran yang sangat berharga yaitu, apa yang akan kita capai harus berawal dari sebuah tekad".
Jarak yang jauh bukan
penghalang bagi Carina Suria dan Jefri Viryadi untuk turut serta.
Pramono wirjadi dan Cedric saat berlatih menabuh genderang besar.
Sebagai koordinator Zhong Gu, pasti ada suka dan dukanya karena sifat anak-anak berbeda dan sikap setiap pemukul genta juga berbeda-beda, namun Sylvia merasakan lebih banyak sukanya dari pada dukanya "Saya merasa lebih banyak sukanya melihat anak-anak begitu semangat, apalagi mereka begitu menyukai lagu "ketekunan" yang menurut mereka sangat memotivasi semangat mereka. Dan setiap latihan, anak-anak tetap terlebih dahulu mendengarkan ceramah Master Cheng Yen, sehingga anak-anak paham kalau Zhong Gu ini bukan sebuah pementasan tetapi untuk mewariskan Dharma,” imbuh Sylvia.
Semangat dari ajaran Jing si adalah ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kejujuran. Jalan Bodhisatwa dari Mazhab Tzu Chi adalah cinta kasih, belas kasih, suka cita dan keiklasan. Master Cheng Yen dalam ceramahnya, "Genderang tidak ditabuh takkan berbunyi. Genderang mesti ditabuh orang. Silsilah ajaran Jingsi juga harus diwariskan oleh orang”. Inilah Perwarisan Dharma melalui genta dan genderang dari insan Tzu Chi.
Editor: Khusnul Khotimah