Posko yang Menebarkan Harapan
Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana * Seorang dokter dari RSKB Cinta kasih sedang memeriksa seorang pasien. rata-rata penyakit yang dikeluhkan adalah demam, gatal, diare, juga kutu air. | Banjir bukan hanya masalah air yang meluap dan menggenangi rumah. Yang lebih menakutkan dari banjir adalah timbulnya berbagai penyakit sebagai akibat tinggal di tengah genangan air kotor selama berhari-hari. Tepatnya mulai hari Minggu, 4 Februari 2007, Posko Penanggulangan Banjir yang didirikan Tzu Chi di daerah Pantai Indah Kapuk membuka pelayanan kesehatan gratis. Para dokter dan karyawan RSKB Cinta Kasih di Cengkareng untuk sementara pindah tugas ke posko ini. |
Perumahan warga Kelurahan Kapuk Muara dengan posko Tzu Chi dibatasi oleh sungai kecil dan pagar pembatas. Pada pagar pembatas yang panjangnya mencapai 1 kilometer itu, dibuka sebuah pintu kecil dan terdapat jembatan, dan warga pun dapat mencapai posko melalui jalan ini. Namun, warga tetap harus berjalan kaki cukup jauh, sekitar 15-20 menit dari pintu kecil itu ke arah posko yang notabene juga merupakan tempat pelayanan kesehatan. Pada hari kedua dibukanya posko kesehatan, antrian warga yang ingin memeriksakan penyakit mereka masih panjang. Di bawah tenda Tzu Chi, sekitar 30 relawan, 7 dokter, dan 15 staf medis sibuk memberikan pelayanan mulai pendaftaran, pemeriksaan, hingga memberikan obat. Sementara pasien datang secara susul-menyusul, dari berbagai usia mulai balita hingga orang tua. Untuk mencapai posko ini, beberapa warga diangkut dengan perahu, namun tidak sedikit yang harus datang dengan berjalan kaki menembus air setinggi dada. Mereka harus memutar dari rumah menuju ke pintu kecil itu, lalu dengan badan setengah basah berjalan dari pintu kecil ke posko kesehatan, baru mengantri untuk diperiksa. Rata-rata mereka tidak memakai alas kaki. Ibu Wami termasuk seorang warga yang datang dengan berjalan kaki. Ia memeriksakan Rizky Maesah, cucunya yang baru berusia 4 bulan. Menurutnya, sejak pukul 3 subuh, Maesah mencret. Karena khawatir, ia pun membawa Maesah ke posko kesehatan Tzu Chi. Dengan berjalan menembus air yang dingin, ia membawa ember yang dilengkapinya dengan bantal untuk tempat Maesah berbaring, agar tidak terkena air. "Kebetulan ada pengobatan ini. Untung ada ini," katanya. Wami yang tinggal di RT 03, RW 01, Kelurahan Kapuk Muara ini tinggal serumah dengan keempat anak dan 3 orang cucunya. Tasmi, putri sulungnya yang juga adalah ibu Maesah, menjalani operasi caesar saat melahirkan Maesah, karena itu Tasmi tidak dapat mengantar sendiri anak keduanya itu, "Takut bekas jahitan di perutnya kena air," jelas Wami. Tenda Tzu Chi seukuran 3 meter x 5 meter itu tidak mampu meneduhkan semua orang baik relawan Tzu Chi maupun pasien yang berkumpul hari itu. Karena itulah atas dukungan dari TNI Angkatan Darat, ditambahkan sebuah tenda sebagai tempat berteduh warga yang sedang menunggu obat. Selain itu, Sugianto Kusuma, wakil Ketua Yayasan Tzu Chi yang kebetulan sedang berada di lokasi juga mengingatkan agar relawan membagikan air minum kepada para warga yang sedang menunggu obat. Warga yang memang kekurangan air bersih (termasuk air minum) selama banjir, menyambut pemberian air mineral ini dengan gembira. "Duh bajunya basah begini," kata dr Kurniawan pada Gandhi. Pakaian yang dikenakan anak laki-laki umur 8 tahun itu memang masih lembab. Maklumlah, untuk mencapai posko kesehatan Gandhi harus setengah berenang sebab ketinggian air sudah melebihi tinggi badannya. Ia bahkan meminta ibunya untuk membawakan sebongkah styrofoam sebagai "pelampung" untuknya. Gandhi dan kakak perempuannya (Rahma) juga menderita mencret, sementara ibunya mual-mual dan gatal. Banjir yang sudah memasuki hari keempat ini menyebabkan baju kering menjadi barang langka yang berharga. Relawan Tzu Chi yang mendengar pernyataan dr Kurniawan dan kebetulan membawa bantuan pakaian untuk anak-anak, segera mengeluarkan pakaian lalu memberikannya pada Rahma. Mereka tidak dapat memberikan pakaian untuk Gandhi sebab yang tersedia saat itu hanya pakaian untuk anak perempuan. "Jangan basah lagi, ya," kata Chi Ing, relawan Tzu Chi. Setelah memeriksa kondisi anak dan ibu ini, dr Kurniawan memberikan resep oralit. Kompak Membantu Sesama Dapur umum yang dibangun bekerja sama dengan Kodam Jaya ini, setiap harinya memasak 2 kali, untuk makan siang dan makan malam. Sekali masak untuk 1.000 porsi. Sekitar 10 orang tentara tinggal di dapur umum ini sejak hari Jumat lalu (2 Februari 2007), salah satunya adalah Aiman. "Biasanya masak pagi ama siang. Hari ini menunya sayur sawi, buncis, wortel, lalu oseng-oseng tempe tahu, sama telur rebus," ujar Aiman yang menjabat tukang masak di dapur ini. Menurut Aiman yang sudah bertugas sebagai tukang masak sejak tahun 2000 di Angkatan Darat, memasak menu vegetarian dalam kondisi ini justru memberikan keuntungan tersendiri. "Masak vegetarian jadi ga cepat basi, kalo masak daging, kita malah repot," jelasnya. Sesungguhnya, rumah Aiman yang bertempat di Menteng, Jakarta Pusat juga terkena banjir setinggi lutut, namun demi tugas pengabdian pada masyarakat, Aiman memilih melepaskan kekhawatiran akan kondisi rumahnya sendiri. Selain tentara yang secara permanen bertugas di dapur umum ini, relawan Tzu Chi juga membantu terutama saat menyiapkan bahan masakan dan saat membungkus nasi dan sayur. Kerja sama yang terjalin baik ini memberikan kesan tersendiri bagi Aiman, "Saya melihat kompak sekali, baik dari relawan, warga, juga pasukan. Tanpa komando semua bisa langsung kerja," ungkapnya lagi. | |
Artikel Terkait
Mempererat Jalinan Jodoh di Surabaya
07 Februari 2023Sebagai salah satu bentuk ungkapan syukur menyambut tahun 2023, Tzu Chi Surabaya kembali mengadakan acara Pemberkahan Awal Tahun 2023. Acara dihadiri sekitar 90 orang relawan.