Potret Cinta Kasih Orangtua di Baksos Tzu Chi Padang

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah

doc tzu chi

Operasi kali ini merupakan operasi kedua bagi Iman Nadiroha. Ayahnya berharap operasi berjalan baik dan dapat membuat Iman makin semangat dalam menggapai cita-citanya. 

“Saya tahu hasilnya lebih bagus karena menengok dari yang lain. Hasilnya kan tidak pakai jahitan sehingga tidak timbul, tampak halus. Makanya saya semangat bawa anak ke sini biar pun jauh.”

Kalimat itu terlontar dari mulut Marlan (56), ayah Iman Naridoha (9,5), salah satu pasien bakti sosial (baksos) Tzu Chi Padang. Tzu Chi Padang kembali menggelar baksos pengobatan katarak, pterygium, dan bibir sumbing di Rumah Sakit Tentara Dr. Reksodiwiryo. Baksos yang digelar pada 24-26 Februari 2017 ini dikuti oleh 308 pasien. Jumlah pasien katarak mencapai 147, pasien pterygium 146, dan bibir sumbing sebanyak 15 pasien.

Sebelumnya, pada tahun 2012, Iman sudah menjalani operasi bibir sumbing. Namun hasilnya kurang optimal. Bekas jahitan operasi bibir Iman yang terbelah pun terlihat mencolok. Marlan membandingkannya dengan beberapa pasien yang pernah dioperasi dalam baksos Tzu Chi Padang. Marlan menilai, hasil operasi Tzu Chi Padang terlihat baik. Karena itu Marlan bergegas mendaftarkan anaknya.

“Tahu kegiatan ini dari Babinsa (Bintara Pembina Desa-red) kira-kira empat bulan lebih yang lalu. Dengan hasil yang begitu, kita punya target yang sama biar anak saya tidak minder,” ujar Marlan. 

Agar tidak terlambat, Marlan yang warga Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat ini mencarter mobil. Ia berangkat pada pukul empat sore dan tiba tengah malam di Kota Padang. Meski lelah, Marlan dan sang istri, Rohinam (47) terus menghibur Iman yang lapar karena harus berpuasa sebelum operasi. Orang tua lainnya juga tampak antusias dengan harapan yang sama, yakni supaya anak mereka bisa dioperasi dan sembuh. 

Selama ini, jelas Marlan, Iman kerap tercekik saat memaksakan diri berenang di sungai. Ini akibat terdapat lubang di langit-langit Iman.

"Mandi di sungai, nyelam pun tidak bisa. Kadang-kadang kita mandi di sungai, dia coba-coba juga. Makanya sering kecekik dia. Iman tidak kapok tapi kita yang ngeri., kita yang kasihan. Kan kita tidak tahu dia pergi sama kawan-kawannya," ujarnya.

Pengen bisa renang, gaya kupu-kupu, bisa meniup,” kata Iman dengan suara cadel membenarkan penjelasan ayahnya. Iman adalah anak kelima dari lima bersaudara, dan hanya Iman sendiri yang mengalami bibir sumbing.

Baksos yang digelar pada 24-26 Februari 2017 ini diikuti oleh 314 pasien. 15 diantaranya merupakan pasien bibir sumbing.


Iman telah mendapatkan dua operasi, yakni penutupan langit-langit, dan perbaikan bibir.

Meski kurang jelas saat berbicara, sifatnya yang penyayang dan mudah mengalah membuat Iman disukai teman-temannya. Iman juga ditunjuk teman-temannya sebagai ketua kelas. Saat ini Iman duduk di bangku kelas 3 SD dan mendapatkan ranking ketiga. Orang tuanya mengaku selalu memotivasi Iman agar menjadi anak yang kuat dan tidak merasa minder. Marlan yang bekerja sebagai staf di kantor kecamatan juga kerap membawa Iman bertemu dan bergaul dengan anggota polisi dan TNI. Usaha ayahnya ini pun membuahkan hasil.

“Mental dia kan lapangan juga. Jadi saya sudah membiasakan Iman. Ke warung pun saya bawa. Biar bergaul sama yang tua. Rajin belajar dia, belajar baru main. Cita-citanya mau jadi tentara,” kata ayahnya. 

Saat jam makan siang tiba, relawan Tzu Chi Padang, Engki Yuliandri yang menjadi koordinator untuk pasien, mendekati para orang tua. “Bapak ibu, makanan sudah tersedia di tenda konsumsi. Silahkan mengambil jatah makan siangnya ya bapak ibu,” kata Engki.

Tak ada orang tua yang beranjak, meski menyimak penjelasan Engki. “Terima kasih pak, tapi saya tidak ingin makan apapun sebelum anak saya dioperasi,” jawab Rohinam dengan lembut.

Mendengar jawaban Rohinam dan orang tua yang lain, Engki langsung maklum. Pemandangan ini memunculkan keharuan di hatinya.

“Orang tua berkomitmen sebelum anaknya keluar dari operasi, anaknya puasa saya juga harus puasa. Itu membuat saya merinding. Penuh dengan rasa syukur kita yang masih sehat, kita yang masih bisa bersumbangsih, melakukan apapun ya kita akan lakukan yang terbaik,” ujar Engki.

Setelah menunggu beberapa jam, perawat pun memanggil nama Iman. Marlan menemaninya masuk hanya sampai ke ruangan ganti. Ditemani beberapa perawat, Iman yang pemberani ini masuk ke ruangan operasi.

Pada baksos Tzu Chi Padang kali ini, tak hanya pasien katarak dan pterygium yang rumahnya jauh saja yang bisa menginap di rumah sakit. Pasien bibir sumbing juga menginap di rumah sakit agar dapat langsung diperiksa oleh dokter keesokan harinya.

Koordinator untuk pasien, Engki Yuliandri bersyukur operasi  bibir sumbing telah berjalan dengan baik. Banyak pelajaran yang ia dapatkan dari baksos ini. Tak hanya tentang betapa manusia harus banyak bersyukur atas kesehatannya, tapi seseorang juga harus bersyukur karena memiliki orang tua yang memberikan cinta tanpa syarat dan batas.

“Kalau secara pribadi, saya sebenarnya ingin menangis. Sangat terharu melihat beberapa pasien yang benar-benar sangat membutuhkan, juga kasih sayang orang tua kepada anaknya,” kata Engki.

dr. Yantoko (paling kanan) saat memberikan saran-saran kepada orang tua pasien bibir sumbing. Selama dua minggu ini para pasien hanya boleh mengkonsumsi makanan cair. 

Semangat untuk Iman

Keesokan harinya, Dokter yang menangani Iman, dr. Yantoko Sp.BP-RE memeriksa kondisinya yang masih lemas dengan selang infus di tangannya. Iman telah mendapatkan dua operasi, yakni penutupan langit-langit, dan perbaikan bibir.

“Iman datang dengan masalah, satu, langit-langitnya belum dioperasi yang seharusnya optimal usia satu setengah tahun. Terlambat sehingga suaranya cadel, tidak begitu jelas. Tapi kita tetap berupaya. Kita berupaya langit-langit tetap kita tutup supaya secara anatomi, ada sekat yang memisahkan antara rongga hidung dan rongga mulut sehingga makanan tidak masuk dalam rongga hidung. Dan dia secara psikis, merasa punya langit-langit seperti teman-temannya yang normal,” jelas dr. Yantoko.

dr. Yantoko juga berpesan kepada orang tua Iman agar memperhatikan makanan Iman. Selama dua minggu, Iman dan pasien lainnya harus mengkonsumsi makanan cair tanpa ampas karena dia tidak boleh mengunyah. Setelah itu baru bertahap makan bubur.

“Setelah ini InsyaAllah tidak ada lagi operasi berikutnya. Dia bisa bersosialisasi seperti teman-teman lain yang normal. Kita meminimalisir kecacatan itu. Sehingga dia punya kesempatan yang sama,” jelas dr. Yantoko.

Mengetahui cita-cita Iman yang ingin menjadi tentara, dr. Yantoko juga menyampaikan motivasi kepada Iman. Meski lemas usai operasi, Iman tampak mendengarkan nasihat dokter.

“Otak sama dengan yang lain. Yang berbeda itu apa? Kemauan, niat, dan daya juang masing-masing orang yang berbeda. Dia berjuang lebih, dia bisa jadi menteri, pengen jadi tentara boleh. Orang yang berjuanglah, orang yang akan mendapatkan hasil yang lebih. Kalau tidak berjuang, meski badannya bagus, tidak akan bisa. Ya Iman ya? Belajarlah yang baik,” kata dr. Yantoko. 

Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Meringankan Beban Korban Banjir di Padang

Meringankan Beban Korban Banjir di Padang

16 Oktober 2018
Bencana banjir bandang di Kabupaten Pasaman menggerakkan relawan Tzu Chi Padang untuk memberikan bantuan. Walaupun jarak tempuh antara Padang dengan Kabupaten Pasaman cukup jauh dan bisa memakan waktu sekitar 5 jam, relawan tak urung hadir untuk meringankan beban para korban.
Peduli Sesama Melalui Donor Darah

Peduli Sesama Melalui Donor Darah

21 April 2017

Minggu, 16 April 2017 relawan Tzu Chi Padang mengadakan kegiatan rutin berupa donor darah yang bekerja sama dengan PMI Kota Padang. Kegiatan ini nampaknya merupakan kegiatan yang sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat karena sejak dibuka, masyarakat antusias datang dan mendaftarkan diri untuk donor.

Bedah Buku yang Menginspirasi

Bedah Buku yang Menginspirasi

03 Juli 2014 Dalam bedah buku ini mempelajari tentang bagaimana cara mengunakan waktu dan ingatlah mengatur waktu jangan sampai waktu yang mengatur kita.
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -