Prajurit Pelindung Jiwa
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha
* Tidak hanya berbuat kebajikan dengan menolong orang yang sakit, para anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia, juga pandai memainkan drama "Dokter yang Humanis". |
Berbekal sepasang tangan, pisau bedah, dan stetoskop, “prajurit pelindung jiwa” mulai bekerja. Bukan untuk setumpuk uang atau sebuah kejayaan, mereka ada atas dasar kemanusiaan dengan tujuan yang sama, yakni meringankan penderitaan manusia yang terbelenggu oleh penyakit. |
Mereka adalah para tenaga medis Tzu Chi International Medical Association (TIMA), yang senantiasa setia mencurahkan tenaga serta kemampuan mereka dalam setiap kegiatan bakti sosial kesehatan yang diadakan oleh Tzu Chi. TIMA adalah asosiasi relawan dokter, perawat, dan tenaga paramedis di bawah naungan Yayasan Buddha Tzu Chi.
Master Cheng Yen selalu menghimbau, dalam setiap pemberian bantuan kesehatan, para tenaga medis Tzu Chi, diharapkan tidak hanya mengobati penyakit fisik, namun juga memperhatikan aspek psikologis. “Bagi seorang insan TIMA, pasien bukanlah sebuah objek, tapi melainkan subjek yang harus dilayani dengan kerendahan hati,” tutur dr Hengky Ardono, dalam acara Gathering TIMA Indonesia, 28 – 30 November 2008, di The Ardjuna Hotel, Bandung, Jawa Barat. Sentuhan hangat yang penuh cinta kasih adalah obat yang paling mujarab bagi orang yang sedang sakit. Oleh sebab itu, dalam setiap kegiatan baksos kesehatan Tzu Chi, para tenaga medis Tzu Chi terlihat tidak segan-segan untuk berinteraksi langsung dengan para pasien. Mulai dari mengajak ngobrol, bersenda gurau, atau bahkan memberikan semangat kepada para pasien di ruang pemulihan. “Budaya seperti ini, harus terus dikembangkan. Tidak hanya bertindak secara profesional, para tenaga medis Tzu Chi juga dituntut untuk memberikan cinta kasih dalam setiap pelayanannya,” tambah Hengky. Ket : - Sambutan hangat dari para relawan Tzu Chi Bandung, menghilangkan rasa lelah para dokter dan paramedis Merekrut Tenaga Medis Budiman Melihat kondisi ini, TIMA Indonesia mencoba untuk terus menggugah hati para tenaga medis, untuk turut serta bergabung dalam setiap kegiatan baksos kesehatan Tzu Chi di Indonesia. Tidak hanya itu, mengambil kesempatan dalam acara gathering TIMA, yang diikuti oleh 211 peserta yang berasal dari Bandung, Jakarta, Surabaya, Padang, Medan, Pekanbaru, dan Makasar, dr Hengky Ardono, selaku ketua TIMA Indonesia, mengemukakan harapannya, agar setiap kantor penghubung Tzu Chi di Indonesia memiliki TIMA. “Seperti yang telah kita ketahui, ladang kebajikan yang kita kerjakan semakin meluas. Kami merasa, kondisi TIMA pusat tidak kondusif untuk memenuhinya. Oleh sebab itu, kesempatan kali ini kami jadikan sebagai salah satu ajang untuk meraih perhatian dan motivator kepada seluruh kantor penghubung Tzu Chi, agar bangkit dan menumbuhkan TIMA di daerah,” jelas Hengky. Ini merupakan tantangan besar bagi setiap kantor penghubung Tzu Chi. Mengumpulkan tenaga medis untuk mengikuti kegiatan baksos kesehatan Tzu Chi mungkin bukanlah hal yang sulit, tapi membentuk tenaga medis yang budiman, memang membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra. Oleh sebab itu, dalam kegiatan gathering, para tenaga medis Tzu Chi kembali diingatkan tentang visi misi Tzu Chi dengan berbagai kegiatan, yakni sharing tentang misi kesehatan Tzu Chi, menyayangi bumi dengan gaya hidup sehat, hingga talk show apa yang dirasakan oleh para relawan dan insan TIMA bersama Tzu Chi. ”Dengan mengikuti acara seperti ini, rasanya saya kembali diingatkan mengenai misi awal kami yang berlandaskan cinta kasih, dan saya juga seperti mendapatkan semangat baru untuk terus maju, membantu masyarakat yang membutuhkan,” tutur dr Megawati Wijaya, MM, salah satu dokter umum yang sudah bergabung dengan Tzu Chi sejak tahun 1996. Ket : - Di hari ke dua gathering TIMA, 29 November 2008, 37 dokter yang terdiri dari 7 dokter umum, 9 dokter gigi, Belajar Budaya Tzu Chi “Saya sering melakukan bakti sosial, tapi di Tzu Chi saya menemukan sesuatu yang berbeda. Walaupun pengobatan diberikan secara gratis, namun peralatan serta pelayanan yang diberikan oleh Tzu Chi maksimal. Ini terlihat dari dukungan peralatan yang canggih, serta pendampingan para relawan yang penuh cinta kasih,” ucap Anthony Pratama, salah satu dokter dari Bandung. Anthony juga mengaku, banyak kebiasaan positif yang ia dapatkan dari setiap kegiatan baksos kesehatan. ”Biasanya kita setelah mengobati pasien lalu selesai begitu saja. Tapi sekarang, tanpa saya sadari, sikap perhatian saya kepada pasien baksos, terbawa hingga seluruh pasien umum saya,” ucapnya sambil tersenyum. Tidak hanya Anthony,drg Sharon Miradini dari Jakarta, juga menuturkan dirinya sangat kagum dengan kerapihan, dan kedisiplinan, yang telah menjadi budaya Tzu Chi. ”Mulai dari persiapan, hingga baksos selesai, mereka sangat menjaga kebersihan dan disiplin. Di sini, saya belajar untuk menghargai orang lain, bersyukur karena kedua tangan saya masih bisa berbagi cinta kasih untuk orang yang membutuhkan, serta mensyukuri kesehatan yang masih saya terima,” jelas Sharon. Ternyata memang bukan hanya sekadar meringankan penderitaan manusia. Menjadi tenaga medis budiman, juga menjadi salah satu tempat untuk belajar memperbaiki dan membentuk pribadi untuk menjadi lebih baik. |
|