Program Bakti Sosial 5 KM di Jayapura: Bahagianya Ham Masita Bisa Melihat Kembali

Jurnalis : Widodo (Tzu Chi Cabang Sinar Mas), Fotografer : Widodo, Denita S. Khadijah (Tzu Chi Cabang Sinar Mas)

Guido Mau (kiri) dan Ham Masita (90 tahun) saat menunggu pemeriksaan mata di RS Dian Harapan. Guido merasa prihatin dengan katarak yang diderita Ham Masita di usia senjanya.

“Melakukan perbuatan nyata jauh lebih bernilai daripada hanya membaca setumpuk buku.” (Master Cheng Yen)

Ham Masita (90) menjadi salah satu peserta operasi katarak yang dilakukan relawan Xie Li Papua pada 1 – 2 Juli 2024 di RS Dian Harapan Jayapura. Bantuan ini merupakan bagian dari Program Bakti Sosial 5 KM, untuk membebaskan masyarakat dari penyakit katarak, hernia, dan bibir sumbing dalam radius 5 kilometer operasional Sinar Mas.

Ham Masita merupakan tokoh adat Kampung Sesik, Distrik Kauerah. Relawan Tzu Chi Sinar Mas di komunitas Xie Li Papua mengenal dekat Ham Masita. Apalagi beberapa program sosial juga sering dilakukan di kampung ini. Tahun 2011, Ham Masita mulai terganggu penglihatannya dan sama sekali tidak bisa melihat. Kedua matanya mengalami katarak. Kondisi ini membuatnya lebih banyak berdiam di rumah. Kalaupun keluar rumah, tongkat kayu yang menjadi teman sekaligus penunjuk jalannya.

Ham Masita dijemput Fernando dan Yansen Pakiding, relawan Tzu Chi Sinar Mas di rumahnya sebelum bersama pasien yang lain menuju RS Dian Harapan, Jayapura, Papua.

Ham Masita tiba di halte bus Cendrawasih Estate sebelum bersama pasien yang lain menuju RS Dian Harapan, Jayapura.

Melihat Ham Masita terganggu penglihatannya menggerakkan hati Guido, yang biasa disapa Ido. Sehari-hari ia bekerja di bagian transportasi di perkebunan Sinar Mas. Ido lahir di Atambua, Nusa Tenggara Timur. Sudah lama ia merantau ke Papua.

”Saya kenal sudah lama dengan Pak Ham Masita. Dan melihat bapak ini sakit mata atau tidak bisa melihat itu saya juga tergerak hati untuk membantunya. Dalam arti, apa yang bisa saya lakukan sesuai kemampuan saya, saya lakukan. Secara kemanusiaanlah, alasan lain tidak ada. Karena saya merasa ikut bertanggung jawab secara moril kepada masyarakat di sekitar saya tinggal,” ungkap Ido.

Ido menambahkan jika sebelumnya Ham Masita ingin mengobati matanya ke dukun (pengobatan supranatural). Namun Ido terus memberi pemahaman bahwa cara yang tepat adalah dengan pergi ke dokter. Berkali-kali ia meyakinkan Ham Masita dan keluarga. Hingga akhirnya keluarga mempercayainya. ”Tahun 2016 ketika ketemu lagi,  dia ajak saya ke dukun, tapi saya bilang lebih baik ke dokter saja. Dan pada tahun 2019 saya minta sama keluarga untuk membawa bapak ini ke RS Dian Harapan dengan syarat dia waktu itu ada kartu Papua Sehat. Saya lakukan dengan kemampuan saya ya kita coba dulu. Siapa tahu ada solusinya untuk matanya,” terangnya.  

Relawan membantu Ham Masita saat turun dari bus.

Tahun 2019 menjadi titik balik kehidupan Ham Masita. Ido sempat membawanya ke rumah sakit di Abepura, namun tidak berhasil. Selanjutnya ia membawa Ham Masita ke RS Dian Harapan. Saat operasi pertama ini Ham Masita merasa ketakutan. Namun Ido terus meyakinkan. Di rumah sakit ini operasi katarak mata sebelah kanan Ham Masita berhasil dilakukan. Dokter menyarankan Ham Masita kembali lagi 6 bulan kemudian untuk menjalani operasi mata sebelah kirinya. Namun persoalan administrasi keluarga menjadi kendala.

Keberhasilan operasi mata sebelah kanan mendorong Ham Masita ingin segera menjalani operasi untuk mata sebelah kirinya. Meski harus menunggu selama 5 tahun, ia berjodoh dengan relawan Xie Li Papua. Dan sekali lagi, Ido kembali mendampingi Ham Masita menjalani operasi.

Operasi Kedua
Layaknya orang tua sendiri, Ido dengan sabar terus berada di samping Ham Masita. Sejak dalam perjalanan hingga diruang tunggu rumah sakit, memastikan Ham Masita tidak khawatir menjalani operasi kedua ini. ”Iya kali ini sudah tidak khawatir lagi,” ujar Ham Masita. Ia bersyukur mendapat bantuan operasi katarak ini. “Karena baru dibuka masih belum terlalu jelas. Tapi mata “dua-dua” (kedua mata -red) sudah bagus (penglihatannya). Terima kasih sudah menyembuhkan saya punya mata. Saya mau kerja ke kebun. Tuhan memberkati saya dan semua anak-anak yang baju putih ini, terima kasih. Bagus. Hari ini saya sudah senang,” ungkap Ham Masita.

Dokter memeriksa mata Ham Masita pascaoperasi katarak.

Bagi Ido, operasi kedua Ham Masita ini membawa kebahagiaan tersendiri. Keinginannya untuk memberi penglihatan yang baik bagi Ham Masita tercapai. ”Saya sangat bahagia dengan apa yang saya lakukan secara kemanusiaan, secara moril, saya merasa bahagia karena saya bisa melihat dan orang lain bisa melihat dengan mata yang sebelumnya sakit atau buta tadi. Itu yang saya dapat kepuasan dan kebahagiaan itu yang saya dapat,” kata Ido.

Setelah berhasil dioperasi kataraknya, Ham Masita sangat senang karena bisa kembali beraktivitas secara mandiri, tidak lagi merepotkan keluarganya.

Ido berharap operasi yang dijalankan Ham Masita ini bisa menjadi sarana edukasi yang baik bagi masyarakat yang masih belum mau menjalani operasi. “Di kampung sana memang masih banyak yang belum teredukasi dengan baik. Bahwa katarak itu harus dilakukan operasi maka perlu terus dilakukan edukasi untuk masyarakat kita. Dan saya mengucapkan terima kasih Tzu Chi yang sudah memberikan bantuan sosialnya kepada masyarakat dimana saja mereka berada, semoga Tzu Chi sukses, dan masyarakat bisa dengan gembira menyambut program sosialnya,” pungkasnya.

Editor: Hadi Pranoto
 

Artikel Terkait

Menjawab Penantian Junaedi

Menjawab Penantian Junaedi

01 November 2018

Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan TNI mengadakan baksos kesehatan ke-124 di Lombok, Nusa Tenggara barat. Baksos yang digelar di dua lokasi tersebut akan melayani operasi minor GA, kesehatan umum dan gigi.

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-111: Kebahagiaan yang Tak Ternilai

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-111: Kebahagiaan yang Tak Ternilai

31 Maret 2016

Enang bahagia setelah anaknya berhasil menjalani operasi hernia dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-111 di RSUD Cianjur pada 18-20 Maret 2016.

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-100: Wajah Baru Risma

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-100: Wajah Baru Risma

13 Oktober 2014 Risma belum pernah menjalani operasi pada bibir sumbingnya walaupun pada dasarnya ada niat dari orang tua untuk melakukan operasi. Ini karena kondisi ekonomi yang kurang sehingga tidak mampu menanggung biaya operasi. “Keuangan payah cemana, hanya bisa pasrah kepada Tuhan.
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -