Program Bedah Kampung Tzu Chi: Agar Tepat Sasaran
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : YuliatiSebelum sosialisasi bedah rumah Tzu Chi, Ketua Tzu Chi Tangerang, Lian Chu mengajak warga yang hadir untuk melakukan gerakan senam kesehatan.
Pasca-survei bedah kampung tahap awal yang dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersama jajaran TNI, Polri, dan pemerintah di Kampung Jagabita, Bogor pada 14 Februari 2016 lalu, relawan Tzu Chi kembali melakukan survei lanjutan pada Sabtu, 5 Maret 2016. “Kita mau mencocokkan data supaya ke depan tidak ada masalah yang timbul, pemilik sebenarnya ya, harus dia yang menempati rumah tersebut,” ujar Edi Sheen, Koordinator Kegiatan saat ditanya mengenai tujuan dari survei ini. Bagi Tzu Chi, survei langsung ke lokasi merupakan hal yang penting agar bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran ke orang yang tepat dan keadaan yang tepat.
Sebelum melakukan survei, relawan Tzu Chi mengumpulkan para calon penerima bantuan bedah rumah di Kantor Kelurahan Jagabita untuk mengikuti sosialisasi Tzu Chi. Lebih kurang satu jam para warga dikenalkan dengan sejarah dan visi serta misi dari Yayasan Buddha Tzu Chi. Mereka nampak antusias mengikuti sosialisasi tersebut.
Edi Sheen (3 dari kiri) dan Wey Alam (4 dari kiri) berharap bantuan dari Tzu Chi dapat membangkitkan kemandirian ekonomi di Kampung Jagabita.
Usai sosialisasi, sebanyak 35 relawan Tzu Chi Tzu Chi Tangerang dan Perwakilan Sinar Mas bersama-sama melakukan survei ke 41 rumah di Desa Jagabita, Parung panjang, Bogor, Jawa Barat yang dibagi dalam beberapa kelompok survei. Dari survei ini terlihat rumah warga sebagian besar masih berdinding anyaman bambu dan tidak sedikit rumah yang dalam kondisi memprihatinkan.
Salah satunya rumah milik Uri (60) yang tinggal satu rumah bersama tujuh anggota keluarganya di Kampung Pabuaran, Jagabita. Rumah yang sejak lahir ditinggalinya tersebut masih berdindingkan anyaman bambu dan belum pernah direnovasi. “Rumah enggak ada yang bangun, enggak ada yang nyari (biaya pembangunan -red),” ucap Uri. Wanita yang memiliki lima anak ini bekerja sebagai pencari rumput untuk kambing. Rumput yang telah dia kumpulkan kemudian ia dijual kepada tetangga-tetangganya yang memiliki kambing ternak. Pendapatannya pun tidaklah besar dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Terlebih, Uri juga masih harus berjuang untuk membiayai sekolah putri bungsunya.
Sebanyak 35 relawan Tzu Chi Tangerang dan Perwakilan Sinar Mas yang dibagi dalam beberapa kelompok melakukan survei terhadap 41 rumah warga yang nantinya akan dibedah.
Tidak hanya dinding anyaman bambu yang sudah mulai rapuh dimakan usia, tetapi atap rumah Uri pun sudah banyak yang bolong. Sehingga, tidak heran jika setiap musim penghujan rumahnya bocor. “Kalau bocor, baskom, kaleng semua nge-baris. Terkadang semua nangis lihatnya, orang-orang tidak kehujanan, kita kehujanan,” ungkap Uri tak kuasa menahan air mata. “Rumah pengen-nya layak kayak orang-orang biar enggak kehujanan, keanginan, dan biar enggak kebocoran,” harap Uri.
Ita (29), salah satu putri Uri yang tinggal serumah dengannya mengiyakan kondisi yang dirasakan mereka selama ini. “Dari dulu kondisi rumah seperti ini belum ada perubahan. Sering bocor,” ujar ibu tiga anak ini. Ita yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga ini juga menderita penyakit kaki gajah sejak kecil. “Dulu waktu itu kelas 5 sekolah dasar, kaki saya sakit ada bintik-bintik merah dan gatal. Sudah berobat ke rumah sakit dan pengobatan alternatif juga,” kisah Ita. “Dulu kalau sakit, gatal sama enggak bisa jalan, ngesot. Sekarang sudah enggak sakit, sudah lebih baik tapi enggak kempes,” tambahnya.
Uri (tengah) bersama ibunya menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh relawan Tzu Chi yang tengah melakukan survei di rumahnya.
Dengan hadirnya Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang akan membangun rumahnya dalam Program Bedah Kampung, Uri pun merasa sangat bahagia. “Syukur alhamdulillah sudah dibantu Buddha Tzu Chi, hati emak lega banget, cita-cita emak bangun rumah kecapai,” ungkapnya bersyukur. “Terima kasih sudah betulin rumah, yang penting sudah enggak bocor saja,” sambung Ita.
Usai melakukan survei, salah satu relawan Tzu Chi, Wey Alam memberikan sharing pengalamannya. “Dalam hal ini relawan Tzu Chi dituntut mencari tahu apa kekurangan mereka untuk bantu, bukan cuma bantu rumah tapi secara ekonomi bisa mandiri,” tutur Wey Alam. Ia pun berharap dengan hadirnya Tzu Chi, Desa Jagabita bisa menjadi desa yang mandiri dan mengalami perubahan ekonomi.
Ita yang juga menderita kaki gajah sangat bersyukur rumahnya akan dibantu oleh Tzu Chi.
“Semoga desa ini bisa berkembang bukan hanya orang yang dibantu, tetapi secara keseluruhan masyarakat di sini bisa merasakan hasil dari bantuan relawan Tzu Chi sehingga masyarakat bisa berdikari dan pendidikan bisa lebih bagus,” harapnya
Harapan Wey Alam senada dengan Edi Sheen yang juga berharap bantuan Tzu Chi bisa memberikan motivasi dan masyarakat menjadi mandiri.