Rahmad dan Syarif Telah Bersekolah

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoSebagai seorang adik, Syarif sangat sayang kepada kakaknya. Perilaku itu ia tunjukkan dengan memberikan perhatian kepada sang kakak.

Hari Jumat, 18 Februari 2011 merupakan hari menyenangkan bagi Rahmad Nursyamsi (14) dan (13) Syarifudin. Pasalnya, setelah hampir seminggu belajar menulis huruf dan menyusun dalam permainan puzzle di Sekolah Luar Biasa C Sumber Asih, Jakarta, keesokan harinya mereka akan menikmati liburan akhir pekan.

Mulai Banyak Kemajuan
Syarifudin yang lebih muda terlihat tekun menggoreskan huruf-huruf di lembaran kosong buku bergaris di salah satu kelas yang berisi 3 orang murid itu. Sambil tertunduk memandangi kertas kosong, Syarif mendengarkan setiap instruksi yang diberikan oleh sang guru. ”Tulis angka 4 bagaimana,” pinta sang guru. Sejurus kemudian Syarif menggoreskan pensilnya di atas selembar kertas putih dan membentuk angka 4 yang nampak ringkih bentuknya.

Menurut sang guru, perkembangan belajar Syarifudin mengalami kemajuan dibanding pada saat ia pertama kali bergabung di sekolah itu. Saat pertama kali masuk sekolah Syarif agak sulit untuk memusatkan perhatian, berkomunikasi, dan mendengarkan instruksi. Rahmad kakaknya, justru lebih sulit lagi diarahkan untuk belajar. Ia lebih senang bermain di luar dan juga lebih emosional dibandingkan adiknya. Berkat ketekunan dan kesabaran yang diberikan oleh para guru di Sumber Asih, Rahmad dan Syarif pun kemudian mulai bisa menempatkan diri sebagai siswa di sekolah itu. ”Dulu waktu pertama datang, Rahmad sangat emosional dan sulit dikendalikan,” kata Krisniwati, guru pembimbing Rahmad.

Kini tidak hanya kemampuan mengenal huruf, angka, dan warna yang bisa dilakukan oleh Syarif dan Rahmad, tetapi juga perilaku sosial mereka nampak lebih baik dari sebelumnya. Saat bel sekolah berbunyi pada pukul 11.00 WIB, Rahmad segera mengambil tas yang tergantung di dinding dan kembali ke tempat duduk untuk berdoa. Seusai berdoa Rahmad lalu menghampiri Krisniwati dan saya untuk memberikan salam. Sejurus kemudian ia menghilang dari pandangan. Melihat Rahmad begitu cepat berlari meninggalkan kelas, saya segera menghampiri Syarif yang berada di kelas sebelah. Di ruangan itu, Syarif masih duduk tenang menunggu kami. Bel pulang tidak membuatnya terusik. ”Pulangnya mau bareng Pak Acun naik motor,” katanya. ”Ya nanti pulang bareng saya ya,” balas Hok Cun, relawan Tzu Chi.

foto  foto

Keterangan :

  • Menurut Nico Kasiepo (berkemeja batik), kemampuan berkomunikasi yang minim pada Syarif dan Rahmad lebih disebabkan oleh kurangnya dukungan orang tua atau keluarga terdekat mereka. (kiri)
  • Rahmad Nursyamsi (kiri) tengah menyusun puzzle. Saat pertama kali sekolah, ia cukup kesulitan memfokuskan perhatian. (kanan)

Saat berjalan meninggalkan kelas di koridor sekolah, Syarif melenggang cuek dengan tas parasut berwarna biru merah di bahu kirinya. Sambil sekali-sekalimelirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya, ia menjadi terlihat begitu akademis. ”Sebentar lagi akan salat Ashar,” katanya kepada saya. ”Memangnya Ashar jam berapa?” tanya saya. ”Sebentar lagi,” jawabnya sambil menunjukkan angka digital yang ada di jamnya kepada saya. Tak berapa lama setelah Hok Cun menyelesaikan beberapa administrasi sekolah, kami pun berjalan menuju lapangan parkir motor dan bersiap-siap pulang.

Dengan pengucapan yang terbata-bata, Syarif terus mengatakan kepada saya dan Hok Cun bahwa ia ingin pulang bersama kami menggunakan sepeda motor. Saat dibonceng itulah sebuah senyuman tersungging langsung nampak di wajahnya. Rupanya Syarif begitu gembira bisa pulang bersama Hok Cun. Satu bulan bersekolah di SLB telah memberi banyak perubahan bagi Syarif. Ia tidak hanya sekadar lebih bersih, tetapi juga lebih ceria dan mudah diajak berkomunikasi.

Saat tiba di RSCM, Hok Cun mengajak Syarif makan siang di salah satu warung nasi. Dengan santun ia memesan nasi dalam porsi kecil dan memilih lauk yang cukup ia sukai. Dengan lahap ia menyantap hidangannya hingga habis. Selesai makan siang, Syarif langsung mengucapkan terima kasih kepada Hok Cun. Pendidikan telah membuatnya menjadi anak yang energik, santun, dan tahu berterima kasih.

foto  foto

Keterangan :

  • Setelah satu bulan bersekolah, Syarifudin mengalami banyak kemajuan, baik perilaku dan juga kemampuan akademiknya (pengenalan huruf). (kiri)
  • Rahmad sedang menunjukkan berbagai jenis buah-buahan yang telah ia pelajari di sekolah. (kanan)

Membutuhkan Banyak Perhatian
Menurut Nico Kasiepo, Kepala Sekolah SLB C Sumber Asih, kemampuan berkomunikasi yang minim pada Syarif dan Rahmad, lebih disebabkan oleh kurangnya dukungan orang tua atau keluarga terdekat mereka. Alhasil Rahmad dan Syarif yang sejak lahir sudah memiliki Intelligence Quotient(IQ) di bawah rata-rata semakin terbelakang karena kurangnya perhatian dan bimbingan terhadap mereka.

Lebih jauh Nico menjelaskan retardasi mental merupakan istilah untuk mengindikasikan adanya perkembangan syaraf yang tidak normal. Di situ terdapat kegagalan dalam pencapaian kecerdasan akademis. Menurut Nico yang mereka perlukan adalah optimalisasi dari apa yang mereka miliki. Bimbingan yang tepat akan dapat membantu mereka untuk mencapai potensi maksimalnya. Karena itu orang tua yang memiliki anak retardasi mental harus memberikan perawatan khusus, kesabaran, dan bimbingan yang spesifik. ”Anak-anak seperti mereka harus mendapatkan banyak perhatian dan bimbingan. Pada dasarnya mereka membutuhkan kasih sayang lebih. Dan bila ini terpenuhi mereka akan nampak lebih baik,” jelasnya.

Konsepsi inilah yang hendak Hok Cun tularkan kepada Rahmad dan Syarif. Sebagai orang terdekat dengan mereka, Hok Cun berharap dengan kasih sayang yang diberikan oleh relawan dan para guru di SLB, Rahmad dan Syarif bisa meningkatkan potensinya sehingga setidaknya dapat merawat dan menghidupi diri mereka sendiri nantinya.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih : Cara Menginspirasi Orang Lain

Suara Kasih : Cara Menginspirasi Orang Lain

25 Maret 2010
Topan ini membawa kerusakan parah bagi desa tersebut. Rumah-rumah, lahan, dan jalan-jalan, semuanya mengalami kerusakan. Warga tak punya pilihan selain meninggalkan kampung halaman yang telah didiami dari generasi ke generasi.
Donor Darah itu Menyehatkan

Donor Darah itu Menyehatkan

21 Januari 2015 Relawan Tzu Chi bekerja sama dengan manajemen Lottemart dan Palang Merah Indonesia (PMI) melaksanakan kegiatan rutin ini dalam setahun terakhir.
Sebuah Jalinan Kasih Sayang

Sebuah Jalinan Kasih Sayang

23 September 2011
Para donor tidak merasa takut ketika mendonorkan darah, meskipun itu adalah pertama kalinya bagi mereka karena perhatian dari relawan Tzu Chi dan murid-murid Yayasan Perguruan Hang Kasturi yang membuat perasan mereka menjadi hangat seperti keluarga sendiri.
Menggunakan kekerasan hanya akan membesarkan masalah. Hati yang tenang dan sikap yang ramah baru benar-benar dapat menyelesaikan masalah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -