Rahmad, Sarif, dan Samsul (Bag. 1)
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto Rahmad (kanan), Sarif (kiri), dan Samsul tengah) dalam perjalanan pulang setelah belajar bersama relawan Tzu Chi di selasar RSCM Jakarta. |
| ||
Kesulitan yang sama juga dialami oleh Sofie, relawan Tzu Chi yang membimbing Samsul Bahri untuk menulis. Meski dibanding kedua kakaknya Samsul termasuk paling mudah untuk diajak berkomunikasi, tetapi Samsul pun mengalami kesulitan untuk belajar. “Mau gimana lagi, ibunya memasrahkan pada kita untuk mengajarinya. Ya minimal mereka bisa baca tulis dan berhitung,” kata Sofie. Sejak bulan November 2010, Hok Cun dan Sofie, dua relawan Tzu Chi yang selalu mendampingi para pasien pengobatan Tzu Chi di RSCM Jakarta ini memiliki tugas tambahan, mengajar ketiga kakak beradik: Rahmad Nursyamsi (14), Syarifudin (13), dan Samsul Bahri (9). “Setiap hari kita mengajari mereka di rumah sakit ini, sambil kita juga tetap membantu pasien-pasien Tzu Chi,” kata Hok Cun saat tengah mengajari anak-anak itu pada Selasa, 4 Januari 2011. Kebetulan di salah satu sudut RSCM tempat relawan Tzu Chi biasa berkumpul ini tidak terlalu ramai oleh lalu lalang para pasien dan keluarganya. Maka, meski sederhana tempat itu pun berfungsi sebagai tempat belajar ketiga anak yang mengalami penurunan fungsi (gangguan) mental tersebut.
Keterangan :
Awalnya Pasien Tzu Chi
Keterangan :
Sayangnya kedua pasangan yang menikah pada tahun 1995 ini terlambat menyadari kejanggalan pada putra pertama mereka ini, sehingga Rahmad selama bertahun-tahun harus berpakaian dan berpenampilan layaknya anak perempuan. Karena bimbang melihat perilaku anaknya, Imas dan Nursyamsi mencoba mencari kejelasan status anaknya tersebut dan berkonsultasi dengan dokter yang kompeten di bidangnya. “Pas di-USG kelihatan ada buah zakarnya. Kata dokter, anak saya ini laki-laki tulen,” tandas Imas. Maka Nursyamsi dan Imas pun mencoba mencari cara untuk dapat mengoperasi anaknya. Beberapa kali mereka mengajukan permohonan bantuan pengobatan ke berbagai yayasan maupun stasiun TV yang menyelenggarakan kegiatan bantuan pengobatan, namun hasilnya nihil. “Sudah sempat disurvei tapi ternyata akhirnya disuruh nunggu,” terang Imas pasrah. Sementara untuk membiayai operasi sendiri mereka tidak mampu, mengingat Nursyamsi sendiri masih bekerja serabutan, sementara Imas tidak bekerja. Akhirnya jodoh itu pun tiba. Melalui salah satu rekan kerja Nursyamsi, mereka pun dianjurkan untuk mengajukan permohonan bantuan pengobatan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Gayung bersambut, setelah melalui proses survei dan rapat, permohonan itu pun disetujui dan Rahmad pun akhirnya dioperasi pada 1 Desember 2008 di RSCM Jakarta. “Alhamdulillah, bagi saya yang penting statusnya jelas, mau laki-laki atau perempuan yang penting jelas,” tegas Imas. Bersambung ke Bag. 2 | |||