Rahmad, Sarif, dan Samsul (Bag. 1)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

foto Rahmad (kanan), Sarif (kiri), dan Samsul tengah) dalam perjalanan pulang setelah belajar bersama relawan Tzu Chi di selasar RSCM Jakarta.

Di selasar Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Jakarta, ketiga kakak-beradik itu berusaha untuk tetap fokus “melukis” huruf-huruf abjad. “Saya mau bikin yang “kursi”,” kata Syarifudin atau yang biasa dipanggil Sarif. “Oh ya, itu namanya huruf ‘h’,” jawab Hok Cun, relawan Tzu Chi yang membimbingnya. Sarif pun menurut dan kembali mulai menyelesaikan satu halaman bukunya dengan huruf “h”. Saat fokus mendampingi Sarif, Hok Cun harus mengajak kembali Rahmad, kakak Syarif untuk tetap belajar. “Jangan pulang dulu, selesaikan dulu ya,” bujuk Hok Cun. Setengah terpaksa, Rahmad pun menurut dan kembali membuka bukunya.

Kesulitan yang sama juga dialami oleh Sofie, relawan Tzu Chi yang membimbing Samsul Bahri untuk menulis. Meski dibanding kedua kakaknya Samsul termasuk paling mudah untuk diajak berkomunikasi, tetapi Samsul pun mengalami kesulitan untuk belajar. “Mau gimana lagi, ibunya memasrahkan pada kita untuk mengajarinya. Ya minimal mereka bisa baca tulis dan berhitung,” kata Sofie. Sejak bulan November 2010, Hok Cun dan Sofie, dua relawan Tzu Chi yang selalu mendampingi para pasien pengobatan Tzu Chi di RSCM Jakarta ini memiliki tugas tambahan, mengajar ketiga kakak beradik: Rahmad Nursyamsi (14), Syarifudin (13), dan Samsul Bahri (9). “Setiap hari kita mengajari mereka di rumah sakit ini, sambil kita juga tetap membantu pasien-pasien Tzu Chi,” kata Hok Cun saat tengah mengajari anak-anak itu pada Selasa,  4 Januari 2011. Kebetulan di salah satu sudut RSCM tempat relawan Tzu Chi biasa berkumpul ini tidak terlalu ramai oleh lalu lalang para pasien dan keluarganya. Maka, meski sederhana tempat itu pun berfungsi sebagai tempat belajar ketiga anak yang mengalami penurunan fungsi (gangguan) mental tersebut.

foto   foto

Keterangan :

  • Hok Cun, relawan Tzu Chi dengan sabar mengajari Rahmad dan Samsul berlatih mengenal huruf-huruf. Keterbatasan mental membuat kakak-beradik ini kesulitan untuk mengenal huruf maupun angka. (kiri)
  • Sudah lebih dari 2 bulan ini Sofie mengajari Samsul dan kedua kakaknya belajar mengenal huruf dan angka. (kanan)

Awalnya Pasien Tzu Chi
Perkenalan Sofie dan Hok Cun dengan ketiga kakak beradik ini bermula saat Rahmad Nursyamsi, anak pertama dari Muhamad Nursyamsi (42) dan Imas Rodiah (42) ini menjadi pasien penanganan khusus Tzu Chi pada tahun 2008. Rahmad sejak lahir mengalami hypospadia atau yang lebih dikenal di masyarakat dengan istilah “kelamin ganda”. Menurut istilah kedokteran sendiri hypospadia adalah kelainan bawaan lahir pada genitalia eksterna anak laki-laki berupa kelainan di mana lubang tempat berkemih itu tidak pada tempatnya. Karena tanda-tanda fisiknya lebih ke perempuan, maka Rahmad yang lahir pada tanggal 12 Juni 1996 ini awalnya diberi nama Nuranisa oleh orang tuanya. “Dulu saya pakein baju cewe, rambutnya juga dipanjangin kayak anak perempuan gitu,” terang Imas sembari tersenyum. “Tapi, kalau dikasih mainan boneka nggak mau, dibuang. Dia maunya main mobil-mobilan,” tambah Nusyamsi, “terus dia juga maunya main sama anak laki-laki, nggak mau sama anak perempuan."

foto  foto

Keterangan :

  • “Ya minimal supaya mereka bisa baca tulis dan berhitung jadi nanti nggak dibohongin orang,” terang Hok Cun tentang alasannya membimbing anak-anak ini di sela-sela kesibukannya menangani pasien pengobatan Tzu Chi di rumah sakit. (kiri)
  • Di rumah sederhana inilah Rahmad, Sarif, Samsul, dan adiknya Julia tinggal bersama kedua orang tua mereka (kanan)

Sayangnya kedua pasangan yang menikah pada tahun 1995 ini terlambat menyadari kejanggalan pada putra pertama mereka ini, sehingga Rahmad selama bertahun-tahun harus berpakaian dan berpenampilan layaknya anak perempuan. Karena bimbang melihat perilaku anaknya, Imas dan Nursyamsi mencoba mencari kejelasan status anaknya tersebut dan berkonsultasi dengan dokter yang kompeten di bidangnya. “Pas di-USG kelihatan ada buah zakarnya. Kata dokter, anak saya ini laki-laki tulen,” tandas Imas. Maka Nursyamsi dan Imas pun mencoba mencari cara untuk dapat mengoperasi anaknya. Beberapa kali mereka mengajukan permohonan bantuan pengobatan ke berbagai yayasan maupun stasiun TV yang menyelenggarakan kegiatan bantuan pengobatan, namun hasilnya nihil. “Sudah sempat disurvei tapi ternyata akhirnya disuruh nunggu,” terang Imas pasrah. Sementara untuk membiayai operasi sendiri mereka tidak mampu, mengingat Nursyamsi sendiri masih bekerja serabutan, sementara Imas tidak bekerja.

Akhirnya jodoh itu pun tiba. Melalui salah satu rekan kerja Nursyamsi, mereka pun dianjurkan untuk mengajukan permohonan bantuan pengobatan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Gayung bersambut, setelah melalui proses survei dan rapat, permohonan itu pun disetujui dan Rahmad pun akhirnya dioperasi pada 1 Desember 2008 di RSCM Jakarta. “Alhamdulillah, bagi saya yang penting statusnya jelas, mau laki-laki atau perempuan yang penting jelas,” tegas Imas.

Bersambung ke Bag. 2

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih:Semua Orang Satu Keluarga

Suara Kasih:Semua Orang Satu Keluarga

19 September 2013 Kita juga sangat mengharapkannya. Asalkan anak-anak memiliki arah hidup yang benar, kita sangat bersedia untuk mendampingi dan membina mereka sehingga kelak mereka bisa berkontribusi bagi dunia.
Ulang Tahun Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Duri Kosambi ke 3

Ulang Tahun Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Duri Kosambi ke 3

29 Januari 2015 Pada Minggu yang cerah, para relawan Tzu Chi yang tergabung dalam komunitas He Qi (wilayah) Barat telah mempersiapkan perayaan Ulang Tahun Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi, Jakarta Barat yang ke-3
Orientasi Pengenalan Cinta Kasih

Orientasi Pengenalan Cinta Kasih

14 Agustus 2014 Yayasan Buddha Tzu Chi untuk memperkenalkan Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi atau dikenal dengan SMAT kepada mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Trisakti, pada 14 Agustus 2014.
Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -