Rahmad, Sarif, dan Samsul (Bag. 2)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

foto Hok Cun saat tengah mengunjungi rumah Nursyamsi dan Imas di Cikini. Dari keempat anak yang dimiliki Nursyamsi dan Imas, hanya Julia, putri bungsu mereka yang terlahir normal seperti anak-anak pada umumnya.

Ternyata Rahmad tidak hanya mengalami hypospadia, tetapi ia juga mengalami penurunan fungsi mental (IQ-nya berada di bawah rata-rata). “Waktu di tes IQ-nya di bawah rata-rata,” ungkap Imas prihatin . Alhasil, ia pun hanya sanggup mengikuti pelajaran sekolah sampai di kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Jika teman-temannya melaju dengan perkembangan pelajarannya, baik menulis maupun berhitung, Rahmad ketika itu hanya bisa membuat huruf O dan bentuk kotak saja. “Sama gurunya disarankan sekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa -red),” kata Imas.

Tetapi karena terkendala biaya, akhirnya Rahmad pun hanya menghabiskan waktunya dengan bermain di rumah. “Kadang saya suka bingung, salah saya apa, dosa saya apa, kok anak saya bisa begini? Tapi mau gimana lagi, namanya ini pemberian Tuhan ya kita terima aja, jalanin aja. Kalau dipikir-pikir orang tua mana sih yang mau punya anak mengalami kekurangan seperti ini,” ungkap Nursyamsi lirih.

Rupanya apa yang dialami Rahmad juga dialami oleh kedua adik laki-lakinya, sehingga mereka pun tak bisa bersekolah di sekolah biasa seperti anak-anak sebaya mereka. Bahkan Sarif juga mengalami hypospadia, namun dengan kadar yang sedikit lebih ringan. Ia juga mengalami kelainan bentuk alat kelamin, meski dalam kadar yang lebih ringan. Karena merasa buntu akhirnya Imas kemudian memasrahkan pendidikan dasar ketiga putranya ini kepada Sofie dan Hok Cun. “Ya minimal mereka supaya bisa baca tulis dan berhitung supaya nanti nggak dibohongin orang,” terang Hok Cun mengulang harapan ibu dari 3 anak tersebut. Hanya putrid bungsu Julia (4) anak pasangan Nursyamsi dan Imas Rodiah yang berkembang normal.

foto   foto

Keterangan :

  • Di tengah keterbatasan, keluarga ini masih tetap mencoba untuk dapat bersumbangsih. Rahmad dan Sarif, kakak beradik yang mendapat bantuan pengobatan dari Tzu Chi ini cukup rajin mengisi celengan yang diberikan oleh relawan. (kiri)
  • Rahmad yang mengalami hypospadia sempat dikira sebagai anak perempuan oleh kedua orang tuanya. Semasa kecil ia berpenampilan dan diperlakukan sebagaimana anak perempuan. (kanan)

Bantuan Beasiswa
Untuk terus-menerus mengajari ketiga anak ini, lama-kelamaan Hok Cun dan Sofie pun mengalami kesulitan. Selain faktor kemajuan yang sangat lambat, keduanya juga sulit untuk membagi waktu dengan tugas pokok mereka mendampingi pasien Tzu Chi yang tengah menjalani pengobatan di RSCM Jakarta. “Lagian juga nggak enak dengan pihak rumah sakit kalau kita terus-terusan ngajar di sini, sementara untuk mengajar ke rumahnya kita sulit membagi waktunya,” ungkap Sofie. Dari sini akhirnya muncul ide untuk membantu Rahmad dan Sarif bersekolah di SLB. “Kalau Samsul kita masih menunggu. Kalau dia bisa mengikuti pelajaran di sekolah dasar, dia tidak perlu ke SLB,” kata Hok Cun. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya permohonan itu pun disetujui oleh pihak Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia hingga Rahmad dan Sarif pun saat ini tengah dalam proses pendaftaran di Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerah Jakarta Pusat. “Kita kasihan melihatnya, kalau mereka dewasa nanti tanpa bisa baca dan tulis ataupun berhitung, bisa dibohongin orang terus. Apalagi anak-anak ini terbilang cukup rajin. Mereka mau menyemir, mengojek payung kalau hujan untuk jajan mereka, dan juga membantu orang tuanya,” tambah Hok Cun.

foto  foto

Keterangan :

  • Imas bersyukur Hok Cun dan Sofie bersedia mengajari ketiga anaknya. Kini Rahmad dan Sarif pun tengah dalam proses pendaftaran di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jakarta. (kiri)
  • Setiap hari Sarif dan adiknya Samsul mencari uang dengan menjadi penyemir sepatu ataupun pengojek payung di sekitar RSCM Jakarta dan Stasiun Cikini. Hasil yang didapat kerap mereka berikan pada sang ibu untuk membantu kebutuhan sehari-hari. (kanan)

Ditemui di rumahnya yang sangat sederhana di Jl. Kimia Ujung, Cikini Kramat RT 006/001, Jakarta Pusat, Nursyamsi dan Imas tak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka hari itu. Rumah yang berada tepat di bibir sungai itu sendiri menempel dengan rumah orang tua Nursyamsi. “Alhamdulillah, saya berharap anak-anak nantinya bisa berguna untuk diri sendiri, agama, dan bangsa,” kata Imas. Harapan yang sama juga diungkapkan Nursyamsi, sang ayah, “Ya minimal mereka bisa baca tulis dan mengerti angka. Saya juga nggak mau memaksa mereka seperti apa, sesuai dengan kemampuan mereka aja.” Namun di luar itu, keduanya bersyukur sebelumnya Hok Cun dan Sofie berkenan untuk membimbing ketiga putra mereka. “Karena kalau saya yang ngajarin mereka nggak pernah mau. Ada aja alasannya, ngantuklah, malas, dan kadang langsung kabur main,” terang Imas, “tapi sejak diajarin sama Bu Sofie dan Pak Acun, mereka sekarang mau bangun pagi setiap hari, padahal dulu kalau dibangunin susah banget.” “Terima kasih sama Tzu Chi, kami seperti punya harapan lagi. Saya berharap anak-anak ini nantinya bisa hidup mandiri dan tidak bergantung sama orang lain,” tambah Nursyamsi.

Selesai.

  
 

Artikel Terkait

Masyarakat Sehat, Negara Kuat

Masyarakat Sehat, Negara Kuat

05 November 2009
Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Perwakilan Medan bekerja sama dengan TNI melaksanakan kegiatan bakti sosial kesehatan dalam rangka memperingati HUT TNI ke-64 pada Sabtu, 17 Oktober 2009.
Curahan Kasih Sayang di Panti Wreda

Curahan Kasih Sayang di Panti Wreda

25 Oktober 2012 Dalam kesempatannya ini para relawan Tzu Chi menebarkan cinta kasihnya kepada opa dan oma yang hidup jauh dari keluarganya. Cinta kasih tersebut diwujudkan dengan memberikan berbagai pelayanan seperti bernyanyi bersama, mencukur rambut, membagikan makanan hingga mengajar senam.
Topping Off Aula Jing Si Batam: Menuju Rumah Baru

Topping Off Aula Jing Si Batam: Menuju Rumah Baru

22 November 2016

Untuk menandai selesainya satu tahap pembangunan, tanggal 20 November 2016 Tzu Chi Batam mengadakan acara Topping Off (Pemasangan Atap) “rumah baru” mereka. Meski tidak mudah, relawan Tzu Chi Batam meyakini bahwa pembangunan Aula Jing Si Batam harus dan bisa diselesaikan, karena ini juga tempat pelatihan bagi pulau-pulau di sekitarnya.

Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -