Ramah Tamah Imlek: Satukan Tekad

Jurnalis : Apriyanto, Hadi Pranoto, Juliana Santy, Teddy Lianto, Fotografer : Anand Yahya, Henry Tando, Stephen Ang (He Qi Utara)
 
 

foto
Karena menjelang Tahun Baru Imlek Jakarta dilanda banjir besar maka acara Pemberkahan Akhir Tahun pun diganti menjadi Ramah Tamah Imlek yang jatuh pas pada malam perayaan Cap Go Meh (23 Februari 2013)

Siang itu Sabtu 23 Februari 2013, Aula Jing Si Indonesia Pantai Indah Kapuk terlihat begitu ramai didatangi oleh relawan, karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dan DAAI TV Indonesia. Ini adalah Acara Ramah Tamah Imlek yang semestinya dilaksanakan sebulan yang lalu sebelum menjelang Hari Raya Imlek (Pemberkahan Akhir Tahun). Tapi berhubung waktu itu Jakarta tengah dilanda banjir besar maka acara pun ditunda karena sebagian besar relawan Tzu Chi turut bersumbangsih pada pembagian bantuan dan evakuasi korban bencana.  

Berkontribusi Sepenuh Hati
Pada saat penyaluran dan evakuasi inilah banyak kisah yang menyentuh dan menggugah hati relawan yang bertugas. Salah satunya yang merasakannya adalah Adi Prasetio. Pada acara ramah tamah itu, Adi berkesempatan sharing tentang pengalamannya ketika berkontribusi di saat banjir Jakarta. Adi berkata kalau ia mendapatkan pelajaran yang menyentuh tentang kehidupan ini – hidup ini berisi duka, ada kelapukan (usia tua), kemelekatan, dan bakti. Ia merasa sedih saat melihat para lanjut usia sulit dievakuasi lantaran fisiknya yang tak lagi tangguh. Bahkan ia merasa lebih sedih lagi ketika menemukan lansia yang tinggal seorang diri menjaga rumah, sedangkan anak dan cucunya sudah pergi menyelamatkan diri. Sungguh sebuah pemandangan yang ironi. Makanya sebagai seorang relawan hati Adi pun terpanggil untuk berkontribusi sepenuh hati.

Selama berhari-hari bekerja dilapangan bukanlah tugas yang mudah. Ia bukan saja meninggalkan pekerjaan, tetapi juga melupakan kesehatannya. Istirahat yang kurang, hilir mudik di tengah teriknya matahari membuat stamina dan kesehatan Adi pun menurun. Adi mulai merasakan ada yang tidak baik di kakinya. Namun karena tekadnya sudah bulat mengemban tanggung jawab ia hanya cukup mencari dokter (darurat) untuk memberikan obat penghilang sakit. Lalu setelah itu ia kembali pergi ke lapangan untuk berkoordinasi. Padahal dokter di posko darurat sudah menerangkan kalau Adi harus beristirahat dan jika tetap bekerja bisa membahayakan kesehatannya. Kendati demikian Adi tetap berpegang teguh pada niat awalnya – mengemban tanggung jawanb sebagai relawan Tim Tanggap Darurat. Inilah keteguhan tekad para relawan Tzu Chi terhadap kemanusiaan. Dan tekad ini pula yang sedang didengungkan sebagai tekad misi Tzu Chi. Maka selain mendengarkan sharing para peserta juga disuguhkan dengan putaran film tentang keteguhan Maha Biksu Jian Zhen dalam membabarkan Dharma. Setelah itu makna keteguhan juga diperkeuat dengan pertunjukan isyarat tangan berjudul Xing Yuan yang berarti menjalankan ikrar.

foto  foto

Keterangan :

  • Menjalankan tekad adalah ikrar luhur yang harus diteguhkan di setiap hati relawan (kiri).
  • Selama menjadi relawan Tanggap Darurat Tzu Chi, Adi Prasetio (tengah) mendapat banyak pelajaran bermakna tentang kehidupan (kanan).

Bekerja Sambil Membantu Sesama
Terakhir sebelum acara berakhir para pimpinan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan penghargaan kepada para relawan komite Tzu Chi Indonesia dan 6 karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun. Keenam karyawan itu adalah Hok Chun (badan amal kemanusiaan Tzu Chi), Sukirtam (staf logistik), Martini (training), Rodiah (general affair), Sariyan (general affair Driver), dan Hartono (staf pengelola Rusun Cinta Kasih Tzu Chi).

Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi orang yang bergabung di sebuah organisasi. Tentunya akan penuh dengan pengalaman suka dan duka. Tapi di balik itu tentu ada sebuah kenangan hingga membuat mereka bertahan dalam waktu yang lama itu. Salah satunya adalah Rodiah. Rodiah bergabung sebagai staf (general Affair) sejak 1 April 2002 silam. Mulanya ia memang sedikit ragu bekerja di sebuah Yayasan Buddha, tetapi setelah berkecimpung di dalamnya ia baru tahu misi Tzu Chi yang sebenarnya – lintas agama, lintas suku bangsa. Rodiah pun semakin yakin kalau ia berada di jalur yang benar hingga sebelas tahun pun menjadi tak terasa baginya. Menurutnya yang membuat ia begitu sayang pada Tzu Chi adalah rasa kekeluargaannya yang begitu kental. Di Tzu Chi inilah ia mengenal lebih dalam tentang perhatian, tolong-menolong, dan saling menghormati, “Makanya aku suka di Tzu Chi, karena relawannya penuh kekeluargaan, saling perhatian, dan saling memberi,” kata Rodiah.

Demikian pula dengan Hartono. Sebagai karyawan yang bekerja di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi selama sepuluh tahun tentu memiliki banyak tantangan dalam menghadapi warga yang beraneka karakter. Tapi justru di tempat inilah Hartono mendapat banyak pelajaran tentang menahan diri. Di tempat ini pula Hartono berlatih mengendalikan emosinya dari keluhan warga dan menjadikannya sebagai pembelajaran. Maka dari itu sejak ia bergabung di Tzu Chi ia sudah merasa bahwa apa yang telah ia lakukan tentu akan bermanfaat bagi orang lain dan teritamanya bagi diri sendiri, “Apa yang telah saya lakukan dalam bekerja tidak untuk diri sendiri, tapi juga bermanfaat bagi kita semua,” jelas Hartono.

foto  foto

Keterangan :

  • Martini tengah mendapat penghargaan dari pimpinan Tzu Chi atas kontribusinya selama lebih dari 10 tahun bekerja di Tzu Chi (kiri).
  • Bagi Kirtam, selama bekerja di Yayasan Buddha Tzu Chi ia merasakan kegembiraan.  Kirtam juga merasa senang karena di Tzu Chi tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain. “Seperti satu keluarga,” tegasnya (kanan).

Sariyan yang sebelumnya merupakan warga yang terkena normalisasi Kali Angke oleh Pemda DKI dan kemudian menetap di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi merasa bersyukur bisa bekerja di Yayasan Tzu Chi. “Selain tempat kerjanya dekat, suasana kerjanya juga enak,” akunya. Hal yang berkesan baginya adalah selain bekerja ia juga bisa membantu orang lain.  “Kalau pas ada bencana juga ikut bantu, bantu-bantu angkat barang, bawa mobil boks, logistik, dan bersih-bersih. Walaupun kerjanya supir tapi juga bantu-bantu kegiatan lainnya.Apa aja yang bisa kita bantu ya kita bantu,” ujar Sariyan.

Bagi Kirtam, selama bekerja di Yayasan Buddha Tzu Chi ia merasa lebih banyak suka daripada duka. “Karena saya menyadari jika dengan kondisi ekonomi saya yang masih boleh dikatakan kurang, saya masih dapat bersumbangsih untuk orang-orang yang membutuhkan dengan melalui memberikan tenaga saya dalam menyalurkan  bantuan,” katanya. Kirtam juga merasa senang karena di Tzu Chi tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain. “Seperti satu keluarga,” tegasnya.

Di antara 6 karyawan ini, dua diantaranya bahkan sudah menjadi anggota komite Tzu Chi. Mereka adalah Hok Cun dan Martini. “Mengapa saya ingin bekerja disini, karena kita bekerja disini untuk mengikuti jejak langkah Master Cheng Yen. Mengapa mengikuti jejak Master Cheng Yen, Karena kita bersama-sama berjalan di jalan Bohisatwa. Semua orang punya hati Buddha dan semua orang dapat berbuat kebaikan.  Dengan adanya Tzu Chi sebagai wadah untuk merekrut insan-insan Tzu Chi guna bersumbangsih untuk bangsa dan negara. Itu sungguh luar biasa,” kata Hok Cun. Hal senada disampaikan Martini atau yang akrab disapa Hong Hong. “Merasa betah aja, ini kan yayasan, jadi anggapnya selain bekerja kita juga bisa berbuat sesuatu (membantu orang lain. Soalnya kalau kita lagi bantu orang, hati jadi merasa senang karena bisa berbuat sesuatu dan melayani orang,” terang Hong Hong. Hong Hong juga menyampaikan alasannya mengapa mau menjadi relawan komite Tzu Chi. “Kita bekerja sudah lama dan komitmen kita juga tinggi. Ada dorongan juga dari Ibu Liu Su Mei untuk menggalang cinta kasih. Mulai dari situlah saya mulai mengajak lebih banyak orang untuk bergabung,” tambahnya.

  
 

Artikel Terkait

Gerak Cepat Kerahkan Bantuan Darurat ke NTT

Gerak Cepat Kerahkan Bantuan Darurat ke NTT

26 April 2021
Tzu Chi Indonesia mengirimkan bantuan logistik serta bantuan medis untuk korban bencana banjir bandang dan tanah longsor di di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Paket Sembako Cinta Kasih di Teluknaga Tangerang

Paket Sembako Cinta Kasih di Teluknaga Tangerang

04 Juni 2018
Relawan Tzu Chi di komunitas He Qi Barat kembali membagikan paket sembako di Teluknaga, Tangerang Banten, Sabtu pagi 2 Juni 2018. Dalam hal ini relawan bekerja sama dengan Korem 052 Wijayakrama dan difasilitasi oleh Vihara Boddhidharma Buddhist Center.
Relawan Penyebar Dharma

Relawan Penyebar Dharma

11 Mei 2011
Para relawan diberikan masukan mengenai teknik fotografi dan etika dalam membuat tulisan. Setelah pengenalan teori, para relawan dibagi menjadi 9 kelompok  untuk untuk mempraktikkan apa yang telah diajarkan dalam pelatihan
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -