Relawan Tiga Generasi

Jurnalis : Apriyanto , Fotografer : Apriyanto, Yansen
 
foto

Semua sampah plastik yang didapat, oleh Cong Sui Lian dikumpulkan di rumahnya. Setelah dirasakan cukup banyak, baru ia serahkan ke salah seorang relawan Tzu Chi yang tinggal di daerah yang sama untuk diberikan ke Posko Daur Ulang Tzu Chi.

Semenjak suaminya meninggal pada tahun 1985, Cong Sui Lian harus berperan ganda, sebagai orangtua tunggal dalam mengasuh dan menafkahi kelima orang anaknya. Perjalanan panjang telah ia lalui sebagai seorang penjahit untuk menyekolahkan dan memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya. Kini Sui Lian telah berusia 60 tahun. Seluruh rambut di kepalanya pun sudah terlihat memutih. Meski telah memasuki usia senja, namun semangatnya tak pernah kendur. Terlebih setelah ia menyaksikan drama serial “Namaku A Tao” yang mengisahkan perjalanan hidup seorang gadis kecil hingga dewasa dan aktif dalam kegiatan Tzu Chi. Cong Sui Lian terinspirasi untuk turut bersumbangsih terhadap sesama dengan cara mengumpulkan sampah daur ulang seperti yang dilakukan oleh A Tao.

Terinspirasi Drama DAAI TV
Sui Lian yang tinggal di Jelambar Barat 2B Gg.Y No.66 A, Jelambar Baru, Jakarta Barat, setiap hari selalu pergi mengunjungi tempat bimbingan belajar ”Analie” yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Anak didik di Analie jumlahnya banyak, bahkan mencapai ratusan siswa. Biasanya selepas bubaran bimbingan belajar, sampah-sampah plastik bekas minuman banyak berserakan di sekitar tempat kursus. “Kalau sempat malem, ya ambilnya malem jam 21.30 setelah bubaran. Atau kalau saya (lagi) cape biasanya pagi jam 4.30 sebelum pemulung datang saya duluan ambil,” kata Sui Lian.

Menurut Sui Lian, selama ia menjalani aktivitas daur ulang dan menyempatkan diri untuk menjelaskan tujuan dari usaha daur ulang kepada orang-orang di sekitar tempat tinggalnya, ini ternyata membuat ibu Cicih yang tinggal dekat tempat bimbingan belajar turut bersimpati dan mau membantunya. “Biasanya kalau saya telat ngambil suka diambilin sama dia, karena sampahnya di samping (rumah) dia,” terang Sui Lian.

Selesai mengumpulkan sampah-sampah daur ulang, biasanya Sui Lian kemudian menampungnya di rumah. Setelah terkumpul cukup banyak—satu sampai dua karung—biasanya Sui Lian menyerahkannya kepada Yansen, relawan Tzu Chi yang juga tinggal di daerah Jelambar. Sui Lian memang telah mengenal Yansen cukup lama karena di antara mereka masih ada hubungan saudara. Meski Sui Lian sudah cukup lama mengenal Tzu Chi, tetapi untuk bergabung sebagai relawan ia merasa belum mendapatkan waktu yang tepat.

foto  foto

Ket : - Dari kiri ke kanan: Mei Mei, Miau Fa, Lifa, Hendri Kurniawan, Yuliana Cristine, Fransiska, Cong Sui Lian, dan  
           Lina. Mereka kini semua aktif dalam kegiatan daur ulang Tzu Chi. (kiri)
         - Cong Sui Lian (kanan) berharap sedikit usahanya dalam pengumpulan sampah daur ulang dapat
           memberikan manfaat bagi orang banyak. (kanan)

Selain Sui Lian yang terinspirasi oleh kisah ”A Tao”, kedua putrinya, Lina dan Lifa, serta ketiga cucunya (Fransiska, Hendri Kurniawan, dan Yuliana Cristine), dan bahkan tetangganya Lina, Mei Mei dan Miau Fa juga turut ikut menjalani pengumpulan sampah daur ulang untuk diberikan kepada Tzu Chi.

Menurut Mei Mei, dengan kebiasaan yang mereka lakukan—mengumpulkan sampah-sampah plastik dari lingkungan tempat tinggalnya—membuat tetangga-tetangga yang lain bertanya padanya, mengapa ia rajin mengumpulkan sampah-sampah plastik dan batu baterai di jalan. Mei Mei langsung menjelaskan, “Sampah ini untuk didaur ulang lagi. Nanti dari situ bisa menolong orang, dari pada dibuang sia-sia. Apalagi baterai radiasinya tinggi. Kalau tertanam di tanah tumbuhan bisa mati.” Dari penjelasan yang diberikan oleh Mei Mei, lambat laun bayak tetangga di sekitar rumahnya yang turut berpartisipasi dengan tidak lagi membuang sampah-sampah yang bisa didaur ulang, tetapi dikumpulkan di rumah Mei Mei. “Biasanya mereka langsung masukin sendiri sampah yang mereka bawa di kantong (plastik) hitam di depan rumah. Kebetulan di depan rumah ada sedikit tempat, jadi bisa digunakan untuk menampung sampah,” terangnya.

Dalam menjalani kegiatan daur ulang, Mei Mei tidak hanya pasif menerima sampah-sampah dari orang-orang yang menyerahkan, tetapi terkadang ia juga mendatangi teman-temannya untuk mengambil sampah yang telah terkumpul.

foto  foto

Ket : - Cong Sui Lian saat mengumpulkan sampah plastik di lingkungan rumahnya. Dimulai dari diri sendiri,
           akhirnya kegiatan ini menginspirasi banyak orang untuk turut terlibat dalam kegiatan pelestarian lingkungan.
           (kiri)
         - Pada tanggal 3 Mei 2009, Sui Lian sekeluarga mengikuti kegiatan daur ulang rutin Heqi Utara di Posko
           Daur Ulang Tzu Chi Muara Karang, Jakarta Utara. (kanan)

Menjadi Relawan Tzu Chi
Pada bulan Maret 2009. Saat Tzu Chi mengadakan donor darah di Sekolah Amitayus, Jelambar, Jakarta barat, Lifa yang saat itu menjadi peserta donor darah memberanikan diri bertanya kepada salah satu relawan untuk menggali informasi tentang Tzu Chi lebih dalam. Salah seorang relawan menyarankan agar ia mengikuti sosialisasi Tzu Chi terlebih dahulu yang diadakan setiap hari Sabtu di awal bulan.

Dari informasi yang diperoleh, maka pada awal bulan bergegaslah Lifa mengajak ibu, kakak, anak, dan keponakannya untuk mengikuti sosialisasi Tzu Chi di ITC Mangga Dua. Ternyata sosialisai yang diikuti membuat mereka semakin terkesan dengan Tzu Chi. Akhirnya pada tanggal 12 April 2009, mereka berenam yang terdiri dari nenek, anak, dan cucu menetapkan hati untuk mengikuti training relawan Tzu Chi abu putih. Selama bergabung dengan Tzu Chi, sedikitnya mereka telah mengikuti beberapa kegiatan seperti kunjungan kasih ke panti jompo, donor darah, dan pemilahan sampah di Posko Daur Ulang Tzu Chi, Muara Karang, Jakarta Utara.

Dari kegiatan daur ulang yang mereka lakukan, sesungguhnya mereka berharap sedikit upaya yang mereka lakukan dapat memberikan manfaat kepada banyak orang. “Ya kita kan tidak bisa bantu uang, jadi bantu tenaga. Itu kan tidak seberapa ya? Kita ada waktu, kita ambil-ambilin sampah,” kata Sui Lian merendah. Untuk berbuat kebajikan memang tidak harus menunggu hingga harta berlimpah, tetapi dengan sedikit upaya yang kita lakukan dalam melestarikan lingkungan sesungguhnya kita telah berbuat kebajikan kepada banyak makhluk.

 

Artikel Terkait

Sejuta Kasih untuk Sebuah Gambar

Sejuta Kasih untuk Sebuah Gambar

27 November 2018

Sebanyak 25 relawan Tzu Chi dari berbagai komunitas mengikuti kegiatan sharing liputan bencana yang dibawakan oleh Arimami Suryo A (Ari) dan Khusnul Khotimah (Nungky), Minggu, 18 November 2018. Keduanya merupakan staf redaksi divisi Zhen Shan Mei Tzu Chi Indonesia.

Baksos di Pulau Terpencil

Baksos di Pulau Terpencil

09 April 2010
Setiap kali ada rencana baksos di daerah pedalaman, para relawan selalu mendaftar dengan antusias. Hal ini membuktikan bahwa cinta kasih dalam diri setiap relawan semakin bertambah. Terlebih jika kegiatan itu di daerah terpencil.
Pelatihan Para Calon Mentor

Pelatihan Para Calon Mentor

19 Maret 2011 Hari Minggu pagi, tanggal 6 Maret 2011, matahari bersinar cerah, seolah-olah mendukung para insan Tzu Chi tampak menunggu giliran dengan tertib untuk mengisi daftar hadir acara training mentor (pelatihan menjadi pembimbing-red) yang baru pertama kali diadakan oleh He Qi Barat.
Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -