Rezeki yang Tertunda Namun Tak Tertukar, Kebahagiaan Penghuni Baru Perumahan Cinta Kasih di Palu

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Clarissa Ruth, Tan Surianto (He Qi Utara 1)

Beberapa jam sebelum peresmian Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako dan Pombewe, Jumat 3 September 2021 dimulai, para relawan Tzu Chi bergegas menuju Kantor BPBD Kota Palu. Mereka hendak menuntaskan tahap penandatanganan perjanjian hunian tetap bagi 13 penerima bantuan rumah Tzu Chi.

Ke-13 orang ini menjadi 13 orang terakhir dari 1.500 penerima bantuan rumah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako. Salah satu penerima adalah Syafruddin (49), seorang suami dengan tiga anak. Rumahnya di Perumnas Balaroa hilang ditelan likuefaksi.

Syafruddin sebelumnya adalah penjual pakaian di Pasar Inpres Manonda, di wilayah barat Kota Palu selama 19 tahun. Ia memiliki karyawan dan kerap pergi kulakan hingga ke Pasar Tanah Abang Jakarta.

Sementara di Perumnas Balaroa, Syafruddin adalah Ketua RT 04/05 yang sangat peduli dengan warga. Ia gemar menolong, rendah hati, santun, dan selalu dapat diandalkan. Tak heran banyak teman, kerabat, tetangga yang menghormati dan menyayanginya.

Para relawan Tzu Chi dari Jakarta yang baru tiba di Palu, segera menuju ke Kantor BPBD Palu guna merampungkan serah terima rumah pada 13 penerima bantuan rumah Tzu Chi kloter paling akhir.

Hidup Syafruddin yang kala itu mapan, dalam sekejap mata berubah ketika Kota Palu dihantam tiga bencana dahsyat sekaligus; gempa, tsunami, dan likuefaksi pada 28 September 2018.

Sebagai seorang pengurus pedagang kaki lima, Syafruddin hampir selalu hadir di acara pasar malam. Pada acara tahunan Festival Palu Nomoni 28 September 2018 itu Syafruddin dan istrinya pun berjualan di sana. Di sepanjang tepi pantai Talise, banyak panggung didirikan. Pada waktu Maghrib, tsunami datang menyapu bersih sepanjang tepi pantai.

“Istri saya waktu itu dalam keadaan hamil, terlempar sampai dinding pagar Undata lama, delapan bulan tak bisa gerak, kemudian dioperasi. Saya dua bulan pakai tongkat karena terlempar hingga ke pohon,” ujarnya. Bersyukur, kedua anaknya selamat.

Sementara di Kelurahan Balaroa, bencana likuefaksi menelan habis dua petak rumahnya. Keluarga ini terpaksa sewa rumah karena tak memungkinkan tinggal di huntara (hunian sementara yang difasilitasi pemerintah) akibat luka berat.

Bertahan Hidup dengan Kondisi Sangat Kekurangan

Dengan ini, sebagian besar tugas Bambang Sabarsyah (rompi cokelat) dalam menyelesaikan persoalan warga yang kehilangan tempat tinggal pun hampir selesai. Meski masih ada beberapa warga yang belum bisa terakomodir.

Hingga tiga tahun ini, Syafruddin dan keluarganya berpindah-pindah, menyewa rumah sangat sederhana. Bahkan untuk bisa menafkahi keluarga, sosok ayah yang penyayang ini terpaksa menjadi pemulung.

“Sekarang saya jadi pemulung, tapi saya tidak merasa malu. Saya motor diberi anak angkat saya. Motor saya habis diambil tsunami. Saya memulung pakai gerobak. Yang penting saya tidak mencuri, tidak meminta karena punya tanggung jawab,” tutur Syafruddin.

Saat warga meminta tolong untuk mengurus kelengkapan administasi agar bisa mendapatkan bantuan rumah untuk diajukan ke BPBD, Syafruddin dengan kesusahan yang ia alami tetap berusaha membantu. Hingga satu demi satu warga yang telah dibantunya mendapat bantuan rumah.

Akan tetapi dari proses verifikasi yang telah diikutinya, namanya tak kunjung keluar. Syafruddin menunggu dengan sabar, terus berusaha dan berdoa. Namun dalam hati kecil, ia yakin suatu hari nanti pada gilirannya akan mendapat bantuan rumah.

“Saya terus berusaha. Saya berpikir itu merupakan hak saya sebagai warga korban bencana, tidak ada rekayasa data, memang betul-betul kami sebagai korban bencana. Itu yang selalu saya pegang,” katanya.

Suatu Pertanda

Syafruddin selama ini senantiasa berbesar hati dan selalu berprasangka baik ketika namanya belum juga dinyatakan sebagai penerima bantuan rumah. “Sering saya sampaikan ke teman-teman, ‘Insya Allah mungkin yang terbaik yang saya dapatkan’.”

Kamis malam itu, Syafruddin duduk di teras rumah yang sewanya tak lama lagi jatuh tempo. Tak sepeser pun uang di tangan. Sudah tiga hari Syafruddin tak memulung karena hujan mengguyur kota Palu setiap hari.

Ketika adzan Isya berkumandang, segera ia tunaikan salat dan mengaji. Syafruddin lalu kembali duduk di teras. Namun sejauh mata memandang, hari itu justru yang tampak adalah deretan rumah di Perumahan Cinta Kasih Tadulako. Biasanya pandangan mereka terhalang oleh rimbunnya pepohonan. Segera Syafruddin panggil istrinya, memberitahu pemandangan yang tak biasa itu.

“Kenapa sudah tidak ada pohon yang saya lihat. Hanya huntap Tondo (Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako) yang kelihatan. Menjelang jam 1 malam, saya masih di teras. Bangun anak saya yang kecil ini dengan dot-nya langsung peluk paha saya. Saya kembali lihat hutan-hutan depan rumah itu sudah tidak ada, Huntap Tondo yang saya lihat,” ulangnya.

Bangun pagi, rupanya ada panggilan tak terjawab dari Bambang Sabarsyah, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Palu. Bambang memintanya hadir ke Kantor BPBD pukul sembilan pagi membawa fotokopi KTP dan fotokopi Kartu Keluarga.

“Inilah yang saya lihat tadi malam,” katanya dalam hati.

Namun di satu sisi sebenarnya selama tiga tahun ini Syafruddin sudah terlalu sering diminta datang baik oleh pihak kelurahan, kecamatan, dan lainnya, untuk melengkapi berkas. Ia pun hadir ke Kantor BPBD dengan perasaan yang biasa, sebagaimana yang sudah-sudah.

“Tiba di BPBD, ternyata dari pihak Tzu Chi sudah ada beberapa relawan di situ. Habis saya tanda tangan, langsung saya diberitahu. ‘Bapak silahkan ambil nomor blok rumah’. Langsung saya menangis sujud syukur,” cerita Syafruddin masih dengan mata yang berkaca-kaca.

Para relawan dan petugas BPBD, termasuk Bambang Sabarsyah larut dalam haru menyaksikan betapa memang Syafruddin sangat membutuhkan bantuan rumah.

Keluar dari Kantor BPBD, Syafruddin tak langsung pulang. Ia berjalan menuju taman. Di tempat yang agak sepi itu tangisnya pecah. Ia juga tak langsung menelepon sang istri, hatinya masih bergemuruh karena limpahan kebahagiaan. Kesabaran yang selama tiga tahun ini ia pupuk dan doa yang terus ia panjatkan, akhirnya diijabah.

Setelah tangis mereda barulah ia menelepon sang istri, Musliah.

“Ma, Alhamdulillah sekarang dapat rumah,” isaknya.

Di ujung telepon sana, tangis sang istri juga pecah.

“Bagaimana sudah ada kunci?” tanya Musliah.

“Belum, tapi blok dengan nomornya saya sudah cabut,” jawab Syafrudin.

 Melengkapi Kebahagiaan pada Peresmian Perumahan Cinta Kasih

Sudarman Lim memberikan langsung kunci rumah Syafruddin dan keluarganya.

Tak hanya dinyatakan sebagai penerima bantuan rumah Tzu Chi, Syafruddin dan 12 orang lainnya di hari itu juga dapat langsung menerima kunci rumah. Tapi diberikan nanti selepas pukul 15.00 WITA usai Peresmian Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang bakal dipimpin Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto. Ini berbeda dengan para penerima bantuan lainnya yang dulu ketika sudah mendapat nomor blok rumah mesti menunggu karena pembangunan Perumahan Cinta Kasih saat itu belum rampung.

Kebahagiaan para penerima bantuan rumah kloter paling akhir ini seolah melengkapi kebahagiaan pada acara Peresmian Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi siang itu. Bambang Sabarsyah dan timnya di BPBD Kota Palu yang merupakan orang-orang yang sangat berjasa bagi proses percepatan verifikasi warga, juga datang pada acara peresmian.

“Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah membantu sangat besar kepada masyarakat penyintas, terutama yang terkena likuefaksi maupun tsunami. Perasaan saya tentu senang bahkan kadang terharu ya. Karena warga yang selama ini tak punya tempat tinggal, yang selama ini masih di Huntara, yang masih kontrak rumah, sudah mendiami hunian tetap yang ada,” ujarnya.

Melihat bagaimana Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi telah berdiri dan dihuni oleh warga penyintas bencana di Palu, Bambang merasa lega.

“Selain proses verifikasi, saya juga terlibat dari awal, dari proses kejadian bencana 28 September itu. Jadi kami paham betul bahwa orang-orang yang direlokasi di Huntap ini adalah orang-orang yang kehilangan semua. Kehilangan tempat tinggal dengan harta bendanya, kehilangan nyawa, mungkin orang tuanya, anaknya, saudaranya, istrinya, jadi luka mereka itu sedikit terobati,” terang Bambang.

Menerima Kunci Rumah

Syafruddin dan istrinya Musliah bersujud syukur kehadirat Tuhan atas doa mereka yang sudah dikabulkan.

Seorang penerima bantuan rumah Tzu Chi kloter paling terakhir larut dalam rasa syukur.


Usai acara peresmian, ke-13 penerima bantuan rumah kloter akhir ini, satu demi satu tiba di Gedung Serbaguna Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako. Syafruddin mengajak serta istri dan ketiga anaknya, dengan masih diliputi haru dan air mata bahagia.

Sudarman Lim dan Sudarman Koh, relawan Tzu Chi, menemani mereka saat membuka kunci rumah.

“Bapak ibu silahkan dapat berdoa dulu,” kata Sudarman Lim.

“Rumah ini kami serahkan kuncinya kepada ibu dan bapak. Bagaimana perasaan bapak ibu sekarang?”

Alhamdulillah,” jawab Syafruddin dan istrinya lembut.

“Coba tangan ibu sama bapak, sama anak-anak, semuanya bertumpuk. Nah ini saya serahkan kuncinya, rumah ini adalah hadiah Tuhan untuk bapak ibu,” kata Sudarman Lim.

“Iye..” jawab Syafruddin dan istri. Iye adalah bahasa halus warga Palu untuk kata Iya.

“Silahkan buka pintunya,” Sudarman Lim mempersilakan.

Ketika pintu terbuka, Syafruddin dan sang istri langsung bersimpuh melakukan sujud syukur kepada Tuhan atas pemberian nikmat dan karunia yang telah mereka nanti selama tiga tahun ini.

“Saya menangis, sujud syukur, karena ya betul-betul tiga bencana saya alami. Rasa syukur kami sampai tak bisa kami ungkapkan dengan kata-kata. Mungkin yang lain masih ada keluarga yang punya rumah lain yang bisa ditempati. Kalau saya memang betul-betul butuh. Kami berterima kasih sekali kepada Yayasan Buddha Tzu Chi,” ujar Syafruddin.

Usai menerima kunci, Syafruddin bersama istri dan anaknya mulai membersihkan area sekitar rumah. “Rezekimu sekarang sudah datang, Nak.” Begitu kalimat yang diucapkannya kepada anak-anaknya.

Setelah tahu Syafruddin akhirnya mendapat bantuan rumah Tzu Chi, sahabat dan warganya yang dulu banyak dibantunya berdatangan menjenguknya ke rumah baru Syafruddin sekarang. Orang-orang yang mengenalnya juga merasakan sukacita yang besar.


Baik Sudarman Lim maupun Sudarman Koh larut dalam moment ini.

“Saya yang dari pertama bertugas mengocok nama calon penerima bantuan rumah, ini yang paling berkesan. Kenapa? Saya lihat proses dari mereka menanti rumah ini sebetulnya mereka itu sudah setengah mati, tak tahu mau ke mana. Tapi doa mereka, mereka berusaha berjuang. Saya sangat bahagia, bersyukur kepada Tuhan, saya diberi kesempatan untuk berbuat kebajikan,” kata Sudarman Lim.

“Ini melengkapi kebahagiaan kami juga. Dari awal bencana kami datang, yang waktu verifikasi juga kami menemui warga di Huntara. Jadi melihat step by step penderitaan mereka. Jadi sekarang ini sepertinya sudah komplit ya melengkapi kebahagian mereka,” pungkas Sudarman Koh.

Editor:Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Gempa Palu: Anak-anak pun Tergerak

Gempa Palu: Anak-anak pun Tergerak

29 Oktober 2018
Banyak yang berpartisipasi dalam penggalangan dana di ITC Mangga Dua dan ITC Roxy Mas Jakarta Barat pada 20 Oktober 2018. Bahkan, anak-anak kecil pun tak mau ketinggal untuk ikut bersumbangsih. 
Nasi Jing Si Hangat yang Menghangatkan Hati

Nasi Jing Si Hangat yang Menghangatkan Hati

16 Oktober 2018
Warga Desa Duyu di Kecamatan Palu Barat mengaku sangat senang karena relawan Tzu Chi menyediakan nasi Jing Si yang masih mengepul pada kunjungan yang kedua kalinya, Senin (15/11). 
Survei dan Mediasi Rencana Aktivasi Sekolah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako

Survei dan Mediasi Rencana Aktivasi Sekolah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako

26 November 2021

Untuk memfasilitasi warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako dalam pendidikan, Tzu Chi berencana membuka sekolah bagi warga korban bencana gempa dan tsunami.

Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -