Rindu Kegiatan Tzu Chi

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati
 

foto
Keceriaan dan semangat para relawan Tzu Chi ditunjukkan saat mereka kembali bersama-sama bersumbangsih untuk sesama yang membutuhkan.

Jodoh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan para warga di Pati berawal sejak tahun 1998 yang dibawa oleh mahasiswa Pati yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi di Jakarta. Karena dirasa banyak anak-anak yang memiliki bakat namun tidak mampu bersekolah akibat kondisi ekonomi yang kurang. Sehingga, Tzu Chi menerima pengajuan anak asuh di Pati. Sejak itu pula, Kistyaningsih ikut rapat pembahasan di rumah Alm. Kandar (relawan Tzu Chi) di Ngablak, Cluwak, Pati.

Setelah mengikuti rapat tersebut, dan dibutuhkan orang yang secara tulus iklas meluangkan waktunya untuk mengurus anak asuh Tzu Chi, ia pun memutuskan untuk berkontribusi menjadi relawan di Pati pada tahun 1999. “Sejak ada Tzu Chi di sini (Pati), saya juga ikut kegiatan-kegiatannya,” ucap ibu tiga anak ini. Ning, sapaan akrabnya menjadi relawan Tzu Chi mendampingi anak-anak asuh di Pati. Ning menentukan pilihan untuk tergabung dalam barisan estafet cinta kasih Tzu Chi karena Tzu Chi bersifat universal. “Tzu Chi itu baik dalam menolong orang tidak memandang status sosial, tanpa perbedaan. Makanya saya ingin membantu semampu saya,” ungkapnya.

Setelah ada perkembangan program bantuan di misi amal Tzu Chi dengan membantu masyarakat yang membutuhkan untuk menjadi pasien Tzu Chi, ia juga menjadi relawan pendamping. Ning yang merupakan seorang bidan di desanya sudah tiga kali mengikuti pelatihan relawan di Jakarta bersama puluhan relawan lainnya dari Pati untuk memperoleh wawasan tentang Tzu Chi dan misi-misinya. Sehingga Ning membawa pulang ilmu yang diperolehnya untuk diterapkan di lingkungannya. Ia pun melihat pentingnya menyelamatkan bumi dari asupan sampah yang terlalu banyak. Sehingga, ia menerapkan pelestarian lingkungan dimulai dari diri sendiri dan keluarganya di rumah dengan melakukan pengumpulan dan pemilahan barang daur ulang.

Bagi seorang bidan yang bekerja di Puskesmas di daerahnya tentunya memiliki kesibukan yang cukup banyak menyita waktu, terlebih lagi ia juga harus mengurus keluarga. Namun semangat Ning dalam bersumbangsih tidak membuatnya kehabisan akal. “Saya kerja ada shift. Kalau shift malam, siangnya saya manfaatkan untuk ikut kegiatan Tzu Chi,” akunya. Ia juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu dalam mengurus rumah tangga.

foto  foto

Keterangan :

  • Penyematan yang diterima oleh Kistyaningsih saat mengikuti pelatihan relawan abu putih Tzu Chi (kiri).
  • Relawan Tzu Chi memberikan kupon bantuan pasca banjir kepada warga dengan penuh kerendahan hati (kanan).

Bahkan seiring berjalannya waktu, Ning berinisiatif mendirikan taman bermain di desanya. Berawal dari ide pemberian asupan gizi tambahan kepada anak-anak di kampungnya hingga mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). “Sebelumnya selalu memberikan makanan tambahan kepada anak-anak namun rasanya manfaatnya hanya sekali saja. Sehingga mendirikan PAUD untuk mereka belajar,” ujar Ning. Ia pun menularkan ilmu pelestarian lingkungan yang di perolehnya melalui Tzu Chi kepada pengajar dan anak-anak di PAUD. Membuat hiasan dari barang bekas yang dipakai di rumah dan di PAUDnya sebagai sarana sosialisasi kepada setiap orang yang datang. Ia mengumpulkan sampah-sampah kertas, botol bekas obat, botol minuman, dan lain-lain yang hasil penjualannya digunakan untuk biaya operasional PAUD. “Barang-barang yang dikumpulkan dijual dan digunakan untuk biaya di PAUD,” ujar wanita 37 tahun ini. Sehingga orangtua anak-anak tidak merasa terlalu terbebani dengan biaya operasional di PAUD.

Walaupun sempat tidak terlalu aktif dalam kegiatan Tzu Chi beberapa tahun karena melahirkan dan mengurus anak bungsunya, ia sudah bisa merasakan suka duka dalam mengikuti kegiatan-kegiatan Tzu Chi. “Terkadang merasa bersemangat namun terkadang berkurang, tetapi tetap melakukan kegiatan bersama anak asuh,” ungkap Ning mengenang masa menjadi relawan Tzu Chi dulu. Selain memberikan bantuan biaya pendidikan anak, relawan Tzu Chi Pati juga memberikan bekal pengetahuan. Mereka memberikan bimbingan belajar untuk anak asuh di wihara-wihara.

foto  foto

Keterangan :

  • Selain dinas di puskesmas juga melayani pasien yang sakit di rumahnya (kiri).
  • Disela-sela waktunya, Ning bersama keluarga bersama-sama mengumpulkan dan memilah sampah untuk dijual yang hasil penjualannya untuk biaya operasional PAUD (kanan).

Ingin Tzu Chi di Pati Ada Lagi
Setelah Tzu Chi mengibarkan bendera di Pati lebih dari sepuluh tahun, pada tahun 2012 Tzu Chi Pati mengalami ketidakaktifan. Hal ini berdampak pada relawan yang memiliki niat bersumbangsih menjadi terhambat. Hingga adanya bencana yang melanda Kota Pati pada awal tahun 2014 ini, Tzu Chi kembali mengairkan cinta kasih. Dalam pendistribusian bantuan pasca banjir di Pati membutuhkan tenaga dari relawan setempat. Sehingga hadirnya Tzu Chi kali ini membangkitkan kembali semangat para relawan Pati yang sempat layu.

Tak terkecuali Ning. Ia juga tidak mau ketinggalan untuk ambil peran menjadi relawan. sekalipun Ning mendapat sift kerja malam, namun semangatnya tidak terpatahkan. Sepulang kerja, ia langsung menuju lokasi pembagian bantuan Tzu Chi untuk membantu. “Saya senang bisa ikut kegiatan ini. Bisa melihat langsung kondisi warga setelah banjir yang dulunya mencapai lebih dari satu meter,” ujar Ning menceritakan pengalaman terjun membagi kupon banjir. “Saya merasa semangat lagi dengan ada kegiatan seperti ini. Dulu kita pernah melakukan bagi bantuan seperti ini. Ada kerinduan untuk bisa bersumbangsih untuk orang lain,” ungkapnya sambil tersenyum bahagia.

Bahkan Ning menuturkan harapannya agar bendera Tzu Chi kembali berkibar di kota pertanian dan perikanan ini. Ia pun berniat menumbuhkan kembali relawan-relawan baru di Pati setelah melihat antusias dari relawan saat pembagian bantuan kali ini. “Saya sangat ingin sekali Tzu Chi di Pati bangkit kembali seperti dulu. Membantu orang yang kesusahan dan membutuhkan pertolongan,” ujarnya. “Kalau memang ada jalinan jodoh, saya ingin menumbuhkan relawan baru di Pati,” tambahnya.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih : Giat Menciptakan Berkah

Suara Kasih : Giat Menciptakan Berkah

30 Maret 2011 Kita sungguh harus bertobat. Dengan bertobat, barulah kita dapat hidup aman dan selamat. Namun, bertobat saja tidak cukup, kita juga harus bervegetarian. Selain itu, kita harus berusaha mengubah kebiasaan buruk dan menjadi Bodhisatwa dunia.
Suara Kasih: Keharmonisan dan Kedamaian

Suara Kasih: Keharmonisan dan Kedamaian

15 Agustus 2011
”Saya sangat sedih karena anak saya sakit. Saya sendiri juga merasa tidak enak badan,” ucap seorang ibu. “Berat normal pada usia ini adalah sekitar 8 hingga 9 kilogram, sedangkan beratnya hanya 3,2 kilogram.
Tidak Perlu Menunda untuk Melestarikan Lingkungan

Tidak Perlu Menunda untuk Melestarikan Lingkungan

17 Oktober 2014
Selain di minggu pertama, kegiatan pelestarian lingkungan juga dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis oleh relawan, lao pu sa (Bodhisatwa Lansia) dan warga sekitar. Pukul 08.00 WIB, para relawan mulai mengeluarkan sampah plastik, kertas, dan botol-botol yang sudah terkumpul untuk dipilah.
Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -