Rindu Kegiatan Tzu Chi
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati
|
| ||
Setelah mengikuti rapat tersebut, dan dibutuhkan orang yang secara tulus iklas meluangkan waktunya untuk mengurus anak asuh Tzu Chi, ia pun memutuskan untuk berkontribusi menjadi relawan di Pati pada tahun 1999. “Sejak ada Tzu Chi di sini (Pati), saya juga ikut kegiatan-kegiatannya,” ucap ibu tiga anak ini. Ning, sapaan akrabnya menjadi relawan Tzu Chi mendampingi anak-anak asuh di Pati. Ning menentukan pilihan untuk tergabung dalam barisan estafet cinta kasih Tzu Chi karena Tzu Chi bersifat universal. “Tzu Chi itu baik dalam menolong orang tidak memandang status sosial, tanpa perbedaan. Makanya saya ingin membantu semampu saya,” ungkapnya. Setelah ada perkembangan program bantuan di misi amal Tzu Chi dengan membantu masyarakat yang membutuhkan untuk menjadi pasien Tzu Chi, ia juga menjadi relawan pendamping. Ning yang merupakan seorang bidan di desanya sudah tiga kali mengikuti pelatihan relawan di Jakarta bersama puluhan relawan lainnya dari Pati untuk memperoleh wawasan tentang Tzu Chi dan misi-misinya. Sehingga Ning membawa pulang ilmu yang diperolehnya untuk diterapkan di lingkungannya. Ia pun melihat pentingnya menyelamatkan bumi dari asupan sampah yang terlalu banyak. Sehingga, ia menerapkan pelestarian lingkungan dimulai dari diri sendiri dan keluarganya di rumah dengan melakukan pengumpulan dan pemilahan barang daur ulang. Bagi seorang bidan yang bekerja di Puskesmas di daerahnya tentunya memiliki kesibukan yang cukup banyak menyita waktu, terlebih lagi ia juga harus mengurus keluarga. Namun semangat Ning dalam bersumbangsih tidak membuatnya kehabisan akal. “Saya kerja ada shift. Kalau shift malam, siangnya saya manfaatkan untuk ikut kegiatan Tzu Chi,” akunya. Ia juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu dalam mengurus rumah tangga.
Keterangan :
Bahkan seiring berjalannya waktu, Ning berinisiatif mendirikan taman bermain di desanya. Berawal dari ide pemberian asupan gizi tambahan kepada anak-anak di kampungnya hingga mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). “Sebelumnya selalu memberikan makanan tambahan kepada anak-anak namun rasanya manfaatnya hanya sekali saja. Sehingga mendirikan PAUD untuk mereka belajar,” ujar Ning. Ia pun menularkan ilmu pelestarian lingkungan yang di perolehnya melalui Tzu Chi kepada pengajar dan anak-anak di PAUD. Membuat hiasan dari barang bekas yang dipakai di rumah dan di PAUDnya sebagai sarana sosialisasi kepada setiap orang yang datang. Ia mengumpulkan sampah-sampah kertas, botol bekas obat, botol minuman, dan lain-lain yang hasil penjualannya digunakan untuk biaya operasional PAUD. “Barang-barang yang dikumpulkan dijual dan digunakan untuk biaya di PAUD,” ujar wanita 37 tahun ini. Sehingga orangtua anak-anak tidak merasa terlalu terbebani dengan biaya operasional di PAUD. Walaupun sempat tidak terlalu aktif dalam kegiatan Tzu Chi beberapa tahun karena melahirkan dan mengurus anak bungsunya, ia sudah bisa merasakan suka duka dalam mengikuti kegiatan-kegiatan Tzu Chi. “Terkadang merasa bersemangat namun terkadang berkurang, tetapi tetap melakukan kegiatan bersama anak asuh,” ungkap Ning mengenang masa menjadi relawan Tzu Chi dulu. Selain memberikan bantuan biaya pendidikan anak, relawan Tzu Chi Pati juga memberikan bekal pengetahuan. Mereka memberikan bimbingan belajar untuk anak asuh di wihara-wihara.
Keterangan :
Ingin Tzu Chi di Pati Ada Lagi Tak terkecuali Ning. Ia juga tidak mau ketinggalan untuk ambil peran menjadi relawan. sekalipun Ning mendapat sift kerja malam, namun semangatnya tidak terpatahkan. Sepulang kerja, ia langsung menuju lokasi pembagian bantuan Tzu Chi untuk membantu. “Saya senang bisa ikut kegiatan ini. Bisa melihat langsung kondisi warga setelah banjir yang dulunya mencapai lebih dari satu meter,” ujar Ning menceritakan pengalaman terjun membagi kupon banjir. “Saya merasa semangat lagi dengan ada kegiatan seperti ini. Dulu kita pernah melakukan bagi bantuan seperti ini. Ada kerinduan untuk bisa bersumbangsih untuk orang lain,” ungkapnya sambil tersenyum bahagia. Bahkan Ning menuturkan harapannya agar bendera Tzu Chi kembali berkibar di kota pertanian dan perikanan ini. Ia pun berniat menumbuhkan kembali relawan-relawan baru di Pati setelah melihat antusias dari relawan saat pembagian bantuan kali ini. “Saya sangat ingin sekali Tzu Chi di Pati bangkit kembali seperti dulu. Membantu orang yang kesusahan dan membutuhkan pertolongan,” ujarnya. “Kalau memang ada jalinan jodoh, saya ingin menumbuhkan relawan baru di Pati,” tambahnya. | |||
Artikel Terkait
Sebuah Pengharapan di Hari Waisak
22 Mei 2017Persiapan demi persiapan sudah disiapkan untuk perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia di Tanjung Balai Karimun. Di seluruh dunia, pelaksanaan ini dilakukan setiap minggu kedua di bulan Mei, begitu juga di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Hari Waisak di Tanjung Balai Karimun dilaksanakan di halaman rumah Sukmawati, Ketua Tzu Chi Tanjung Balai Karimun pada 14 Mei 2017 pukul 07.30 WIB.
Bijak Dalam Menyikapi Hasil Test PCR
09 Juli 2021Dokter Hardy Indradi, Sp. PD, dokter spesialis penyakit dalam di Tzu Chi Hospital dan RS Cinta Kasih Tzu Chi menjelaskan, Covid-19 dianggap sebagai bencana sehingga semua pihak harus bersatu hati mengatasi bencana ini.
Tzu Chi Salurkan Bantuan Tsunami di Kecamatan Sumur
29 Desember 2018Tzu Chi Indonesia merespon kejadian tsunami di Selat Sunda dengan memberikan bantuan kepada korban terdampak di kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten. Bantuan berupa santunan uang, bantuan barang kebutuhan sehari-hari, serta pelayanan kesehatan.