Rumah Baru, Asa Baru
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
|
| ||
Rumah Maesaroh merupakan satu dari 15 rumah yang ikut dalam program bedah rumah Tzu Chi. Dan Senin, 14 Oktober 2013 lalu, rumah Maesaroh menjadi tempat peletakan batu pertama dari Program Bedah Rumah Kampung Lengkong Ulama, Tanggerang ini. Peletakan batu diwakili oleh Ketua Tzu Chi Tanggerang, Lu Lien Chu dan beberapa relawan Tanggerang, perwakilan dari Sinarmas Land, BSD City, Kodim, kepolisian dan perwakilan warga. Selain ingin membantu warga untuk mewujudkan rumah layak huni, Tzu Chi juga ingin mengedukasi warga untuk merawat rumah mereka nanti dengan menggalakkan pelestarian lingkungan serta menjaga rumah mereka dengan baik. “Sangat diharapkan setelah mereka punya rumah, mereka mempunyai semangat untuk sama-sama menjaga kebersihan, dan menjaga kebersamaan menjadi satu keluarga,” ucap Lien Chu. Mimpi Jadi Nyata
Keterangan :
Sehari-hari Maesaroh bekerja sebagai seorang buruh cuci di kampungnya, penghasilannya tak banyak, paling-paling habis untuk biaya makan dirinya, suami, dan empat anaknya. Sedangkan suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap, kadang menjadi juru parkir, kadang menjadi tukang bangunan, kadang tidak bekerja. Penghasilannya juga tidak tetap. Kehidupan mereka sangat sederhana. Sebenarnya Maesaroh dan suaminya masih mempunyai 1 anak lain, namun dia memilih untuk memberikan anak terakhirnya kepada saudara karena ekonomi yang tidak mencukupi. “Anak ke-5 saya namanya Aiman, saya kasih ke saudara pas usianya masih 3 hari. Biar diurus sama mereka saja,” tukas Maesaroh. Walaupun kekurangan dalam ekonomi, Maesaroh masih harus bersyukur karena mempunyai keluarga yang tidak rewel dan justru mendukungnya. Siti Rohmaliah, anak ketiganya, sangat rajin membantunya mencari nafkah. Pagi-pagi sekitar jam 5.30, sebelum sekolah dimulai, ia berdagang gorengan dan kue-kue kecil keliling kampung yang diambil dari tetangganya. Keuntungan yang didapat biasa ia ‘setorkan’ kepada sang ibu untuk ditabung. Begitu juga dengan Ade Maulana (10), anak keempatnya. Walaupun masih kecil, ia tak ragu untuk menjajakkan agar-agar yang juga diambil dari tetangganya dan dijualnya secara keliling. “Harga ambil dari tetangga biasa 400 rupiah, terus sama anak saya dijual 500 rupiah, untungnya 100 rupiah,” jelasnya. “Dia mah nggak malu sama teman-temannya, rajin,” tambahnya sambil terus tersenyum.
Keterangan :
Dengan kondisi tersebut, mimpi untuk memperbaiki rumah sangat sulit diwujudkan karena keadaan ekonomi yang masih sangat minim. Beruntung sekali mimpinya untuk membangun rumah dapat terwujud dengan bantuan dari Tzu Chi. “Terimakasih banyak lah saya…bersyukur sekali,” ujarnya berkali-kali. “Nanti kan kalau udah jadi, kita bisa tidur di kamar lagi, nggak perlu di sofa,” tambahnya. Berharap Umur Panjang Kini saat melihat rumahnya dalam tahap pembangunan, Ia merasa tak dapat berhenti bersyukur. Hingga saat relawan datang mengunjungi rumahnya, air matanya menetes dan Ia tidak dapat mengucapkan apa-apa kecuali terima kasih. “Terima kasih banyak kepada Yayasan Buddha Tzu Chi. Doain biar (saya) umur panjang, biar bisa tinggal di rumah baru” ujarnya terbata-bata. | |||
Artikel Terkait
Mengenang Sejarah Tzu Chi Indonesia
20 Januari 2016Dalam acara Pemberkahan Akhir Tahun 2015 ini menampilkan pentas drama kilas perjalanan Tzu Chi Indonesia. Berawal dari tahun 1993, para istri-istri pengusaha Taiwan (Liu Su Mei, Bao Qing, Liang Qiong, dan Chun Ying) hingga kini menjadi besar yang telah berusia 22 tahun.