Rumah Mungil untuk Nenek Amlah (Bag. 2)

Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali), Fotografer : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali)

fotoRelawan mulai memindahkan barang-barang dari kamar lama untuk dibersihkan.

Jalinan kasih yang Berlanjut
Ikatan jodoh Siti Amlah dengan Tzu Chi adalah di saat relawan Tzu Chi Bali memutuskan untuk membangun sebuah rumah kecil yang lebih layak. Hatinya yang polos dan bersahaja, membuat banyak relawan tersentuh. Jarang dapat ditemui wanita Bali yang seumuran dengan Siti Amlah yang dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Para relawan sering dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal karena Siti Amlah gemar sekali berkelakar tanpa tertawa sedikit pun.

Tzu Chi membangun sebuah rumah kecil tepat di depan rumah lamanya. Bukan hanya membangun rumah, Tzu Chi juga membangunkan sebuah kamar kecil. “Kalau mau buang air besar, kita harus berjalan sampai ke sana,” kata Ni Wayan Nuriani kepada relawan sembari menunjuk sebuah rumah tua yang berjarak kurang lebih 50 meter dari rumah mereka. Untuk penyediaan air bersih, keluarga memasang pipa selang dari sumur yang berada di rumah tua tersebut dan menggunakan sebuah pompa air untuk mengalirkannya. Sedangkan untuk penyediaan listrik, mereka menarik sebuah kabel listrik dari tetangga dan diharuskan  membayar Rp 100.000 per bulan.

Saat tiba di rumahnya, satu per satu relawan Tzu Chi mengucapkan salam kepada Siti Amlah sembari menanyakan kabarnya. Setelah bercengkrama sejenak, relawan langsung menjalankan tugasnya masing-masing. Ada yang menyapu halaman, membantu para tukang bangunan, dan ada yang membersihkan tangan dan kaki Siti Amlah. Tidak ada kesan kotor atau tidak nyaman, semua relawan dengan semangat melakukan tugasnya. Inilah salah satu bentuk pelatihan diri, dimana kita dapat mengecilkan ego kita masing-masing, bersedia membungkukkan badan dan tidak terpengaruh dengan apa yang ada di sekitar kita. Anggota keluarga juga tidak mau ketinggalan, mereka serta merta ikut berbaur dengan para relawan untuk membantu. Sekilas terlihat semuanya bagaikan sebuah keluarga besar, inilah bagian dari wujud cinta kasih universal.

Di saat membersihkan tangan serta kaki Siti Amlah, relawan terus mengajak Siti Amlah bernostalgia tentang masa lalunya. Bagaimana kehidupannya saat ia masih muda dan bersama mendiang suaminya. Relawan sesekali menghiburnya dengan mengatakan kalau dirinya masih muda. “Ah, siapa yang bilang saya masih muda?” sanggah Siti Amlah sambil tersipu malu. “Bener kok. Dadong masih masih cantik,” jawab salah satu relawan menghibur.

foto  foto

Keterangan :

  • Syaiful (berbaju putih) tergugah dengan apa yang dilakukan oleh relawan terhadap Siti Amlah, sehingga ia pun bersedia turut membantu. (kiri)
  • Kata perenungan Master Cheng Yen juga ditempelkan di dinding kamar Siti Amlah. Relawan berharap setiap orang yang melihatnya dapat tergugah dan terinspirasi. (kanan)

Setelah tangan dan kakinya bersih, Siti Amlah dibawa ke kamarnya untuk dibersihkan badannya dan berganti pakaian. Di dalam kamarnya, I Made Braham menceritakan kisah-kisah dulu sewaktu mendiang ayahnya masih bersama mereka. Ayahnya telah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya hampir 15 tahun yang lalu. “Bapak itu tegas tetapi penyayang,” ingat I Made Ibraham mengenai ayahnya. Matanya berkaca-kaca dan akhirnya air mata pun meleleh ke pipi karena perasaan rindu akan seorang sosok Soepu Bin Simin. Meski Siti Amlah mengidap Alzheimer tetapi sewaktu mendengarkan cerita anaknya, dirinya sesekali menyeka matanya. Ini menandakan kalau Siti Amlah masih dapat mengingat beberapa penggal kisah masa lalunya.

Tepat seminggu setelah relawan melakukan bersih-bersih, rumah mungil itu pun telah berdiri dengan kokoh. Tampak kamar kecil yang layak berada di sisi samping rumah tersebut sehingga tidak membuat Siti Amlah harus berjalan jauh jika hendak membuang hajat. Melihat relawan berdatangan, Siti Amlah beranjak dari duduknya dan datang menghampiri. “Hari ini, Dadong akan tidur di kamar yang baru,” ujar relawan kepada Siti Amlah. Relawan mempersilahkan Siti Amlah untuk duduk dan relawan lainnya membantu berbenah dan memindahkan barang-barang dari kamar lama untuk dibersihkan.

foto  foto

Keterangan :

  • Jalinan jodoh Siti Amlah dengan Tzu Chi adalah di saat relawan Tzu Chi Bali memutuskan untuk membangun sebuah rumah kecil yang lebih layak. (kiri)
  • Mungkin Siti Amlah akan lupa nama-nama relawan Tzu Chi yang datang, tetapi begitu melihat warna seragam Tzu Chi, maka sebuah sambutan yang hangat dan senyuman yang manis akan selalu terpancar dari dirinya. (kanan)

Setelah beberapa barang-barang Siti Amlah dibersihkan dan dirapikan. Para relawan mulai memindahkan satu per satu ke dalam rumah mungil itu. Sewaktu memindahkan kasur, tanpa sengaja relawan melihat ada bagian ujungnya yang terbuka, langsung saja mengambil jarum dan benang untuk menambalnya dengan sepotong kain. Mungkin bagi sebagian orang itu hanyalah sepotong kain biasa yang ditambal, tetapi bagi relawan itu adalah bagaikan menjahit sebuah jalinan jodoh kasih sayang untuk selama-lamanya dengan Siti Amlah.

Syaiful salah seorang tukang bangunan merasa tersentuh melihat bagaimana relawan Tzu Chi bersedia turun tangan membantu orang yang sama sekali tidak ada hubungan kekerabatan dengan mereka. “Ini adalah kali pertama saya ikut kerja sosial seperti ini,” ujarnya sambil tersipu malu. Di kesempatan yang sama, relawan juga menempelkan sebuah Kata Perenungan Master Cheng Yen di dinding rumah baru Siti Amlah: “Memiliki kemampuan dan menggunakannya untuk membantu orang lain adalah wujud rasa syukur. Dengan saling bersyukur dan membantu, setiap orang dapat hidup sejahtera dan penuh sukacita.” Relawan juga menceritakan mengenai Tzu Chi kepada anggota keluarga dan menceritakan kisah celengan bambu. Sebuah celengan bambu pun diberikan, semoga jalinan kasih sayang ini akan dapat berlanjut.

Sumbangsih insan Tzu Chi kepada Siti Amlah bukan saja sampai di situ saja. Secara berkala, relawan melakukan kunjungan kasih. Mungkin Siti Amlah akan terus melupakan nama-nama relawan Tzu Chi yang datang, tetapi begitu melihat warna seragam biru putih atau abu putih, sebuah sambutan yang hangat dan senyuman yang manis akan selalu terpancar dari dirinya. Di dalam hati setiap relawan, seorang Siti Amlah adalah seorang yang periang dan senang berkelakar.

Salah seorang relawan bahkan kembali mengenang mendiang neneknya sendiri. “Ingat nenek (saya) waktu beliau belum berpulang,” katanya sewaktu membersihkan tangan dan kaki Siti Amlah. Meski pada waktu itu dirinya tidak ada kesempatan melakukan hal yang sama kepada neneknya, tetapi kali ini ada sebuah kesempatan dan ladang berkah yang membuatnya mampu mewujudkan rasa baktinya melalui Siti Amlah. Master Cheng Yen juga sering mengatakan, “Menggunakan tubuh kita untuk berbuat kebajikan adalah salah satu wujud berbakti kepada orangtua”. Hal ini karena orang tualah yang telah memberikan tubuh kepada kita, dan jika kita melakukan dan menjalankan hal yang baik, bukankah itu sebuah wujud membalas budi orang tua?

Selesai


Artikel Terkait

Demi Ajaran Buddha, Demi Semua Mahluk Hidup

Demi Ajaran Buddha, Demi Semua Mahluk Hidup

20 Mei 2013 Terdengar alunan Sutra Sakyamuni  “Namo Ben Shi, Shi Zia Mo Ni Fo” berkumandang, menambah suasana khidmat di pagi hari dengan semilir angin yang lembut membelai wajah.
Kebahagiaan dan Ucapan Penuh Syukur di Peletakan Batu Pertama Kantor Tzu Chi Cikarang

Kebahagiaan dan Ucapan Penuh Syukur di Peletakan Batu Pertama Kantor Tzu Chi Cikarang

06 Agustus 2024

Penantian cukup lama bagi relawan Tzu Chi Cikarang untuk bisa memiliki "rumah" sendiri akhirnya terwujud. Berawal dari tiga orang relawan yang menginspirasi ratusan relawan lainnya untuk berbuat kebajikan.

Kesehatan Harta yang Terpenting

Kesehatan Harta yang Terpenting

16 Desember 2013 Masyarakat sangat senang dengan kegiatan ini karena di daerah ini jauh dari rumah sakit dan hanya memiliki satu puskesmas.
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -