Rumah Pendek itu Akan Berganti
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Anand Yahya Minah duduk di depan bagian belakang rumah mereka yang dua bulan lalu mendapat bantuan dari Dinas Sosial Pemda DKI. | Sore itu, 4 Februari 2008, Minah (58) dan suaminya, Yanwar (53), tampak sedang berdiri memandangi puing-puing reruntuhan rumah bagian depan milik mereka yang berserakan tak menentu. Belum lagi barang dagangan Minah yang kini tak lagi tertata rapi seperti sebelumnya. Meski rumah yang berukuran 8x2,7 meter itu kini tinggal puing, tak terlihat sedikit pun sedih dan muram di wajah mereka, karena tak lama lagi, puing-puing itu akan berganti menjadi bangunan baru yang lebih tinggi dan kokoh. |
Minah adalah satu dari 16 orang penerima program program Bebenah Kampoeng yang dicanangkan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Program ini adalah hasil kerjasama 3 institusi, yaitu Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD). Ket : - Lurah Pademangan Barat, Purnomo sedang memberikan kata sambutan dalam program sosialisasi Luas rumah Minah sebenarnya adalah 12x2,7 meter yang dihuni oleh 9 anggota keluarga. Namun bagian belakang rumah yang luasnya 4x2,7 meter ambruk beberapa bulan lalu, dan kini telah direnovasi oleh Dinas Sosial Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sayangnya, sisa bagian depan yang berukuran 8x2,7 meter tak mendapat bantuan perbaikan. Bagian depan itu tetap seperti sediakala, sempit dan atapnya pendek. Minah dan keluarganya telah menetap selama 28 tahun di tanah yang dahulunya masih berupa empang-empang. Di tahun 1980-an, belum banyak warga yang menetap di Pademangan Barat, namun seiring semakin banyaknya penduduk, Pademangan Barat pun kini menjadi pemukiman yang padat. Ket : - Minah berdiri memandangi reruntuhan bagian depan rumahnya. Tak lama lagi bagian itu pun berganti Rumah kecil Minah diapit oleh 2 rumah bertingkat di kanan dan kirinya. Sejak pertama kali dibangun, lantai rumahnya sudah 7 kali ditinggikan bersamaan dengan jalan di depan rumah yang juga terus meninggi. Jika lantai rumah tak ditinggikan maka saat hujan turun, air akan masuk ke dalam rumah. Namun setelah 7 kali ditinggikan, kini mereka tak dapat lagi meninggikan lantai rumah itu. Jarak lantai dengan plafonnya kini hanya tinggal 1,5 meter. Tentu hal ini tak lagi nyaman untuk ditinggali, apalagi bagi mereka yang tinggi badannya lebih dari 1,5 meter. Untuk masuk ke dalam rumah, kita harus terus merunduk agar kepala kita tak terantuk plafon yang teramat pendek. Kondisi ini telah dirasakan oleh Minah dan keluarganya selama bertahun-tahun. Aktivitas keseharian mereka, mulai dari makan, minum, tidur, menonton televisi hingga memasak, semua dilakukan sambil merunduk. Ket : - Tenda Tzu Chi juga dipersiapkan untuk menampung barang-barang milik warga yang rumahnya dibongkar Yanwar, suami Minah, hanyalah seorang tukang sapu harian di Pasar Pagi Mangga Dua. Upahnya yang Rp 35 ribu per hari jelas tak cukup untuk membiayai peninggian atap rumah. Upah sebesar itu pun hanya dibayarkan jika ia masuk kerja. Untuk membantu ekonomi keluarga, Minah lalu membuka warung kecil-kecilan di depan rumah. Kini bagian depan rumah itu telah mendapat bantuan dari program Bebenah Kampoeng Tzu Chi. Yanwar bahkan sengaja mengajukan cuti kerja selama 2 minggu agar dapat membantu proses pembangunan rumahnya. Tak lama lagi impian Minah dan keluarganya akan rumah yang tinggi dan kokoh akan segera terwujud. Rumah pendek itu tak lama lagi akan berganti dengan rumah yang lebih tinggi dan kokoh. Kelak mereka tak perlu lagi membungkuk saat memasukinya. | |