Rumah Sakit Cinta Kasih Mengedukasi Pasien dan Keluarganya

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

doc tzu chi

Suster Praptanti membawakan materi Penanggulangan TBC di ruang tunggu poli di lantai 1 Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi (RSCK) Cengkareng. Selama tiga hari berturut-turut, 16, 17, dan 20 Maret 2017, RSCK mengadakan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang bagaimana menjaga kesehatan diri sehingga terhindar dari penyakit.

Sebagai sarana edukasi bagi masyarakat khususnya untuk pasien dan keluarganya, Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi (RSCK) Cengkareng mengadakan penyuluhan kesehatan di lingkungan RSCK. Penyuluhan yang diadakan selama tiga hari, pada 16, 17, dan 20 Maret 2017 tersebut diisi dengan materi mengenai bagaimana cara menjaga diri (kesehatan) di lingkungan rumah sakit. “Seperti hand higine (cara mencuci tangan yang benar), etika batuk, dan yang pamungkas adalah tentang penanggulangan TB (tuberculosis –red),” jelas Dokter Toto Suryana.

Dokter Toto menambahkan bahwa kegiatan serupa juga pernah dilakukan di RSCK yang tujuannya tentu untuk memberikan edukasi, “Sehingga keluarga pasien bisa (melakukan) pencegahan dan tahu penularan penyakit itu seperti apa.”

Penyuluhan yang dilakukkan di ruang tunggu poli di lantai 1 rumah sakit tersebut disambut antusias oleh para pasien dan keluarganya. Di hari ke-3 penyuluhan, Rabu, 20 Maret 2017, ada sebanyak 42 peserta yang menyimak penuturan dari dokter dan suster yang membawakan materi Penanggulangan TBC. Salah satunya adalah Lina yang tengah menunggu antrean di Poli Mata, untuk pengobatan suaminya. Lina mengaku senang dan mendapatkan manfaat dari penjelasan yang diberikan oleh Suster Praptanti yang merupakan Tim Penanggulangan TB di RSCK.

“Walaupun (dibawakan secara) singkat, tapi saya dapet intinya,” ucap Lina. “Penjelasan dari suster, mudah dimengerti dan saya akhirnya tahu kalau sakit paru-paru itu berbeda dengan TB,” imbuhnya tersenyum. Lina pun ingin mempraktikkan tentang bagaimana penanggulangan kuman penyakit, bukan hanya TB. “Mau bawa ilmunya ke rumah, pesen ke anak dan suami untuk jaga diri. Ya gampangnya jangan meludah sembarangan ya, sama persiapan masker kalau bepergian,” ungkapnya lagi.

Lina (kiri) berkonsentrasi mendengarkan materi yang dijelaskan oleh Suster Praptanti. Ia mengaku mendapatkan ilmu baru yang bisa dibagikan kepada anggota keluarga.

Ada 42 peserta yang turut mendengarkan penyuluhan kesehatan singkat yang dibawakan pada 20 Maret 2017. Selain mendengarkan penjelasan, mereka juga mendapatkan flyer berisi penjelasan tentang penyakit TB.

Suster Praptanti merasa bahwa penyuluhan semacam ini adalah upaya prefentif yang harus lebih sering dilakukan. Pasalnya, pengetahuan akan penyakit memang harus disebarluaskan kepada masyarakat agar tidak timbul salah persepsi. “Apalagi penyakit TB,” ucap Suster Tanti, panggilan akrabnya. Pada akhir 2016, Indonesia menduduki peringkat 2 di dunia dengan penderita TB terbanyak setelah India. “Padahal pada tahun 2015, Indonesia ada di urutan ke empat. Cepat sekali peningkatannya,” ujarnya khawatir.

Suster Tanti pun menjelaskan bahwa virus TB memang termasuk virus yang mudah menular. Penularannya paling mudah terjadi melalui udara. “Dengan orang (penderita TB) batuk yang tidak menutup mulut lalu dihirup orang lain. Itu bisa,” tuturnya. Penularan pun bisa terjadi di mana saja mulai dari lingkungan sekitar hingga tempat-tempat umum, termasuk angkutan umum. “Maka dari itu persiapan membawa masker sangat penting untuk menjaga diri,” tambah Suster Tanti. Ia melanjutkan bahwa walaupun mudah menular, kuman TB tidak langsung terlihat seperti pada penyakit flu atau batuk biasa. Kuman TB bisa tinggal dan bertahan di paru selama bertahun-tahun. “Kumannya dalam kondisi dorman (pertumbuhan yang terhambat –red). Saat kondisi badan kita fit, kita sehat seperti biasa saja. Tapi pada saat kondisi drop, dia bisa muncul,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Suster Tanti juga menjabarkan gejala utama pada penyakit TB yaitu batuk berdahak yang terus menerus selama dua minggu lebih. Penderita juga akan menderita sesak napas, demam, nafsu makan pun menurun, berat badan menurun, dan sering kelelahan.

Mengatasi penyakit TB, penderita harus disiplin karena pengobatannya dilakukan selama jangka waktu tertentu. Paling cepat, penderita diharuskan minum obat selama enam bulan penuh tanpa absen sekalipun. Apabila penderita lupa meminum obat, lanjut Suster Tanti, dia harus kembali melakukan konsultasi dan memeriksakan diri ke dokter. “Proses minum obatnya harus ulang lagi dari awal,” tandas Suster Tanti.

Di akhir perbincangan, Suster Tanti kembali mengingatkan bahwa apabila ada satu dari anggota keluarga terinfeksi TB, maka anggota keluarga yang lain dianjurkan untuk memeriksakan diri. Hal itu untuk memutus rantai penularan dari lingkup paling kecil. Hal lain yang harus dilakukan adalah menjaga lingkungan tetap bersih, membuka ventilasi rumah di pagi hari, menjaga pemenuhan nutrisi dalam tubuh, dan tidak meludah di sembarang tempat. “Jangan lupa untuk memeriksakan diri ke dokter apabila timbul gejala,” pungkas Suster Tanti.


Artikel Terkait

Hidup Berharga dengan Jauh dari Rokok dan Minuman Keras

Hidup Berharga dengan Jauh dari Rokok dan Minuman Keras

07 September 2023

Relawan Tzu Chi di Xie Li Kalimantan Timur 1 memberikan penyuluhan kesehatan remaja untuk siswa SMP Eka Tjipta Foundation 01 Kongbeng. Bahaya rokok dan minuman keras menjadi materi penyuluhan ini.

Waspada Menyikapi Ancaman Virus Corona

Waspada Menyikapi Ancaman Virus Corona

03 Februari 2020

Gathering penerima bantuan Tzu Chi di He Qi Pusat, Minggu 2 Februari 2020 tampak sedikit berbeda dari biasanya. Puluhan penerima bantuan mendapatkan penyuluhan bagaimana menyikapi ancaman novel coronavirus (2019-nCoV).

Penyuluhan Kesehatan dan Bersumbangsih Kepada Masyarakat

Penyuluhan Kesehatan dan Bersumbangsih Kepada Masyarakat

25 Juni 2018
Sabtu, 23 juni 2018, relawan Tzu Chi Biak mengadakan sosialisasi kesehatan dan SMAT (Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi) bagi warga Desa Dofyo Wafor. Selain sosialisasi, para warga desa juga mendapatkan celengan bambu.
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -