Rumah yang Bahagia

Jurnalis : Jennifer (He Qi Barat), Fotografer : Riadi Pracipta, Jessica (He Qi Barat)
 
 

fotoDalam rangka bulan Ramadhan, kelas budi pekerti Ai De Xi Wang dipindah ke sore hari, digabungkan dengan acara buka bersama anak-anak dan orang tua mereka.

Rumah yang bahagia, adalah tema kelas budi pekerti Ai De Xi Wang yang dilaksanakan pada 4 September 2010 yang lalu. Bertepatan dengan bulan Ramadan, kegiatan kali ini khusus dilaksanakan sore hari karena sekaligus akan diadakan acara buka puasa bersama. Karena itu, selain anak-anak peserta Ai De Xi Wang, para orang tua juga turut hadir.

 

”Anak-anak, kali ini kita akan melakukan permainan membangun sebuah rumah. Di sini ada dua puluh keping bujur sangkar yang harus kalian susun hingga menjadi sebuah rumah,” kata Suwignyo Shibo memulai permainan sore itu. ”Akan tetapi, untuk membangun rumah ini ada ketentuannya, yang pertama kalian harus memindahkan satu per satu kepingan ini ke tempat yang sudah ditentukan, tanpa beranjak dari tempat kalian berdiri, jadi kalian harus memindahkannya secara estafet. Ketentuan yang kedua, rumah tersebut haruslah memiliki tiga lantai dan memiliki atap. Satu hal yang harus kalian perhatikan, dalam membangun rumah kalian harus mendiskusikannya dulu bersama-sama teman satu kelompok, dan rumah yang kalian bangun nanti haruslah kokoh sehingga jika seandainya ada badai, angin topan ataupun gempa, rumah kalian akan tetap utuh berdiri,” Rita Shigu menambahkan.

Setelah diberi contoh oleh shigu dan shibo, anak-anak dan orangtua yang sudah dibagi menjadi empat kelompok serta didampingi oleh para relawan, mulai membangun rumahnya masing-masing. Dengan sigap, potongan demi potongan bujur sangkar dioper secara estafet, lalu setelah diskusi kecil, mereka mulai membangun rumah mereka. Anak-anak dan para orangtua bersama-sama membangun rumah mereka dengan penuh kegembiraan.

”Nah sekarang semua rumah sudah jadi, silahkan dua orang anak dari masing-masing kelompok pergi ke kelompok yang lain dan kalian harus mengipas rumah teman kalian, seumpama itu adalah angin topan atau gempa bumi yang sedang melanda,” demikian Suwignyo Shibo memberikan pengarahan.

foto  foto

Ket : - Anak-anak dan orang tua dibagi berkelompok untuk membangun sebuah rumah yang kokoh dari bujur             sangkar berbahan matras. (kiri)
        - Anak-anak bergantian mengipasi rumah-rumahan yang dibangun kelompok lainnya, seolah-olah rumah            tersebut tengah dilanda topan badai. (kanan)

Maka seketika itu juga suasana menjadi gaduh, anak-anak berteriak saat melihat rumah yang mereka bangun dengan susah payah bergoyang-goyang saat diterpa angin.  Perlahan, satu rumah roboh, disusul rumah lainnya. Ada yang hanya bagian atapnya saja yang runtuh, dan hanya tinggal satu rumah yang sampai terakhir masih tetap utuh berdiri. Tampak kekecewaan menghiasi wajah-wajah kecil itu, beberapa terlihat bersedih dan ada rasa ketidakpuasan di sana.

”Perasaan saya sedih ketika rumah yang sudah dibangun dihancurkan, maka saya juga tidak mau menghancurkan rumah orang lain,” tutur Wulan, salah satu peserta saat diminta untuk sharing pengalamannya dalam membangun rumah. ”Sebaiknya kita tidak menghancurkan rumah orang lain sehingga rumah kita juga tidak dihancurkan, dan untuk menciptakan hubungan dalam rumah tangga menjadi harmonis adalah dengan saling menghargai,” kata Jessika, peserta lainnya.

Lain lagi dengan Dinda, “Saya senang sekali saat membangun rumah. Pada saat ada gempa rumah saya hancur, tetapi pada bagian atasnya saja. Teman saya ada yg sedih hingga menangis saat rumah kami rusak.” Tampak di sampingnya berdiri terdiam, seorang anak laki-laki kecil dengan wajah masih terlihat sedih. “Sedih, karena sudah susah membuat rumah, tapi rumahnya hancur,” kata Budi, anak laki-laki itu, saat ditanya perasaannya.

foto  foto

Ket : - Seusai permainan, anak-anak diajak untuk berbagi perasaan mereka serta hikmah yang telah mereka             petik dari sana. (kiri).
         - Sebagai acara penutup, anak-anak, orang tua, dan relawan berbuka puasa bersama dalam sebuah             rumah bahagia, yaitu rumah keluarga besar Tzu Chi. (kanan)

”Anak-anak, kalian tadi sudah merasakan sendiri, bagaimana susahnya membangun sebuah rumah, dan bagaimana sedihnya kalian saat rumah kalian hancur. Sama halnya dengan keluarga kita sendiri, membangun sebuah keluarga tidaklah mudah. Kita harus saling bekerja sama dengan seluruh anggota keluarga, dengan ayah, ibu, kakak serta adik, sehingga bisa menciptakan rumah yang bahagia, harmonis dan kokoh,” kata Suwignyo Shibo menyimpulkan.

Sayup-sayup terdengar suara Azan, waktu berbuka telah tiba, Bapak Pahru, Wakil Kepala SD Cinta Kasih Tzu Chi memberikan sambutan dan memimpin doa berbuka, sebelum seluruh peserta menikmati hidangan yang sudah disediakan. Kali ini diterapkan tata cara untuk mengambil makanan yang diadaptasi dari tata cara di Taiwan. Dua belas orang anak yang sudah ditunjuk sebagai tim pelayanan, memakai celemek, topi, serta penutup mulut, siap membantu mengambilkan makanan. Semua peserta berbaris dengan rapi, antri untuk mengambil makanan tanpa ada yang bersuara. Jari kelingking diacungkan jika menghendaki jumlah makanan yang sedikit, dan sebaliknya jika menghendaki jumlah yang lebih banyak, ibu jari yang diacungkan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan, karena jika banyak yang berbicara, kemungkinan besar makanan dapat tercemar.  Selain itu dengan tanpa suara, suasana menjadi lebih tertib dan harmonis.

Waktu terasa berjalan begitu cepat, saatnya untuk kembali ke rumah. Semua yang hadir saat itu mendapat sebuah pelajaran berharga yang sepatutnya diterapkan dalam kehidupan masing-masing. Untuk membangun sebuah keluarga yang bahagia dibutuhkan peran serta seluruh anggota keluarga, seperti yang disampaikan oleh Master Cheng Yen: “Hidup berumah tangga tidak hanya menuntut materi yang berlimpah, harus menitikberatkan pada interaksi secara kejiwaan, agar hubungan antara orangtua dan anak, antara suami dan isteri dapat harmonis dan memuaskan.”

  
 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih : Gaya Hidup Melindungi Bumi

Suara Kasih : Gaya Hidup Melindungi Bumi

03 Juni 2010
Para relawan berbagi cerita tentang manfaat bervegetarian bagi bumi dan keselarasan iklim. Kita dapat memperbaiki kondisi bumi asalkan semua orang senantiasa hidup hemat dan rajin serta membangkitkan cinta kasih dan menghormati kehidupan.
Suara Kasih : Festival Perahu Naga

Suara Kasih : Festival Perahu Naga

21 Juni 2010
Perayaan Festival Perahu Naga menyatukan hati banyak orang untuk menyebarkan cinta kasih dan menjalin jodoh yang baik. Sungguh, semua orang bersatu hati membuat bacang dengan penuh cinta kasih.
Melatih Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Melatih Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

24 April 2018

Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan kegiatan Gong Xiu (pelatihan) pada Minggu, 22 April 2018. Sesuai dengan maknanya, Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengajak para relawan, anak asuh, dan penerima bantuan Tzu Chi untuk melatih diri dengan melaksanakan kebaktian Sutra Lotus dan pradaksina bersama-sama.


Keindahan sifat manusia terletak pada ketulusan hatinya; kemuliaan sifat manusia terletak pada kejujurannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -