Rumah yang Tertutup Jalan

Jurnalis : Budi Suparwongso (He Qi Utara), Fotografer : Budi Suparwongso dan Lie Fen (He Qi Utara)
 
 

foto
Rumah Pak Raiman bin Salim sudah terbenam oleh jalanan yang semakin tinggi karena terus-menerus diaspal selama puluhan tahun.

Hari ini, Selasa tanggal 11 Agustus 2012, relawan Tzu Chi berkumpul di SMP Al Muttaqin, Kapuk Muara untuk berkeliling RT dan RW membagikan kupon bingkisan Lebaran kepada kaum fakir dan yatim piatu. Belum lagi jam 08.00, sudah ada beberapa relawan Abu Putih dan Biru Putih yang tiba di lokasi. Setelah terkumpul kira-kira 30 relawan lebih, JodieShixiong sebagai Ketua Pelaksana memberikan penjelasan singkat kepada kami semua. Pembagiannya, satu grup relawan mendapat tugas berkeliling sebanyak dua atau tiga RT.

 

 

Waktu menunjukkan pukul 09.00 ketika rombongan relawan sebanyak 14 grup melangkah gembira menuju ke rumah para penerima kupon, tentunya dengan didampingi oleh Ketua RT atau pengurus wilayah setempat. Kami masuk dari gang kecil tepat di seberang sekolah dan jalanan kecil yang semula lurus menjadi berkelok-kelok membawa kami dari satu rumah ke rumah lainnya.

Banyak cerita yang terkumpul di hati kami ketika bertemu dengan para penerima kupon, ada yang berseri-seri, ada yang masih tidur karena lelah bekerja, ada yang bahkan menangis terharu meneteskan air mata. Mereka adalah sama seperti kita juga, bekerja keras demi sesuap nasi dan berhati lembut menghargai nilai ketulusan dari ajaran Tzu Chi.

foto  foto

Keterangan :

  • Ibu Yayang (kedua dari kiri) yang dengan penuh kesabaran menunjukkan jalan kepada kami berdua untuk membagikan kupon dan akhirnya kami bertemu dengan pak Raiman (kiri).
  • Pak Raiman sudah membubuhkan tanda tangannya di atas kupon bingkisan lebaran. Esok paginya bisa mengambil bingkisan lebaran di SMP Al Muttaqin mulai jam 08.30 (kanan).

Sampai akhirnya kami bertemu dengan Bapak Raiman bin Salim. Ia adalah salah satu penghuni setia Kapuk Muara sejak tahun 1978. Namun yang menjadi pusat perhatian kami bukanlah sejak tahun berapa lama ia tinggal, melainkan adalah keadaan rumahnya yang tidak lazim. Yaitu berada jauh di bawah aspal jalanan. Dari sejak pagi kami berdua berkeliling ke sekitar 60 rumah, hanya rumah Pak Raiman yang lantainya lebih rendah 50 cm daripada posisi jalan kecil di depan rumahnya.

Dulu, pak Raiman datang ke Jakarta tahun 1960, pada saat itu ia bekerja dari pabrik ke pabrik. Baru pada tahun 1965 bekerja di bagian pembuatan SIM. Pada akhirnya bekerja sebagai supir karena sudah mempunyai SIM sendiri dan pindah ke Kapuk Muara sejak tahun 1978. Di tahun 1965, ketika pak Raiman sudah mempunyai SIM, beliau mempersunting istrinya sekarang yang bernama Arsih.

foto  foto

Keterangan :

  • Keadaan ruang tamu yang sangat sederhana namun tetap terlihat bersahaja dan terjaga kebersihannya. Masih terlihat garis-garis di tembok sebagai tanda bekas banjir (kiri).
  • Jari pak Raiman menunjukkan seberapa tinggi banjir yang pernah masuk ke dalam rumahnya (kanan).

“Tanah mulai diaspal tahun 1980an,” demikian penuturan pak Raiman, “dan sejak saat itu jalanan terus naik,” ujarnya mengenang masa itu. Pak Raiman berasal dari Ciranjang, Cianjur, sebaliknya sang istri tercinta, Arsih, berasal dari Pandeglang, Banten. Mereka berdua mempunyai 11 orang anak, 3 anak meninggal dan sampai sekarang dia masih mempunyai tanggungan 4 orang anak karena mereka belum berkeluarga.

Anak-anak pak Raiman sudah bekerja tapi hanya cukup untuk hidup sederhana sehari-hari. Di rumah ‘antik’ inilah mereka berenam tinggal, ayah, ibu dan 4 anak yang belum menikah. “Dulu saya bekerja sebagai supir digaji empat puluh ribu rupiah dan harus mengurus banyak anak sampai tidak berkemampuan untuk memperbaiki rumah. Sekarang sudah berumur 70 tahun, sudah tidak diterima bekerja lagi. Istri saya berumur lebih muda 8 tahun dari saya,” ungkapnya. “Jaman dulu, tahun 1980 pasang listrik dan baru ada 3 rumah waktu itu” kisahnya bernostalgia. Pak Raiman juga pernah mengalami masa-masa terkena banjir bandang. Beliau memberitahu kami bahwa banjir pernah melanda rumahnya sampai setinggi pundak orang dewasa.

Hari sudah lewat tengah hari, kamipun berpamitan kepada pak Raiman sekeluarga untuk kembali ke SMP Al Muttaqin. Pak Raiman mengantar kami sampai ke pintu rumah dan mengucapkan sampai bertemu kembali. Hati yang selalu tenang dan menjalani hidup secara sederhana, itulah pengalaman yang kami dapatkan hari ini dalam kegiatan pembagian kupon bingkisan Lebaran oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

 

 
 

Artikel Terkait

Bersumbangsih untuk Korban Gempa Aceh

Bersumbangsih untuk Korban Gempa Aceh

09 Desember 2016

Pasca terjadinya bencana gempa 6,4 SR yang melanda Pidie Jaya, Aceh pada Rabu, 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB, Tzu Chi Indonesia melalui relawan dari Lhokseumawe pada pukul 11.00 WIB segera turun ke lapangan. Relawan mensurvei lokasi bencana dan melihat apa yang paling dibutuhkan oleh korban bencana.

Menyebar Cinta Kasih untuk Sesama

Menyebar Cinta Kasih untuk Sesama

24 Agustus 2011 Penuhnya celengan bambu tidak menandakan bahwa keluarga ini berhenti untuk turut bersumbangsih terhadap sesama. “Emak mau lagi celengan bambunya,” pintanya. Rasa ingin membantu sesama tumbuh di dalam hati emak.
Jangan Tunda Berbuat Baik

Jangan Tunda Berbuat Baik

25 Maret 2019

Salah satu relawan baru yang bernama Wena sudah memantapkan diri untuk menjadi relawan Tzu Chi setelah mendengarkan penjelasan dari Dwi Hariyanto. Hal itu ia lakukan karena tidak ingin menyia-yiakan waktunya lagi. “Kalau bisa langsung membantu, itu lebih baik lagi,” ungkapya.

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -