Saat Mata Mendengar, Telinga Melihat

Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Halim Kusin (He Qi Barat)


Relawan dari Batam Djaya Iskandar sedang mengajukan pertanyaan tentang Zhen Shan Mei kepada pembicara.

“Pernah kugambar wajahmu dengan pena dan tinta saat fajar dan senja, pernah kuabadikan sosokmu  lewat rekaman gambar di malam dan pagi indah….  Karenamu hatiku bagai teratai suci,    Karenamu kami bersatu menggapai berkah, ku menyajikan  jejak bodhisatwa menyebar cinta kasih…Kami relawan Zhen Shan Mei….  “ (Kutipan lagu mars Zhen Shan Mei)

Mars lagu Zhen Shan Mei  terdengar gema membahana memenuhi seisi ruangan  di aula Fu Hui Ting, Tzu Chi Centre, Jakarta di pagi hari Sabtu 26 April 2014 jam 9.15 pagi.  Iringan musiknya yang mengalun merdu sontak menghangatkan suasana camp Zhen Shan Mei yang berlangsung dari hari Sabtu hingga Minggu 27 April 2014.  Selain memiliki makna tersurat juga tersirat pesan cinta kasih dari teks lagu yang digubah secara Zhen (Benar),  Shan (Bajik) dan Mei (Indah) bagi semua peserta yang hadir. 

Dalam kata sambutannya Ketua Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia, Liu Siu Mei Shijie merasa sangat bersyukur saat Master Cheng Yen langsung memberikan izin untuk mendatangkan lima orang pembicara spesial dari divisi Zhen Shan Mei Taiwan untuk acara camp Zhen Shan Mei ini. Beliau sangat mengharapkan para peserta camp dapat belajar dengan sepenuh hati untuk mempraktekkan pengetahuan ini  dan agar kita membagikan kepada masing-masing komunitas untuk kemajuan Zhen Shan Mei Indonesia.  Gemuruh tepuk tangan peserta camp dari berbagai kota di Indonesia seperti  Jakarta, Surabaya, Medan, Singkawang termasuk para dokter dari TIMA yang hadir sebagai peserta tampak memberikan dukungan untuk mewujudkan harapan beliau tersebut.

Menerapkan budaya humanis sangatlah penting dilakukan oleh para relawan Zhen Shan Mei di dalam karya tulisnya mencatat jejak langkah cinta kasih, mengabadikan foto-foto kegiatan Tzu Chi dan merekam videonya,   sebab  pola budaya masyarakat sekarang sedang terjadi penurunan budaya yang sangat mengkhawatirkan seperti: memakai anting di hidung dan bibir, tattoo di sekujur badan, mengecat rambut warna warni, berpakaian tidak senonoh. Master Cheng Yen mengingatkan kita: “Kejahatan dan kebaikan sedang tarik menarik adu kekuatan, kita harus mengembangkan kebajikan dan meninggalkan kejahatan agar Tzu Chi dapat mewujudkan sebuah kekuatan besar untuk menentramkan masyarakat. Jadi peliputan hendaknya menekankan Kebajikan (Shan) sebagai Tonggak untuk masyarakat yang aman sejahtera,” kata Lai Rui Ling Shijie, pembicara pertama dari Daai TV Taiwan.


Zhen San Mei adalah pencatat sejarah Tzu Chi. karena kegiatan Tzu Chi selalu berhubungan dengan manusia dan kebajikan, maka akan menjadi indah jika hal ini diabadikan, demikian yang disampaikan oleh para pembicara.


 Salah seorang pembicara sedang menjelaskan tentang teknik pengarsipan.

Perekaman Video Berbudaya Humanis
“Di sebuah bukit nan tandus  dan terjal di  Xan Su, China sepasang kaki seorang wanita muda melangkah tergopoh gopoh memikul air menempuh jarak  beberapa kilometer. Sepanjang perjalanan itu, nafasnya terengah-engah melukiskan betapa berat perjuangannya menyusuri terjalnya bukit.  Ibarat  kendaraan roda dua yang tengah melaju tanpa mempedulikan nyawanya lagi, wanita itu  juga tak henti menapakkan langkah kakinya, bahkan pijakan kaki yang hanya memakai sepatu sederhana,  beberapa kali nyaris menyentuh bibir tebing yang dibawahnya tergangga jurang yang dalam! Sungguh miris sekali menyaksikan  kisah nyata  perjuangan hidup wanita dengan mempertaruhkan nyawanya setiap hari,  hanya demi memperoleh air bersih bagi kelangsungan hidup keluarganya yang tinggal di bukit itu”   Tayangan video spektakuler ini direkam langsung di lokasi kejadian oleh Dylan Yang Shixiong, seorang pembicara dari DAAI TV  dari Taiwan yang  sudah mulai fasih berbahasa Indonesia karena sering datang berkunjung. Video ini telah direkam dengan  luar biasa karena semua indra tubuh turut serta berpartisipasi dan terharmonisasi menjadi satu. Mata tidak hanya difungsikan sebagai indra penglihatan biasa dan telinga bukan hanya mendengar saja. Saatnya  mata dapat mendengar, telinga dapat melihat sejak rasa  empati  mendalam muncul di lubuk hati, karena mata dengan seksama menganalisa keadaan dengan mendengarnya langsung sehingga menyentuh hati bersuara kepada telinga untuk melihat dengan mata batin.  “Video rekaman  ini pada saat ditayangkan kepada  kepada berbagai komunitas Tzu Chi di Taiwan, telah mendorong linangan  air mata  banyak orang  dan menginspirasi pengumpulan dana solidaritas oleh para relawan Tzu Chi di Taiwan. Dari lautan dana kumpulan cinta kasih itu pada akhirnya dapat didirikan 200 tempat penampungan air di Xan Su, China,” ungkap Dylan Shixiong. Pesan terpenting yang  disampaikannya agar para relawan mampu mengaplikasikan perekaman video yang berbudaya humanis dan dapat menginspirasi  banyak orang berbuat kebajikan.  Hal ini dapat terwujud berkat  menggunakan landasan welas asih  yang tinggi, rasa empati  mendalam  yang menggali rasa ingin tahu dengan penuh kesungguhan hati dalam berkreasi sehingga  terciptalah hasil karya layaknya  seorang professional.   “Menata hasil karya kita dengan budaya humanis – Gan en (Bersyukur),  Zhun Zhong (Menghormati), Ai (Cinta Kasih), ” katanya  dengan tersenyum.        

“Suatu kebahagiaan yang tidak ternilai   ketika  saya dapat berbagi foto kegiatan  kepada orang lain lalu orang itu tergerak turut serta berbuat baik ” kata dokter Ong Tjandra, salah seorang peserta anggota TIMA dalam suatu wawancara. Fotografi menjadi hobby dokter spesialis kebidanan/SpOG(K)  yang tergabung  di komunitas He Qi Barat.  Di penghujung acara,  sharing lainnya yang  menarik  oleh peserta camp adalah Indah Farida Shijie , relawan abu putih berkedung putih  yang baru setahun bergabung menjadi relawan Huai Pantai Indah Kapuk , He Qi Utara ini penggemar setia acara pagi DAAI TV,  Sanubari teduh. “Sebelum pergi mengaji di mesjid, saya selalu menyempatkan waktu mendengar ceramah pagi Master Cheng Yen  dan  belajar juga ajaran Master dengan  membeli  banyak buku Beliau di Jingsi Books, semakin lama semakin saya yakin akan ajaran Kebenaran Tzu Chi yang penuh cinta kasih tanpa membeda-bedakan agama, ras, golongan, sosial,” kata wanita berhijab ini dengan penuh semangat  saat didampingi sang suami, seorang pensiunan Angkatan Udara dari Cilangkap, Jakarta yang juga baru bergabung sebagai relawan Tzu Chi. Sharing penuh inspirasi ini telah membuka mata kami untuk mendengar dan telinga kami untuk melihat agar lebih mengukir jejak langkah bodhisatwa menyebarkan cinta kasih universal  ke seluruh pelosok negeri.

Dua hari training serasa hanya sekejap mata, panjangnya materi yang dibagikan oleh para pembicara ini dan sharing-sharing peserta menjadi bekal yang sangat berharga bagi kami relawan Zhen Shan Mei. Setiap orang yang tertarik menyebarkan ajaran Cinta kasih universal  dapat menjadi relawan zhen shan mei di komunitasnya masing-masing agar semakin banyak cinta kasih dibagikan kepada orang lain untuk berbuat kebajikan agar terciptalah dunia aman, tentram bebas dari bencana.     

“Satu detik penuh arti akan lebih baik daripada satu hari yang tersia-siakan” (Master Cheng Yen)   Genggamlah sang waktu dan manfaatkanlah sebaik-baiknya untuk mengukir pena, mengabadikan peristiwa dan merekam video  kegiatan kegiatan Tzu Chi agar dapat menghasilkan karya–karya yang penuh inspirasi di jalan Bodhisatva ini.  


Artikel Terkait

Saat  Mata Mendengar, Telinga Melihat

Saat Mata Mendengar, Telinga Melihat

05 Mei 2014
Master Cheng Yen mengingatkan kita: “Kejahatan dan kebaikan sedang tarik menarik adu kekuatan, kita harus mengembangkan kebajikan dan meninggalkan kejahatan agar Tzu Chi dapat mewujudkan sebuah kekuatan besar untuk menentramkan masyarakat.
Camp Zhen Shan Mei , Menyamakan Persepsi

Camp Zhen Shan Mei , Menyamakan Persepsi

30 April 2014 Sejak tahun 2000, Zhen Shan Mei Indonesia mulai menerbitkan laporan dalam bentuk media cetak. Fungsinya adalah merekam jejak sejarah Tzu Chi Indonesia dan menyebarkan semangat cinta kasih Tzu Chi kepada masyarakat.
Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -