Saling Asah, Asih, dan Asuh
Jurnalis : Djunarto (He Qi Timur), Fotografer : Anand Yahya Dengan membaca dan memahami Buku Kata Perenungan Master Cheng Yen, kita dapat memetik banyak hikmah bagi pengembangan diri, sekaligus memperkaya batin kita dengan kebijaksanaan. | Pergunakanlah kebijaksanaan saat melihat arti kehidupan, gunakanlah keteguhan hati untuk mengatur waktu yang diberikan kepadamu. (Master Cheng Yen)
|
Matahari telah terbenam ke ufuk barat. Kendaraan hilir mudik dengan dua arah yang berbeda menuju tujuan masing-masing. Mobil jemputan saya berhenti tepat di Mal Kelapa Gading 1, dan saya pun bergegas menuju toko buku Jing-Si Books and Café Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kamis, 3 Juli 2009 merupakan waktu kegiatan sharing buku antar relawan Tzu Chi di Kelapa Gading. Bagi relawan yang mempunyai keinginan untuk mengutarakan isi hatinya sehubungan dengan buku renungan yang telah mereka baca, di sinilah ajang untuk saling sharing satu sama lain untuk saling menguatkan. Relawan yang hadir malam itu ada sekitar 15 orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Ada yang berstatus pengusaha, karyawan, dan ada yang fresh new comer (pendatang baru -red) dari hasil jejaring facebook “Tzu Chi Kelapa Gading“ group . Aksi dan Reaksi Moderator pada malam itu adalah Desi, relawan Tzu Chi yang cukup senior di Kelapa Gading. Pokok pembahasan mengenai “ego“ dan cara melepaskan ego. Tema ini sangat pas untuk menjabarkan isi dari salah satu buku renungan harian Master Cheng Yen, “Lepaskan keegoan dan lapangkan dada, jangan biarkan hati sempit menciptakan permusuhan satu sama lain.” Sebuah analogi sederhana yang dijelaskan secara rinci oleh Master Cheng Yen, salah satunya mengenai sudut pandang yang berbeda-beda antar sesama relawan. Di sini dibutuhkan kearifan dari masing-masing relawan atau individu untuk menghindari pertikaian, karena semua sudut pandang pada prinsipnya bertujuan untuk menuju titik temu yang sama. Ji Shou, relawan Tzu Chi menjelaskan bahwa di Tzu Chi memang agak berbeda dengan yang lain. Di sini (Tzu Chi -red) relawan langsung turun ke lapangan untuk melakukan kegiatan bersumbangsih dalam masyarakat, baru kemudian mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat, dan dari apa yang telah mereka lakukan. Banyak orang berpendapat bahwa di Tzu Chi hanya mendidik orang untuk berbuat baik, dan sesudah itu tidak ada pendalaman apa-apa lagi. “Pendapat orang-orang tersebut bisa dibenarkan, dikarenakan memang ada segelintir relawan yang memang senangnya demikian, hanya berbuat baik, sesudah itu kembali kepada sifat asal yang tidak mau mereka ubah sedikit pun. Itu berpulang kepada masing-masing relawan, tidak bisa kita paksa,” jelas Ji Shou. Namun, perlu dicermati bahwa di balik sebuah kegiatan, maka pada saat itu pembabaran Dharma telah dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita, baik terhadap masing-masing relawan, maupun dalam setiap kegiatan yang kita ikuti. Adakah perubahan sesudah kita melakukan kegiatan Tzu Chi, adakah tabiat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya, atau malah makin menjadi-jadi. Itulah yang harus kita renungkan sebenarnya. ”Jika tidak ada, maka semua itu sia-sia saja,” tambah Ji Shou. Ket : - Buku Kata Perenungan dan buku karangan Master Cheng Yen lainnya tidak hanya disukai para relawan Kembali Kepada Kearifan Kemudian Master Cheng Yen menjelaskan bila orang tersebut tetap bertahan pada sudut pandang pegangan teko, atau sebagian orang bertahan pada sudut pandang tuangan teh dari teko tersebut, maka timbullah kesalahpahaman, dan inilah sumber dari segala kemelekatan. Semua permasalahan itu timbul karena kondisi hati, untuk itu kondisi hati perlu diluruskan. Lebih dalam lagi, kondisi hati itu sendiri tidaklah cukup, karena akan senantiasa berubah-ubah dan setiap saat siap meledak dan tidak terkendali. Untuk itu, perlu lebih mementingkan kepentingan universal dalam hal ini, kembali kepada lubuk hati yang terurai sehingga semua bisa bersatu hati dan bergotong royong. Masalah pribadi dalam perbedaan pendapat sangat sepele, harus lebih mementingkan masalah lain yang jauh lebih besar. Para relawan Kelapa Gading yang hadir pada malam itu berhasil menarik kesimpulan, bahwa ego itu bersifat negatif. Namun bila ego telah diliputi oleh kebijaksanaan, maka ego tersebut diperlukan dalam memacu suatu kasus atau permasalahan atau dilema hidup menuju arah yang lebih baik. Dengan saling berbagi, saling asah, asih, dan asuh, maka akan memberikan kedamaian dan kekayaan batin di antara sesama relawan. | |
Artikel Terkait
Bazar Kue Bulan di Aceh
08 Oktober 2015Dalam rangka menyambut Festival Kue Bulan, Yayasan Buddha Tzu Chi mengajak relawan Tzu Chi di berbagai kota, termasuk Tzu Chi Aceh untuk mengadakan Bazar Kue Bulan. Bazar Kue Bulan Tzu Chi di Aceh ini berlangsung sejak 17 hingga 27 September 2015 di Pasar Peunayoung yang dikenal dengan sebutan Chinatown Aceh.
Bersumbangsih Sepenuh Hati
23 November 2015Tzu Chi Gelar Kegiatan Donor Darah di Tanjung Batu
05 April 2023Tzu Chi anjung Batu bekerja sama dengan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) Kecamatan Kundur mengadakan donor darah.