Sarana Membentuk Perilaku Anak

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 
foto

* Kehadiran mentor (pembimbing) dalam setiap kelompok kecil berfungsi untuk meningkatkan penyampaian materi dalam setiap pertemuan.

Masa kanak-kanak adalah masa yang baik untuk membentuk karakter di masa depan, sebagaimana pagi hari menyongsong hari esok. Demikian prinsip yang dimiliki oleh Psikolog aliran Behavioristik yang menganggap bahwa pribadi manusia terbentuk oleh lingkungan dan pendidikannya. Dalam Psikologi Behavioris, anak dianggap sebagai kertas putih bersih dan lingkunganlah yang memberi goresan pada pengalamannya hingga membentuk kepribadian (tabularasa). Melihat betapa pentingnya fase anak-anak untuk masa depan, maka besar pula peranan Tzu Chi dalam memberikan pendidikan budi pekerti terhadap anak-anak yang tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi dengan harapan anak-anak ini nantinya akan memperoleh pengalaman, pemahaman, dan pendidikan moril yang baik.
Perubahan yang Tampak
Pagi itu 8 Maret 2009 matahari bersinar sangat cerah secerah langitnya yang biru muda dengan sedikit awan yang melintas. Cuaca yang cerah membuat gedung Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi nampak hangat bermandikan cahaya matahari. Di lantai tiga, tepat di depan aula gedung itu sudah terlihat puluhan anak-anak berseragam putih abu-abu berdasi kupu-kupu berbaris menghadap pintu masuk, dan puluhan anak lainnya berbaris menyamping sejajar dengan tembok aula. Mereka berbaris berurutan menyesuaikan dengan tinggi badan. Dibalik tinggi mereka yang tidak sama rata, kulit yang berbeda, dan bentuk rambut yang berbeda, sesungguhnya mereka memiliki satu persamaan yang utuh, yaitu tawa mereka yang lepas, senyum yang ikhlas, dan tatapan mata yang polos, pertanda bahwa mereka patut untuk mendapatkan pengajaran dan teladan yang baik.

Sebelum acara dimulai, beberapa relawan Tzu Chi terlihat bolak-balik memeriksa barisan anak-anak. “Ayo anak-anak baris yang rapih, dirinya yang tegak,” Saran Goh Poh Peng, relawan Tzu Chi. Tepat pukul 09.00 WIB acara dimulai, barisan anak-anak yang telah rapi dipersilahkan masuk beriringan bagaikan rombongan prajurit kecil berwajah lucu. Di dalam aula, Ira Shijie sebagai pembawa acara sudah menanti kehadiran anak-anak. “Selamat pagi adik-adik, sudah siap mengikuti Ai De Xi Wang (Kelas Budi Pekerti Tzu Chi -red),” sapanya. “Sudah,” jawab anak-anak spontan.

Acara diawali dengan memberikan hormat kepada orangtua dan para guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang saat itu ikut menghadiri acara tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan doa bersama diiringi lagu “Ai He Guan Huai” yang bermakna cinta dan perhatian. Ritmenya yang lembut dan nadanya yang mendayu-dayu membuat suasana menjadi hening dan syahdu.

Selesai berdoa, acara dilanjutkan dengan berbagi kesan dari orangtua dan anak didik. Ibu dari Nadia menceritakan bahwa selama mengikuti Kelas Budi Pekerti Tzu Chi, anaknya banyak mengalami perubahan. “Anak saya sekarang lebih mandiri, selama ini anak saya adalah anak satu-satunya, jadi manja. Sekarang setelah mengikuti Ai De Xi Wang sikapnya sudah cukup baik,” akunya.

foto  foto

Ket : - Anak-anak diajak berdoa bersama untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan
           berkahnya kepada semua umat manusia. (kiri)
        - Dalam Kelas Budi Pekerti Tzu Chi, anak-anak diwajibkan menghormati kedua orangtuanya sebagai orang
           yang paling berjasa dalam hidup mereka. (kanan)

Leli, Ibu dari Stefanus turut membagikan kesannya kepada para orangtua yang hadir. Menurutnya, “Selama tiga kali mengikuti kelas Ai De Xi Wang, anak saya mengalami banyak perubahan. Bicaranya sudah tidak kasar lagi dan mau membantu orangtua. Makanya saya hari ini sempatkan datang meski tidak ke gereja, saya juga ucapkan terima kasih kepada Tzu Chi atas diadakannya kelas Ai De Xi Wang ini.” Seketika, mata Leli berubah kemerah-merahan, membendung butiran air bening yang memantulkan kilapan kaca-kaca. Sekali dalam kedipan, perlahan-lahan butiran air itu mengalir melalui sudut-sudut matanya, terus mengalir hingga membasahi kedua pipinya. Nafas dan perkataanya terhenti sejenak, sebab suaranya yang jelas kini berubah menjadi parau karena tertekan oleh emosi. Rupanya perubahan sikap yang cepat di diri Stefanus membuat ia merasa terharu hingga menitikkan air mata bahagia.

Selesai sesi sharing, anak-anak diarahkan untuk menyaksikan pertunjukan drama boneka tangan bertemakan toleransi yang dibawakan oleh para guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Dari 53 anak yang hadir dibagi ke dalam 6 kelompok kecil, masing-masing kelompok beranggotakan 7 hingga 9 anak dan dimentori (dibimbing) oleh 1 atau 2 relawan. Diskusi kelompok bertujuan untuk mendiskusikan dan mengajarkan pesan-pesan moril secara lebih dekat dan terbuka Menurut Moni, relawan Tzu Chi, kelas budi pekerti ini adalah periode ketiga di tahun 2009, dan jumlahnya lebih banyak dari periode sebelumnya. Dibukanya periode di tahun ini dikarenakan besarnya minat dari para orangtua dan anak-anak. Moni berharap anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi dapat menjadi lebih baik, memperoleh teladan yang baik, dan pendidikan moril yang lebih baik sebagai dasar untuk perkembangannya kelak.

Acara ditutup dengan doa bersama, lalu memberikan hormat kepada para guru. Satu persatu anak-anak berjalan meninggalkan barisannya dengan terlebih dulu menerima celengan dan buku pekerjaan rumah (PR). Belasan relawan telah berbaris di depan pintu aula, sambil menyanyi dan bertepuk tangan seraya memberi semangat dan berpesan untuk hadir kembali di acara ini bulan depan.

foto  foto

Ket : - Diskusi dalam kelompok-kelompok kecil bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan moril secara lebih
           mendalam antara pembimbing dan anak-anak peserta Kelas Budi Pekerti Tzu Chi. (kiri)
        - Moni, relawan Tzu Chi berharap dengan adanya pendidikan budi pekerti, anak-anak warga Perumahan Cinta
           Kasih Tzu Chi dapat memperoleh teladan dan pendidikan moril yang lebih baik sebagai dasar untuk
           perkembangannya kelak. (kanan)

Memberikan Harapan
Setelah acara selesai, saya pulang bersama salah satu anak didik bernama Novi, gadis kecil kelas 3 SD berkulit gelap dan berambut keriting hitam. Umurnya sudah 11 tahun, tapi tubuhnya yang kurus dan tinggi badannya yang tidak lebih dari 150 cm membuat Novi terlihat sangat kecil untuk anak seusianya. Selama perjalanan pulang, sesekali ia menenggadahkan wajahnya ke atas sambil menyunggingkan senyuman manis khas anak-anak. Sesampainya di rumah, ia langsung memberi salam kepada kedua orangtuanya dan mangatakan “ada tamu”. Ibu Novi langsung menyambut saya dengan ramah.

Dalam keluarga, Novi adalah anak kedua dari dua bersaudara. Menurut orangtuanya, selama Novi mengikuti Kelas Budi Pekerti Tzu Chi, dia banyak mengalami perubahan, salah satunya Novi menjadi lebih rajin mengerjakan tugas-tugas sekolah dan menabung. “Selama ikut ”Ai De Xi Wang”, Novi jadi lebih rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Kalau dulu dia tuh males bener ngerjain PR, tapi sekarang biar malem juga dikerjain. Kalau dulu dia suka jajan, sekarang jadi tidak lagi, ke sekolah sekarang dia bawa bekal dan uangnya dia tabungin untuk dia sendiri dan untuk Tzu Chi,” terang ibunya.

Pendapatan orangtua Novi dari hasil berdagang memang tidak seberapa besar, dan uang saku yang diterima Novi juga tidaklah besar. Tapi dengan adanya kemauan untuk menabung dari diri Novi membuat kedua orangtuanya merasa bangga padanya. Dan ia menjadi harapan satu-satunya untuk memperoleh pendidikan yang baik di masa yang akan datang, sebab hanya Novi yang kini bisa bersekolah, sedangkan kakaknya sudah tidak melanjutkan sekolah (SMA -red) karena kondisi fisiknya yang tidak sempurna. “kakaknya mah sudah tidak sekolah lagi, karena kakinya yang tidak sama tinggi. Jadi kalau jalan tuh susah jingkring. Untuk sekolah jadi susah,” tutur ibunya. Kondisi ekonomi yang kurang memadai dan keadaan fisik putri sulungnya yang tidak sempurna serta tidak melanjutkan sekolah membuat orangtua Novi menaruh harapan yang besar pada diri Novi. “Harapannya Novi nantinya bisa lebih baik dari orangtuanya. Dengan adanya kelas Ai De Xi Wang, saya mengharapkan biar Novi mendapatkan pendidikan yang baik tentang budi pekerti,” ungkap Ibu Novi penuh harap.

Menyadari dirinya memikul harapan yang besar dari kedua orangtuanya, kini Novi lebih giat belajar dan menggantungkan cita-citanya yang tinggi sebagai dokter hewan. Minatnya pada pendidikan ia buktikan dengan lebih giat mengerjakan tugas-tugas sekolah dan tidak pernah absen mengikuti kelas Ai De Xi Wang. Dari sekelumit informasi di atas, setidaknya kelas budi pekerti yang diadakan oleh Tzu Chi telah menanamkan benih moral kapada anak-anak warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, memberikan ketenangan dari kekhawatiran dan harapan bagi para orangtua. Lebih besar lagi, dari kelas ini akan terbangun secercah harapan untuk masa depan yang lebih cerah di tengah kemerosotan zaman.

 

Artikel Terkait

Bantuan Sembako Untuk Warga Paya Togok

Bantuan Sembako Untuk Warga Paya Togok

11 November 2022

Relawan Tzu Chi Tanjung Batu pada Minggu, 06 November 2022 membagikan 113 paket sembako yang berisi 5 Kg beras, 1 Kg gula, 1 liter minyak goreng, 1 bungkus mi instan, dan satu kotak teh celup kepada warga Paya Togok dan penerima bantuan khusus Tzu Chi. 

Menenangkan Hati dengan Berbagi

Menenangkan Hati dengan Berbagi

13 April 2016

Di lingkungan Tzu Chi ini, saya berharap saya dan istri dapat lebih bersemangat lagi karena ada relawan Tzu Chi yang mendampingi,” harap Slamet Rianto, di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi pada Minggu, 3 April 2016. Kedatangan mereka seolah untuk menyemangati hati mereka yang masih berduka sepeninggal putri tercinta mereka pada bulan Februari lalu. Dengan hadir di tengah kegiatan dan berinteraksi bersama relawan memilah barang daur ulang, mereka mulai membenahi rasa duka mereka dan mulai merajut kehidupan yang baru menyongsong masa depan.

 Mendidik Generasi Bangsa untuk Saling Mengasihi dan Merespon dengan Baik

Mendidik Generasi Bangsa untuk Saling Mengasihi dan Merespon dengan Baik

30 Agustus 2023

Kelas Budi Pekerti di Komunitas He Qi Pusat selalu memberikan materi-materi yang sungguh bagus. Seperti kali ini, murid-murid belajar tentang cara merespon perkataan kurang baik dari orang lain dan juga tentang pentingnya saling mengasihi.

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -