Satu Hari Tiga Kebajikan

Jurnalis : Ciu Yen (He Qi Utara), Fotografer : Ciu Yen (He Qi Utara)

Di Minggu pagi yang cerah, relawan Tzu Chi melakukan sosialisasi SMAT kepada anak-anak sekolah minggu sekolah Amitayus, Jakarta Utara.

Hangatnya mentari disertai hembusan angin sepoi membuat Minggu pagi, 6 September 2015 terasa sejuk sekaligus hangat. Cuaca yang cerah ditambah suara kicauan burung-burung kecil yang bertengger di atas pohon membuat hati setiap orang yang mendengar menjadi nyaman dan penuh berkah. Di jalanan sesekali terlihat beberapa orang sedang berolahraga pagi. Suasana yang penuh hangat ini membuat saya yang juga sedang berjalan, kembali teringat ke masa lalu. Saat itu saya sedang aktif-aktifnya menulis. Kini tak terasa sudah beberapa waktu sejak saya tidak menulis, rasanya sedikit debar berkecamuk dalam hati mengiringi perjalanan saya menuju Sekolah Amitayus di Jl. Seni Budaya Raya No.1 Jelambar.

Di salah satu sudut bangunan sekolah, ada ruangan sederhana berwarna putih dengan jam dinding tergantung sedemikian rupa di samping pendingin udara. Di tengah-tengah ruangan itu saya melihat sebuah rupang Buddha terletak di atas meja altar, ini pastilah ruang untuk kebaktian. Meskipun tidak terlalu besar namun cukup bagi 44 anak-anak sekolah minggu itu untuk melaksanakan kebaktian pagi dengan bimbingan dari Pak Sugeng. Ia merupakan salah satu tenaga pengajar di sekolah tersebut, tahun ini merupakan tahun ke sepuluh ia mengajar. Usai kebaktian, relawan Tzu Chi diberi kesempatan untuk mengisi acara, karena waktu yang terbatas relawan pun mencoba berinteraksi dengan anak-anak tersebut seketika itu pula ruangan itu berubah menjadi ramai. Ternyata tidaklah mudah untuk membuat anak-anak tersebut agar tetap fokus, namun relawan tetap berusaha sebaik mungkin.

Anak-anak yang membawa celengan bambu langsung melakukan penuangan celengan untuk diberikan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi untuk digunakan sebagai dana bantuan bagi orang yang membutuhkan

Pada hari yang sama, relawan Tzu Chi juga mengadakan kegiatan donor darah.

Mensosialisasikan Bulan Tujuh Penuh Berkah

“Apa kalian sudah pernah dengar tentang Tzu Chi?” Tanya Umi, relawan Tzu Chi kepada anak-anak, “tau,” jawab anak-anak itu serentak. “Apa kalian tahu uang dari celengan ini digunakan untuk apa?” tanya relawan kembali. “Untuk membantu orang-orang yang membutuhkan,” jawab mereka.

Selanjutnya kami pun mengajak mereka belajar bahasa isyarat tangan (shou yu) lagu “Kou Shuo Hao Hua” (mulut berbicara yang baik) berkali-kali Umi mengingatkan mereka agar selalu berbicara yang baik. Shou yu ini cukup menarik mereka, kesenangan pun terlukis dari wajah polos mereka yang menggemaskan. “Memang untuk membuat anak-anak tersebut agar fokus tidaklah mudah  kita membutuhkan sesuatu yang benar-benar berbeda yang dapat menarik  perhatian mereka, namun melihat apa yang sudah kalian lakukan ini termasuk cukup baik,” ungkap Pak Sugeng.

Pak Sugeng sendiri sangat mendukung kegiatan ini, menurutnya kegiatan ini bagus sekali. Alasannya pun sederhana saja selain untuk membangkitkan kepedulian terhadap sesama, hal ini juga untuk mengajarkan kepada anak-anak nilai dari uang kecil. Meskipun kecil tetapi juga memiliki manfaat besar. Puncak acara ditutup dengan penuangan celengan bambu. “Harapannya adalah melalui kegiatan ini kami ingin agar anak-anak yang datang itu tidak sia-sia tetapi bisa mendapatkan sesuatu yang berguna untuk mereka, seperti pendidikan budi pekerti,” ungkap Umi selaku pengisi acara sekaligus PIC kegiatan kali ini. Tak lupa relawan juga memanfaatkan kesempatan ini untuk mensosialisasikan bulan tujuh penuh berkah dan makanan vegetaris dengan menyediakan kotak makanan vegetarian untuk anak-anak.

Donor Darah Jalin Silaturahmi

Selain mensosialisasikan mengenai makanan vegetaris, kegiatan hari itu juga diisi dengan donor darah.  Relawan mengubah sebuah ruang kelas menjadi tempat donor darah, kasur lipat warna hijau dengan alas coklat tua tersusun rapi di ruang tersebut seolah siap menyambut  para pendonor. Sebelumnya, sejak pagi para pendonor sudah berdatangan untuk mendaftarkan diri mereka untuk menjadi pendonor. Terlihat interaksi antara relawan dan pendonor cukup dekat, memang kebanyakan dari pendonor itu sudah lebih dari sekali mendonor sehingga silaturahmi yang terjalin itu terasa kian harmonis. Tidak hanya anak-anak sekolah minggu, sebagian dari pendonor yang datang hari itu pun terlihat datang dengan membawa celengan bambu untuk dikembalikan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi.

Seusai melakukan donor darah, para donor dibimbing ke ruang istirahat untuk menyantap makanan kecil yang dihidangkan oleh para relawan.

Setelah mendonor para pendonor pun diajak ke sebuah ruangan, persis di sebelah ruang donor. Dengan sigap relawan melayani para pendonor tersebut, segelas teh hangat dan kotak nasi vegetarian pun disajikan dengan penuh hormat. Tak lupa relawan juga mensosialisasikan tentang bulan tujuh imlek dan vegetarian. Bulan tujuh menurut kalender lunar dipercaya sebagai “Bulan Hantu”. Sedangkan dalam agama Buddha diperingati sebagai hari Ulambana. Sebagian masyarakat pun cenderung meyakini bulan ini adalah bulan yang tidak baik. Dikarenakan kentalnya kepercayaan dan tradisi yang melekat, maka banyak praktik seperti membakar uang kertas dan menyembelih hewan untuk persembahan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Praktik tersebut telah mengaburkan esensi dan makna Ulambana yang sebenarnya, karena itu relawan mencoba mengajak lebih banyak orang agar lebih memahami arti Ullambana dengan menghindari praktik menyembelih hewan dan membakar uang kertas, salah satunya adalah dengan bervegetarian.  Sebanyak 150 kotak nasi vegetarian pun telah disiapkan oleh relawan tim konsumsi. Sun Ailie, salah satu relawan dari tim konsumsi bercerita meskipun lelah tapi tetap merasa senang, karena dilakukan dengan sukacita. “Saya kan gak bisa apa-apa, cuma bisa masak karena saya memang suka masak,” tuturnya dengan senyum ramah. 

Donor darah kali ini Tzu Chi bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI RSUP Fatmawati, sebanyak 89 kantong darah dari 102 pendonor yang mendaftar berhasil dikumpulkan. Master Cheng Yen berkata : Bila berbicara tentang “manfaat”, harus membicarakan hal yang bermanfaat bagi dunia. Bila berbicara tentang “cinta kasih”, harus membicarakan cinta kasih terhadap semua makhluk. Mungkin ini adalah sedikit kontribusi yang bisa kami lakukan dalam kehidupan bermasyarakat ini, semoga meski kecil yang kami lakukan dapat mendatangkan manfaat yang besar untuk banyak orang.

 


Artikel Terkait

Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -