Satu Keluarga Besar Tzu Chi

Jurnalis : Cindy Kusuma, Fotografer : Henry Tando (He Qi Utara)
 
 

foto
Para relawan dari Asosiasi Kaligrafi Tzu Chi Taiwan memberikan hadiah berupa lukisan bergambar sembilan ekor ikan, sembilan kuntum teratai, dan sembilan helai daun teratai.

Kata pepatah, tidak ada pesta yang tidak berakhir, begitu pula dengan rangkaian acara peresmian Aula Jing Si Indonesia. Setelah mengikuti susunan acara yang padat sejak hari Jumat sore, rangkaian acara selama tiga hari ditutup dengan acara keakraban pada hari Minggu, 7 Oktober 2012 malam hari. Acara yang diadakan di Jing Si Da Ting, lantai dua Aula Jing Si, dihadiri oleh perwakilan Tzu Chi dari delapan negara serta Stephen Huang (pembina Tzu Chi internasional) dan dr. Lin Jun-long (ketua misi kesehatan Tzu Chi).

Wen Yu Shijie selaku MC pada acara ini menyampaikan rasa syukur kepada setiap insan yang telah membantu dan mendukung insan Tzu Chi Indonesia selama 19 tahun berkarya di tanah air, termasuk para relawan luar negeri, staf yayasan dan DAAI TV. Wen Yu menceritakan pada tahun 1999, sebelum Taiwan dilanda gempa dahsyat tanggal 21 September, dr. Lin sudah berjanji akan datang ke Indonesia untuk memberikan pelayanan baksos. Ketika gempa melanda, meski sangat dibutuhkan di Taiwan, dr. Lin dan istrinya tetap memegang janjinya kepada insan Tzu Chi Indonesia untuk datang. “Oleh sebab itu, misi kesehatan di Indonesia bisa begitu bagus. Gan En dr. Lin!” Seru Wen Yu dengan penuh semangat. Gaya khas Wen Yu yang luwes dan ceria membuat suasana malam itu menjadi penuh keakraban dan kehangatan, tak ubahnya seperti sebuah reuni keluarga besar. Gelak tawa dan tepuk tangan bersahut-sahutan memenuhi ruangan. 

Liu Su Mei, ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, mengenang kembali apa yang sudah ia dan para relawan masa awal rintis sejak 19 tahun yang lalu. Ia menyampaikan perasaannya mengawasi dan terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan Aula Jing Si, “Pada awalnya saya juga tidak paham. Tapi, di Tzu Chi, kita tidak perlu bayar uang sekolah, mereka akan mengajari sampai kita bisa. Asal dalam hati ada kemauan untuk belajar.”

foto  foto

Keterangan :

  • Master Cheng Yen menitipkan hadiah berupa dua buah lampu yang bertuliskan kutipan dari Sutra Makna Tanpa Batas (kiri).
  • Insan Tzu Chi Indonesia sebagai tuan rumah memberikan cinderamata berupa paket buku, angklung, serta replika Aula Jing Si Indonesia (kanan).

Tanda Mata sebagai Bentuk Jalinan Jodoh yang Baik
Dalam rombongan relawan luar negeri, hadirlah beberapa relawan yang berkecimpung di bidang kaligrafi dan lukisan tradisional Tiongkok. Empat orang relawan ini, salah satunya bahkan sudah berusia 84 tahun, tergabung dalam Asosiasi Kaligrafi Tzu Chi di Taiwan. Seluruh kaligrafi Kata Perenungan Master Cheng Yen yang tersebar di dinding-dinding Tzu Chi Center merupakan hasil torehan kuas mereka. Selama dua hari rangkaian acara peresmian Aula Jing Si, dalam rangka menyambut pembukaan Jing Si Books and Café yang baru, mereka dengan cuma-cuma membubuhkan kaligrafi Kata Perenungan Master Cheng Yen atau lukisan indah di setiap halaman pertama buku yang baru dibeli. Sebuah tanda mata yang istimewa bagi setiap pelanggan Jing Si Books and Café.

Tidak berhenti sampai di situ,  mereka masih punya kejutan lain bagi insan Tzu Chi Indonesia, yaitu lukisan di atas kertas sebesar 120 cm x 400 cm. Lukisan ini dilukis oleh empat orang dalam waktu kurang dari dua hari. Dalam lukisan bertajuk “Bersatu hati, bergotong royong, saling menyayangi, harmonis menghimpun berkah dan jodoh baik” (He He Hu Xie Ju Fu Yuan) ini, terlukiskan sembilan ekor ikan, sembilan kuntum bunga teratai, dan sembilan helai daun teratai. Li Li, salah satu relawan yang terlibat dalam pelukisan ini menyampaikan makna simbolis dari lukisan ini, “Makna dari angka sembilan adalah ‘selama-lamanya’, semoga selama-lamanya giat menjalankan ajaran Jing Si dan Mazhab Tzu Chi sebagai jalan Bodhisatwa dunia, dan mendoakan agar hati manusia tersucikan dan masyarakat damai sejahtera.”

Selain kado istimewa dari saudara-saudara di Asosiasi Kaligrafi, ada pula satu kado lagi yang tak kalah istimewanya, yaitu kado dari Master Cheng Yen sendiri. Diwakili oleh Stephen Huang, Master Cheng Yen menghadiahkan dua buah lampu yang di atasnya terdapat delapan bait kutipan dari Sutra Makna Tanpa Batas. Kado ini juga merupakan sebuah doa dan harapan dari Master Cheng Yen, agar insan Tzu Chi Indonesia dapat membawa pelita untuk menerangi jalan kehidupan manusia.

foto  foto

Keterangan :

  • Para relawan dari luar negeri merasa terkesan akan angklung, alat musik tradisional Indonesia (kiri).
  • Di penghujung acara, seluruh hadirin menyanyikan dan memeragakan isyarat tangan “Yi Jia Ren” (Satu Keluarga) (kanan).

Insan Tzu Chi Indonesia sebagai tuan rumah juga tidak membiarkan saudara-saudara yang datang dari jauh pulang dengan tangan kosong. Untuk itu, setiap tamu membawa pulang satu paket buku berisikan biografi tiga pimpinan Tzu Chi Indonesia, cinderamata berbentuk miniatur Aula Jing Si Indonesia, serta oleh-oleh khas Indonesia berupa alat musik angklung.

Meski Berbeda Negara, Tetap Satu Keluarga
Panitia membagikan angklung bukan tanpa sebab. Untuk memeriahkan suasana, panitia mengundang para seniman dari Saung Angklung Udjo untuk menghibur para hadirin. Dengan caranya yang unik, sang konduktor angklung mengajak para hadirin untuk memainkan angklung. Meski kebanyakan dari peserta baru pertama kali memegang angklung, tetapi dengan bimbingan dari konduktor dapat menciptakan melodi yang indah dan harmonis, membentuk sebuah lagu yang utuh. Salah satu lagu yang dimainkan adalah Yue Liang Dai Biao Wo De Xin, lagu yang sudah begitu familiar lagi di telinga para peserta. Tanpa diminta, semua orang mulai menyanyikan lagu ni sambil menggoyang-goyangkan angklungnya dengan senyum mengembang di wajah.

Sebagai penutup dan puncak acara ini, para seniman dari Saung Angklung Udjo memainkan sebuah lagu yang tak asing lagi bagi seluruh insan Tzu Chi, Satu Keluarga. Begitu mendengar melodi lagu ini, sontak seluruh peserta bangkit dari tempat duduknya, membentuk lingkaran-lingkaran kecil dan memeragakan isyarat tangan sambil menyanyikan liriknya dalam bahasa Mandarin. Pada saat ini, tidak ada lagi perbedaan suku bangsa, negara, agama, maupun latar belakang. Semuanya adalah satu keluarga di dalam Tzu Chi. Tiada kata yang lebih cocok untuk menggambarkan perasaan saat itu selain “Gan en”. Gan en kepada Master Cheng Yen, karena beliaulah kita jadi mempunyai banyak keluarga di seluruh dunia. Gan en pula kepada para Bodhisatwa dari segala penjuru yang telah mendukung dan turut menjadi saksi sejarah Tzu Chi Indonesia. Yakin bahwa rangkaian acara yang agung dan khidmat ini memberikan kesan mendalam sendiri-sendiri bagi semua yang terlibat.

  
 

Artikel Terkait

“Ayo Memilah Sampah”

“Ayo Memilah Sampah”

09 Juni 2010
Memilah sampah adalah salah satu wujud kepedulian kita terhadap lingkungan yang paling mudah dan bisa dilakukan kapan saja. Mungkin pekerjaan ini terkesan sederhana, namun dampaknya sangat besar untuk mengurangi volume sampah,
Tzu Chi Medan Salurkan Bantuan Modal Usaha Petani Jagung

Tzu Chi Medan Salurkan Bantuan Modal Usaha Petani Jagung

20 November 2017
Tzu Chi Medan menyalurkan bantuan modal usaha kepada petani jagung Damar Wulan Deli, di Pesantren Al Kautsar Al Akbar. Bantuan modal usaha diberikan kepada 60 petani dengan nilai masing-masing Rp 7,5 juta untuk satu orang petani. Tzu Chi  memberikan bantuan modal usaha dalam bentuk kredit lunak.
Menjalin Tali Asih di Tengah Pandemi

Menjalin Tali Asih di Tengah Pandemi

17 Mei 2021

Para relawan Tzu Chi Biak bekerjasama dengan Permabudhi Biak, KBI Biak, Hadi Supermarket dan Artaboga menunjungi pesantren dan panti asuhan di Kota Biak untuk menyalurkan bantuan sembako.

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -