Satu Mata Kembali Melihat, Satu Keluarga Bersukacita

Jurnalis : Dini Rantykasari, Fotografer : Arimami Suryo A., Videografer: Clarissa R.

Di siang yang terik pada Kamis (11/06/2020), para relawan He Qi Tanggerang beserta Tim Redaksi Tzu Chi sampai di Desa Beberan, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, Banten. Dengan diantar oleh seorang warga, kami semua harus melewati gang-gang sempit untuk menuju rumah Madi. Madi adalah salah seorang pasien operasi katarak gratis pada Baksos Kesehatan Tzu Chi ke 128 yang diadakan 13 Oktober 2019 lalu. Delapan bulan berselang, para relawan ingin mengetahui kondisi penglihatan Madi saat ini dan memberi perhatian kepada keluarga.

Sesampainya di rumah Madi, senyum ramah seorang laki-laki dewasa menyambut kedatangan kami. Dialah Madi, pria murah senyum berusia 45 tahun. “Maaf mengganggu sebentar pak Madi,” ujar Wey Alam, salah satu relawan Tzu Chi yang melakukan kunjungan kasih hari itu.

“Mari silakan masuk, Pak, Bu,” kata Madi mempersilakan masuk.


Pak Madi bersyukur mata kirinya kini sudah dapat melihat jelas. Sehingga ia dapat kembali beraktivitas dan bekerja dengan lebih baik. (Cover foto)

Setelah dipersilakan duduk, kami semua duduk lesehan di ruang tamu dan Wey Alam mulai mengutarakan maksud kunjungan kasih kali ini. Tak lama kemudian istri dan kedua anak Madi pun pulang dan ikut bergabung berbincang bersama. Saat ditanya mengenai kondisi penglihatannya, Madi mengungkapkan bahwa kini mata sebelah kirinya dapat melihat dengan jelas. “Jauh, sekarang mah udah jelas. Dulu mah, apalagi buat baca, buat jalan juga susah dulu. Sekarang kan baca juga bisa Alhamdulillah,” tutur ayah dua anak ini.


Relawan Tzu Chi Tangerang memberi perhatian dan mengimbau Madi sekeluarga agar menjaga kesehatan dan selalu memakai masker saat keluar rumah di masa pandemi Covid 19 ini.

Dulu, Madi mengenang saat kondisi kedua matanya katarak banyak kejadian nahas yang dialaminya dan keluarganya. “Pernah saya mau tidur siang, pas mau rebahan di kasur eh ternyata ada anak saya yang kecil lagi tidur ketiban saya sampai nangis,” kenangnya. Jatuh saat mengendarai motor pun beberapa kali dialami Madi. “Waktu itu pas naik motor saya enggak liat ada gundukan pasir besar di depan. Saya terabas aja sampai saya jatuh di pasir,” tuturnya.       

Rohyati (44) istri Madi juga mencurahkan isi hatinya saat suaminya masih menderita katarak di kedua matanya, dia harus bekerja seorang diri dengan menjadi asisten rumah tangga. Penghasilannya 1 juta per bulan tak mencukupi untuk biaya hidup sehari-hari dan membiayai pendidikan kedua anaknya yaitu Anton (18) yang saat itu duduk di bangku SMA kelas 3 dan Rita (7) yang tahun lalu masih sekolah di tingkat Taman Kanak-Kanak. “Sedih, saya punya suami enggak bisa melihat, gimana kata saya ke depannya nanti. Anak masih butuh makan, masih butuh biaya, suami enggak bisa ngeliat,” tutur Rohyati mengingat perasaannya dulu.

Kesembuhan Madi tak lepas dari upayanya menaati anjuran dokter. Madi mengatakan, pascaoperasi dirinya lebih banyak istirahat di rumah agar mata kirinya tak terpapar debu dan juga tak membawa beban berat.

Lebih Semangat Bekerja


Madi mengayuh sepeda menuju pabrik penggilingan gabah tempatnya bekerja.

Kami kemudian diajak Madi ke tempatnya bekerja di pabrik penggilingan beras, tak jauh dari rumahnya. Dengan semangat buruh pabrik beras ini mengayuh sepedanya menuju tempat bekerja. Tak lupa membawa handuk kecil yang diletakkan di bahu dan memakai topi. Memang semenjak mata kirinya pulih, ia selalu memakai topi untuk menghalangi air keringat jatuh ke matanya. “Kata dokter, karena keringat jatoh ke mata,” papar Madi mengingat penjelasan penyebab kataraknya.

Sampai di pabrik penggilangan beras, Madi langsung mengambil alat yang terbuat dari kayu untuk menjemur gabah. Madi nampak semangat mendorong maju mundur hamparan gabah. 

Dengan penglihatan yang lebih terang ini kehidupan keluarga kecilnya pun jauh lebih baik dari sebelumnya. Sebab, meski hanya mengandalkan satu mata yang melihat ia kini lebih semangat bekerja sehingga penghasilannya semakin lancar.   


Demi memenuhi kebutuhan keluarga, Madi sangat bersemangat bekerja menjemur gabah di bawah terik matahari.

Alhamdulillah agak membaiklah. Dulu mah penghasilan sehari minim, paling maksimal 50 ribu. Sekarang Alhamdulillah ada 100 apa 150 (sehari-red). Alhamdulillah pokoknyalah. Banyak gitu perubahannya. Sekarang buat jajan anak mah cukuplah. Kalau dulu kan waduh bingung, istri sering marah-marah. Kalau sekarang mah enggak,” ujar Madi dengan raut wajah bahagia.

“Sekarang mah bukan manggul doang, bukan ngejemur doang. Sekarang sering disuruh ke Bogor, ke Karawang. Kemarin pulang jam 12 malam abis dari Karawang suruh sana ngawal padi. Iya bos saya bilang gitu,” katanya. 

Rohyati pun merasa bersyukur penglihatan suaminya membaik dan mengalami banyak perubahan. Ia kini merasa bebannya berkurang karena suaminya dapat kembali menafkahi keluarga. “Bawa motor udah bisa, keluar malam juga udah bisa, baca Al Quran udah bisa, baca apapun udah bisa walaupun enggak jelas-jelas amat karena baru satu kan yang dioperasi. Kalau udah bisa ngeliat mah malam ada yang manggil bongkar gabah langsung,” ujar Rohyati senang.  


Madi sangat bersyukur kini bisa kembali membaca Al Qur’an, sehingga membuat batinnya menjadi lebih tenang dan damai.

Selain bisa membantu memperbaiki perekonomian keluarga, Rohyati bertambah bahagia karena Madi sekarang rajin membantunya mengerjakan pekerjaan rumah seperti bersih-bersih rumah dan memasak.

“Sudah enggak marah-marah lagi, Bu sekarang ?” tanya Tim Redaksi Tzu Chi.

“Enggak sekarang mah,” jawab Rohyati.

“Makin sayang sama bapak dong, Bu ?,” tanya kami lagi.

“Iya,” katanya sambil tertawa. Kami semua yang ada di ruangan itu pun ikut tertawa.

Batinnya Tenang Kini Bisa Kembali Membaca Al Qu’ran


Rita Malia Widaja, relawan Tzu Chi Tangerang memberikan satu paket bantuan sembako kepada Madi guna meringankan beban keluarganya di tengah wabah pandemik Covid-19.

Salah satu yang paling dirindukan Madi saat menderita katarak pada kedua matanya yaitu membaca Al Qur’an. Biasanya, setiap malam Jumat ia selalu menyempatkan diri membaca kitab suci tersebut. Namun semenjak penglihatannya kabur, kebiasaan membaca Al Qur’an terhalang. “Sekarang mah Alhamdulillah setiap malam Jumat baca Qur’an. Kalau dulu kan enggak, gimana mau bacanya enggak kelihatan matanya. Tapi sekarang walaupun satu (mata yang melihat –red) Alhamdulillah bisa ngeliat,” ujarnya.

Dengan bisa membaca Al Qur’an kembali, Madi merasa batinnya lebih tenang dan bahagia. “Sangat senang sekali. Senang pokoknya, enggak ada bandingannya. Tenang. Siapa sih yang dulunya enggak bisa melihat sekarang bisa melihat, siapa yang enggak senang pasti senanglah,” ujar Madi senang. Memang kini Madi terlihat lebih bahagia dan banyak tersenyum, sangat berbeda saat kami temui tahun lalu.    

Usai mengobrol santai dan diberi imbauan untuk terus memakai masker saat bekerja dan menjaga kesehatan, relawan memberikan satu paket bantuan sembako kepada Madi dan keluarga guna meringankan beban mereka di tengah pandemi Covid-19 ini. Paket bantuan ini terdiri dari beras 5 kg, minyak 2 liter, gula 1 kg, serta DAAI mi 8 bungkus.


Sukacita keluarga Madi mendapat paket sembako dari Tzu Chi.

“Senenglah ini sangat membantu sekali, benar-benar sangat dibutuhkan. Saya senang sekali,” ucap Madi.

Wey Alam, relawan Tzu Chi yang melakukan kunjungan kasih pada hari itu mengatakan dirinya mewakili Yayasan Buddha Tzu Chi berterimakasih kepada para relawan dan para dokter yang membantu Madi dalam baksos ke 128, karena efeknya begitu besar tehadap keluarga Madi. “Kita sama-sama lihat bahwa perkembangan Pak Madi ini. Pak Madi sangat bersyukur, apalagi keluarganya. Keluarganya sangat bersyukur dengan adanya operasi katarak yang dapat mengubah hidup keluarga mereka. Istri dan anak-anaknya semua merasakan perbedaan yang cukup drastis bagi perekonomian mereka. Dan sebagai relawan, saya mewakili perasaan relawan Tzu Chi lainnya sangat merasa senang dan berterima kasih kepada para dokter-dokter yang membantu Pak Madi,” ucap Wey Alam.

Madi berharap suatu saat dirinya dapat kembali mengikuti operasi katarak gratis untuk menyembuhkan katarak di mata kanannya agar lebih maksimal dalam mencari nafkah untuk keluarga tercinta. “Harapan saya mudah-mudah ada program lagi dari Yayasan Buddha Tzu Chi, saya dikasih kabar, mudah-mudahan saya bisa dioperasi lagi. Saya sangat mengharapkan itu. Dua-duanya supaya bisa melihat. Sempurnalah,” kata Madi.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -