Saya Berhasil, Ma!

Jurnalis : Wismina (Tzu Chi Pekanbaru) , Fotografer : Relawan Pendidikan

Dalam kelas Budi Pekerti Tzu Chi, para mentor dengan sabar membantu mengarahkan murid-murid yang mengalami kesulitan ketika melipat selimut.

Setiap bulannya di minggu ketiga Tzu Chi Pekanbaru akan melaksanakan Kelas Budi Pekerti (Qīn Zǐ bān). Minggu, 18 Oktober 2015 kelas budi pekerti telah memasuki pertemuan yang keempat. Pada pertemuan kali itu disuguhkan tema “Saya Anak Rajin”. Dengan berpedoman pada kata perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi “Dengan menunaikan seberapa banyak kewajiban, sebegitu banyak pula kemampuan yang akan diperoleh”. Ervyna salah satu murid kelas budi pekerti Tzu Chi, mengajak Xiǎo Pú Sà (Bodhisatwa cilik-panggilan untuk anak-anak budi pekerti) untuk bersama-sama membaca kata perenungan dalam bahasa Mandarin. Para murid dengan semangat mengikuti apa yang dibacakan oleh Ervyna. Dari kata perenungan, para murid diberi pemahaman bahwa tugas sendiri haruslah dikerjakan oleh diri sendiri, tidak takut repot, tidak takut susah, setiap hari berusaha maka setiap hari tidak dilewati dengan sia-sia.

Setelah memahami kata perenungan, murid-murid kemudian disuguhkan tayangan video antara anak yang bisa mengurus diri sendiri, dengan anak yang segala hal mesti dibantu oleh mamanya. Video anak yang bisa mengurus dirinya sendiri ditayangkan dalam kondisi ketika mamanya sedang tidak di rumah, maka anak yang mandiri ini tidak mengalami kesulitan. Sedangkan untuk anak yang tidak mandiri, ketika mamanya tidak di rumah, maka bangun pagi menjadi telat karena tidak ada yang membangunkan, sehingga hanya bisa menangis dan tidak bisa ke sekolah karena sudah terlambat. Video itu dibuat oleh Yuli, salah seorang relawan pendamping yang dengan kesungguhan hati dan rasa cinta kasih beserta anaknya Shendy yang juga anak kelas budi pekerti. Keduanya menjadi model untuk video tersebut. Melalui tayangan video dengan dua karakter  yang berbeda, diharapkan para murid  dapat lebih mudah untuk memahami pentingnya bisa mandiri.

Dalam kegiatan, para murid mendapat penjelasan makna lagu "Sahabat yang Riang Gembira" dari Tishe, relawan pendamping.


Yuli (kiri) dan anaknya yang sangat bersungguh hati membuat video sebagai materi pembelajaran untuk para murid.

Tidak hanya materi, murid-murid kemudian diajak untuk bermain. Permainan kali ini menantang murid-murid untuk bisa melakukan tugas-tugas yang memang seharusnya dilakukan sendiri dan tidak lagi dikerjakan oleh orangtua seperti melipat selimut, berpakaian, memakai tali pinggang, memakai kaos kaki putih dan alas kaos kaki biru. Wilson yang merasa belum bisa memakai tali pinggang sendiri, merasa agak cemas. Namun mentor beserta mama memberikan keyakinan kepada Wilson untuk tidak takut. Para murid yang sebelumnya sudah membawa selimut dan pakaian dari rumah, berbaris per grup. Permainan melakukan empat tugas ini dilakukan secara estafet, yakni ketika murid yang pertama sudah berhasil melakukan tugas pertama (melipat selimut), maka baru boleh melanjutkan untuk melakukan hal kedua (berpakaian), demikian juga untuk tugas ketiga dan keempat. Pada saat murid yang pertama sudah berhasil melakukan tugas yang pertama, maka murid yang kedua baru memulai melakukan tugas yang pertama, dan seterusnya. Para murid tampak sangat antusias. Mereka memegang dengan rapi perlengkapan permainan. Para murid juga tampak sangat bersungguh hati belajar melakukan keempat tugas tersebut. Dan ketika ada kesulitan, para mentor dengan sabar membantu mengarahkan murid-murid untuk mengatasi kesulitan. “Saya berhasil, Ma!” Kalimat ini terucap dengan begitu gembiranya oleh Winsten Wijaya ketika berhasil melakukan keempat tugas tersebut. Winsten kemudian menghampiri mamanya, mempersembahkan selimut yang telah dilipatnya dengan rapi serta penampilannya yang rapi untuk mamanya dan kemudian ia memeluk mamanya. Terpancar wajah bahagia Winsten atas keberhasilannya. Wajah bahagia tidak hanya menjadi milik Winsten, namun juga menjadi milik murid lainnya yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik.

Usai bermain, para murid merapikan/melipat kembali baju yang tadi digunakan di sesi games.

Usai bermain, murid-murid diajak bernyanyi bersama dan belajar isyarat tangan lagu Kuài Lè de Péng Yǒu (Sahabat yang riang gembira). Tishe, relawan pendamping memberi penjelasan arti lagu.Kelas telah selesai tidak berarti penerapan hanya sebatas pada saat di kelas. Untuk mendukung, orang tua mengarahkan anak-anak dalam menunaikan kewajibannya, relawan di tim pendidikan telah menyiapkan lembaran tugas untuk dipraktikkan di rumah. Dalam lembaran tugas, sebanyak 22 murid yang hadir diimbau untuk bisa melakukan empat tugas lagi yaitu bangun tidur melipat selimut sendiri, berpakaian, makan sendiri tanpa disuapi, dan memakai kaos kaki atau sepatu sendiri. Setiap kali para murid berhasil mempraktikkan, maka memberi tanda checklist pada kolom yang telah tersedia. Tentunya keberhasilan dalam mempraktikkan sangat dibutuhkan dukungan dan  pengarahan dari orang tua. Semoga para murid dapat mempraktikkan apa yang telah dipelajari di kelas budi pekerti, sehingga walaupun kelas telah usai, namun penerapan terhadap materi yang diperoleh dapat berlangsung seterusnya.


Artikel Terkait

Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -