Saya Merasa Bahagia
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha Meskipun berada dalam keterbatasan, namun Julisman tidak ragu mengikuti seluruh kegiatan Tzu Chi. Mulai dari tanggap darurat, daur ulang, belajar bahasa isyarat tangan, hingga memasak, semua ia lakukan dengan penuh sukacita. |
| ||
Matanya menatap ramah. Walaupun tidak berbicara, namun sejak pertama kali saya bertemu dengannya bibirnya tak berhenti tersenyum, lalu beranjali sambil sedikit membungkukkan tubuhnya. Namanya Julisman. Remaja kelahiran Bagan Siapi-api 19 tahun lalu itu terlihat sangat bahagia setelah resmi dilantik menjadi relawan biru putih Tzu Chi. Semangat untuk Berbuat Kalau dilihat secara kasat mata, Julisman memang tidak berbeda dari relawan Tzu Chi lainnya. Tapi siapa yang menyangka kalau anak keempat dari 4 bersaudara itu menderita bisu tuli sejak lahir. Namun hal tersebut sepertinya tidak menghalangi Julisman untuk terus berbuat kebajikan bersama Tzu Chi. Menurut informasi yang saya peroleh dari beberapa relawan He Qi Utara yang menjadi tempat Julisman bernaung, sudah lebih kurang satu tahun ini Julisman aktif melakukan kegiatan Tzu Chi. Setiap kegiatan ia ikuti dengan sangat antusias, mulai dari daur ulang, menjadi relawan masak, hingga belajar bahasa isyarat tangan (shou yu). “Anak ini memang memiliki semangat yang luar biasa. Walaupun kita tahu dia memiliki kekurangan, tetapi semangatnya itu yang membuat kita jadi terus termotivasi untuk mendukung dia,” tutur Suriadi, salah satu relawan He Qi Utara. Suriadi menambahkan, karena keterbatasannya maka Julisman tidak bisa berkomunikasi secara maksimal dengan para relawan lainnya. Julisman lebih banyak diam, menyimak, dan tentu saja tersenyum. Tapi meskipun demikian, daya tangkap Julisman terhadap sesuatu hal diakui Suriadi sangat baik, “Dia anak yang cerdas. Hanya dengan melihat kita bekerja satu kali saja maka dia akan ingat dan mengerjakannya dengan baik. Selain itu, inisiatifnya untuk melakukan sesuatu juga sangat besar, jadi tidak perlu disuruh dia seolah sudah tahu apa yang harus ia lakukan.”
Keterangan :
Bukan Sebatas Naik Kelas “Sudah berapa lama Julisman bergabung dengan Tzu Chi?” tanya saya kepada Lili. “Satu tahun lebihlah,” jawab Lili sambil tersenyum. Dengan malu-malu Lili mengatakan kalau Julisman bergabung dengan Tzu Chi karena sering ikut dirinya ke beberapa kegiatan Tzu Chi. “Julisman itu kan kurang, jadi sejak kecil dia memang sering bersama saya. Karena sering menjadi tukang ojek (mengantarkan Lili-red) dan sering melihat saya kerja Tzu Chi, akhirnya dia juga ingin menjadi relawan,” jelasnya. Lili mengakui, awalnya dirinya sempat merasa ragu untuk melepaskan Julisman menjadi relawan Tzu Chi, mengingat kekurangan yang dimilki anaknya tersebut. Tapi karena Julisman terus mendesak, akhirnya ia pun mengizinkan Julisman untuk bergabung dengan Tzu Chi. Sejak saat itu, Lili dan Julisman seakan satu paket. Di mana ada Julisman, di situ pasti ada Lili menemani. “Sejak mulai jadi relawan dia banyak perubahan. Dulu Julisman selalu bangun siang, tapi sekarang kalau mau kerja Tzu Chi dia selalu bangun paling pagi di rumah,” tutur Lili. Tidak hanya itu, semangat Julisman untuk kerja Tzu Chi juga besar. Lili juga mengatakan bahwa putranya itu selalu memberinya semangat untuk kerja Tzu Chi. “Dia tidak pernah mengeluh capek. Bahkan kalau saya sedang malas, dia yang memberikan saya semangat untuk kerja Tzu Chi,” tambah Lili. Pandangan saya berpaling kepada Julisman yang sedari tadi terlihat serius menyimak pembicaraan kami. Karena penasaran, saya pun meminta tolong kepada Lili untuk menanyakan perasaan Julisman setelah akhirnya bisa mendapat kepercayan untuk menjadi relawan biru putih. Julisman tersenyum mendengar pertanyaan saya. Dengan suara yang kurang jelas, dia berkata kalau dia bahagia. Mendengarnya, jujur terbesit pilu dalam hati saya. Dengan kekurangan yang dimilikinya, Julisman masih mau berbagi dengan sesama, dan yang paling penting ternyata dia bisa merasa sangat bahagia dengan apa yang dilakukannya. Ternyata tidak hanya kebahagiaan yang dirasakan oleh Julisman, Lili juga mengungkapkan komitmen putranya setelah menjadi menjadi relawan Tzu Chi, “Dulu dia tidak pernah makan sayur. Dia hanya maka daging terus. Tapi setelah ikut kegiatan Tzu Chi, dia mulai mau makan sayur dan kurangi (makan) daging. Bahkan kemarin dia bilang, kalau sudah pakai baju biru tidak mau lagi makan daging.”
Keterangan :
Gunakan Hati Keseriusan Julisman juga diungkapkan oleh Lie Ik Sie, salah satu relawan yang mengajarkan bahasa isyarat tangan. “Dia itu benar-benar tidak pantang menyerah. Awalnya saya juga bingung bagaimana caranya mengajarkan dia, tapi semangat anak ini yang buat saya tidak putus asa mencari jalan agar Julisman bisa belajar bahasa isyarat tangan.” Lie Ik Sie menjelaskan kepada saya kalau akhirnya ia menggunakan teknik mengunakan ketukan untuk mengajarkan Julisman. Jadi Julisman menghapal gerakan demi gerakan melalui ketukan yang diberikan oleh Lie Ik Sie. “Mengapa tidak memberikan dia buku mengenai isyarat tangan, agar dia bisa belajar sendiri?” tanya saya. “Awalnya saya juga mau seperti itu, tapi karena Julisman hanya sekolah hingga kelas 2 SD, jadi dia juga tidak bisa membaca dengan baik,” tambah Lie Ik Sie. Banyak perubahan postif yang terjadi dalam diri Julisman semenjak ia mulai mengenal Tzu Chi. Pria pendiam ini kini lebih ceria, kehidupannya pun dia isi dengan belajar untuk melakukan kebajikan. Selain lebih bahagia, Lili sang ibu berharap agar kelak Julisman bisa lebih mandiri dan semakin peduli terhadap penderitaan orang lain. | |||
Artikel Terkait
Paket Sembako untuk Nelayan di Perairan Suramadu
17 Juni 2020Sebagai bentuk kepedulian Yayasan Buddha Tzu Chi Surabaya kepada masyarakat yang terdampak Covid-19, relawan kembali mengemas (mempersiapkan) 5.050 paket sembako untuk dibagikan kepada warga terdampak wabah Covid-19 di wilayah Surabaya dan sekitarnya.