Screening Baksos Kesehatan Tzu Chi Ke-111: Menggapai Mimpi

Jurnalis : Budi Santoso (he Qi Utara), Fotografer : Budi Santoso, Erli Tan

Minggu, 13 Maret 2016, para warga dari beberapa desa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, datang untuk menjalani proses screening awal baksos kesehatan Tzu Chi.

“Nanti di jam istirahat, kita jajan ke kantin sekolah yuk”

“Setelah membuat PR kita main bola sama-sama yah”

Pembicaraan seperti itu biasanya dibicarakan oleh anak-anak sekolah pada umumnya. Namun tidak semua anak memiliki kesempatan untuk bersekolah karena beberapa faktor. Misalnya karena kendala ekonomi atau belum tersedianya sekolah di daerah terpencil. Tetapi ada juga hal yang membuat anak-anak enggan untuk pergi ke sekolah, yaitu karena mereka memiliki keterbatasan atau cacat fisik, seperti yang dialami oleh salah satu anak di Desa Kembang Bayan, yaitu Imanudin.

Imanudin adalah salah satu calon pasien yang hadir pada kegiatan screening Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-111 pada hari Minggu, 13 Maret 2015, yang dilaksanakan di Kodim 0608 Cianjur, Jawa Barat. Imanudin lahir dengan kondisi bibir sumbing. Rasa takut tidak diterima sebagaimana mestinya oleh anak-anak di sekolah itulah yang membuatnya hingga di usia yang ke-12 tahun, belum pernah sama sekali bersekolah. Selama ini ia belajar membaca dan berhitung dari Ibunya. Sehari-hari ia hanya membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah, seperti membersihkan rumah. Imanudin yang senang bermain kelereng dan rutin belajar mengaji ini memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Fikri. Berbeda dengannya, Fikri bisa bersekolah sebagaimana anak-anak normal seusianya.

Harapan agar Imanudin bisa bersekolah seperti adiknya dan anak pada umumnya, membuat ayahnya yang sehari-hari hanya berprofesi sebagai kuli bangunan berusaha mengobati kondisi Imanudin. Namun karena mereka hanya keluarga sederhana, mereka kerap mengalami kendala biaya. Seiring perjalanan waktu, usaha mereka membuahkan hasil.  Pihak Puskemas setempat tergerak untuk membantu dengan merujuk Imanudin ke Rumah Sakit (RS) Sentosa, Bandung. Namun ternyata mengoperasi Imanudin tidak semudah itu, terhitung sudah tiga kali ia gagal dalam proses menjalani operasi bibir sumbing. Hal ini dikarenakan Imanudin selalu tegang menjelang operasi, sehingga kondisi jantungnya lemah dan tidak siap menjalani proses operasi.

Hingga akhirnya pihak keluarga mendengar informasi dari Bintara Pembina Desa (BABINSA ) bahwa ada kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi, Imanudin beserta ibunya pun rela menempuh perjalanan jauh selama satu jam lebih menuju lokasi baksos demi mencari kesembuhan untuk Imanudin.

Imanudin datang bersama ibunya untuk melakukan pemeriksaan awal sebelum melakukan operasi pada minggu depannya (19 Maret 2016).

Selain Imanudin, tampak pula anak lain di antara calon pasien yang hadir, yang bernama Fauzan. Hari itu Fauzan ditemani oleh kakeknya, yaitu Abah Sarkidin yang tampak duduk sabar di samping Fauzan, untuk menunggu nama cucunya dipanggil guna menerima kartu kuning, sebagai tanda bahwa Fauzan lolos pemeriksaan dan dapat dioperasi. Abah Sarkidin yang berusia 65 tahun tinggal bersama Fauzan di Kampung Citiis Rawa Sampih. Lokasi tersebut cukup jauh dari lokasi screening baksos kesehatan, karena letak kampungnya berada di ujung daerah Sukabunga, yang berbatasan dengan wilayah Kota Bandung.

Sambil menunggu, Abah Sarkidin yang berusia 65 tahun lalu menceritakan mengenai cucunya tersebut . Fauzan yang kini berusia 11 tahun, saat ini sudah kelas 6 SD. Orang tua Fauzan bekerja di Jakarta, dan terakhir kali mengunjugi Fauzan sekitar 4 bulan lalu. Ketika Fauzan duduk di kelas 4 SD, muncul benjolan  di bagian bawah mata kiri Fauzan. Pada awalnya hanya berupa benjolan kecil, namun perlahan benjolan itu semakin membesar. Kondisi ini pun diketahui oleh orang tua Fauzan, namun mereka tidak memiliki biaya untuk mengobati tersebut. Oleh karena itu, Abah Sarkidin hanya berusaha mengajak Fauzan ke dukun yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Namun usaha tersebut tidak membuahkan hasil.

Selain Imanudin, hari itu Fauzan yang ditemani oleh kakeknya, yaitu Abah Sarkidin tampak duduk sabar di samping Fauzan, untuk menunggu nama cucunya dipanggil guna menerima kartu kuning, sebagai tanda bahwa Fauzan lolos pemeriksaan dan dapat dioperasi.

Fauzan yang merupakan anak satu-satunya, beraktivitas seperti anak umumnya seperti bermain bulu tangkis, bermain bola, belajar, hingga mengaji. Teman-temanya pun tidak menjauhi atau meledeknya karena benjolan di wajahnya tersebut. Sang Abah lalu menuturkan,“Fauzan bercita-cita menjadi polisi , seperti salah satu sepupunya. Sebenarnya Fauzan takut jika mendengar bahwa dia harus dioperasi”. Namun Abah Sarkidin lalu menyemangati Fauzan dengan berkata bahwa jika ingin menjadi seorang polisi harus berani, dan keberanian menjalani operasi adalah awalnya. Karena ada kekhawatiran bahwa benjolan tersebut akan semakin membesar seiring bertambahnya usia Fauzan . Senada dengan keluarga Imanudin, akhirnya pihak KESRA atau bagian kesehatan desanya mensosialisasikan Baksos Kesehatan Tzu Chi kepada Abah Sarkidin. Kesempatan itu pun tidak disia-siakan oleh Abah Sarkidin.

Akhirnya setelah menanti dan menjalani serangkaian tes hari itu, pihak dokter yang bertugas di kegiatan baksos kesehatan Tzu Chi menyatakan bahwa hasil tes menunjukkan Imanudin dan Fauzan layak untuk menjalani operasi. Semoga jalinan jodoh yang terjalin antara Tzu Chi dengan Imanudin maupun Fauzan dapat menjadi jalinan jodoh yang baik, sehingga mereka berdua dapat mengejar mimpinya masing-masing.


Artikel Terkait

Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -