Sebuah Cahaya Pelita

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto

fotoPara relawan mencoba menyemangati pasien penderita katarak yang masih kecil untuk berani melakukan operasi mata.

Pada tanggal 1-2 Oktober 2011 lalu, Tim Medis dan relawan Tzu Chi mengadakan proses screening di Rumah Sakit (RS) Dr. Reksodiwiryo, Padang dan dari proses screening tersebut didapatkan data pasien yang mengalami penyakit katarak, bibir sumbing dan hernia. Adapun data yang telah terangkum  ialah 195 pasien katarak, 38 pasien pterygium, 94 pasien hernia, 41 pasien minor, dan 23 pasien bibir sumbing.

 

Menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut, pada tanggal 7 - 9 Oktober  2011, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerjasama dengan Tzu Chi International Medical Association (TIMA) dan Komando Resort Militer 032/WBR mengadakan kegiatan baksos kesehatan katarak, bibir sumbing, hernia, Pterygium di RS Dr. Reksodiwiryo, Padang.

Para relawan yang ingin membantu kegiatan Baksos Kesehatan di Padang ini berkumpul di Bandara Soekarno - Hatta pada jam 9 pagi lalu berangkat ke Padang pada pukul 11.20 WIB. Satu jam lima menit lamanya perjalanan untuk dapat sampai di Bandara International Minangkabau, Padang.  Sesampainya di RS. Dr. Reksodiwiryo, ternyata pada saat itu sedang berlangsung kegiatan operasi mata katarak. Pasien yang datang lebih kurang 65 pasien. Pasien-pasien yang datang adalah pasien yang telah mendapat jadwal dari proses screening seminggu yang lalu.

Pasien yang ingin melakukan operasi katarak terlebih dahulu mendaftar di bagian pendaftaran, kemudian di-cek tensi darah dan berat badannya. Setelah selesai diperiksa, para pasien yang ditemani oleh keluarga menandatangani surat izin operasi— yang ditandatangani oleh pihak keluarga yang menemani. Sesudah menandatangi, pasien naik ke lantai dua RS. Dr. Reksodiwiryo untuk melakukan gunting bulu mata, cuci kaki, pemberian obat untuk membuat kornea mata membesar, kemudian menunggu antrian operasi mata.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan saling bahu membahu menurunkan perlengkapan medis dari mobil untuk dibawa ke ke Padang. (kiri)
  • Setelah para dokter datang, para pasien mulai dioperasi satu per satu. Begitu selesai para pasien akan dituntun oleh relawan menuju ke ruang pemulihan untuk beristirahat..(kanan)

Melihat dengan Jernih.
Rasunah dijodohkan oleh orangtuanya pada umur 18 tahun. Setelah menikah, ia dan suami bercocok tanam di Solo dan memiliki 6 orang anak. Untung tak dapat diraih, rugi tak dapat di tolak, bencana datang menghampirinya. Pada bulan Mei 1991, suami yang ia kasihi mengalami musibah. Ketika bekerja di sawah dan hendak menuruni jalan setapak yang terjal, suaminya tergelincir jatuh dan meninggal seketika. “Waktu itu anak sulung saya yang menemukan bapak sudah tergeletak di kaki bukit dan sudah meninggal,” ucap Rasunah (69). Sepeninggal suaminya Rasunah memilih untuk tidak menikah lagi dan berusaha mencari nafkah untuk menghidupi ke-6 anaknya.

Setelah anak-anaknya dewasa dan bisa mencari nafkah, Rasunah pun tidak bekerja lagi dan hanya menemani cucu-cucunya di rumah. Dua tahun kemudian, Rasunah memutuskan untuk tinggal dengan adik kandungnya yang tinggal di padang. Ia datang ke Padang dengan ditemani oleh putra bungsu dan menantunya. Setelah tinggal beberapa waktu lamanya di Padang, ia mengalami gangguan penglihatan pada mata bagian kanan. Rasunah tidak dapat melihat dengan jelas. Kini ia ingin melakukan operasi untuk menyembuhkan katarak yang ada di matanya yang sebelah kanan. Sebelumnya Rasunah pernah melakukan operasi mata pada mata kirinya di sebuah rumah sakit di Solo tiga tahun yang lalu. “Kalau yang kiri sudah bagus, jelas. Tetapi yang sebelah kanan nggak nampak,” jelas Rasunah.

Rasunah pun menambahkan jika dirinya mengetahui adanya baksos ini dari adiknya yang bekerja sebagai tentara.” Kak… Mau operasi katarak tidak,” tanya sang adik. “Mau,“ jawab Rasunah. Maka pada tanggal 1 Oktober  2011, dengan ditemani  adiknya,  ia pergi ke RS Dr. Reksodiwiryo untuk menjalani proses screening. Seusai menjalani proses screening, ia mendapat jadwal untuk operasi katarak pada tanggal 7 Oktober 2011 ini, dengan harapan esok kedua matanya dapat melihat dengan jernih.

foto  foto

Keterangan :

  • Bustami (paling kiri) menunggu antrian untuk dioperasi penyakit kataraknya. (kiri)
  • Sebelum menjalani operasi, para relawan harus menggunting bulu mata pasien agar tidak mengganggu pada saat pemasangan lensa nanti. (kanan)

Ayahku Pahlawan
Sama seperti Rasunah, Bustami (69) juga mendapatkan seorang pendamping hidup dengan melalui perjodohan yang diatur oleh kedua orangtua mereka. ”Waktu itu umur saya sudah mau 30 tahun, tapi belum menikah. Jadi orangtua saya yang mencarikan untuk saya,” jelas Bustami. Setelah kedua belah pihak setuju, satu bulan kemudian tepatnya pada tahun 1969, mereka pun menikah. ”Saya nggak tahu pasangan saya wajahnya seperti apa, pokoknya kalau orangtua saya sudah setuju ya sudah …, terima,” ungkap Bustani, yang menamatkan masa pendidikan SMP-nya pada tahun 1956 ini.

Bustani pun menceritakan mengenai masa kecilnya yang penuh dengan petualangan kepada kami. Dulu ketika ia masih kecil, ayahnya bekerja sebagai “sais” (ungkapan belanda untuk andong). Ketika tentara Jepang mulai masuk ke desanya di Padang, ia dan kedua orangtua beserta adiknya melarikan diri ke Solo. Setelah beberapa lama di Solo, ayahnya pun masuk menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Suatu hari, mereka sekeluarga memutuskan untuk kembali ke kampung halaman mereka di Padang. Pada malam harinya, mereka sekeluarga pulang dengan melalui bukit Kanca menuju ke Bukit Nurjidah dan terakhir ke Bukit  Balimbiang untuk sampai ke kampung halaman mereka. Naasnya, dalam pertengahan jalan mereka tertangkap oleh tentara belanda, karena status sang ayah sebagai TKR. Selama seminggu lamanya mereka di tahan di sebuah sel, lalu mereka di pulangkan kembali ke Bananue.  “Ayah saya adalah pahlawan yang tak terdaftar,” jelas Bustami.

Dari pernikahannya, ia dikarunia 3 orang anak. untuk menafkahi kebutuhan hidup mereka sekeluarga, Bustami pun melakukan segala pekerjaan yang dapat ia lakukan. Pada tahun 2008, ia mengalami gangguan penglihatan. Ia pun memeriksakan matanya ke Rumah Sakit Umum di Padang, tetapi karena factor biaya, ia pun tidak meneruskan pengobatan. Beruntung anak sulungnya, Mustafa yang bekerja sebagai supir Mikrolet melihat poster mengenai kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi di di RS Dr. Reksodiwiryo sehingga kini dirinya dapat menyembuhkan penyakit kataraknya. Pada tanggal 1 Oktober 2011, Mustafa mengantar Bustani untuk menjalani proses screening. “Sebenarnya saya dijadwalkan untuk operasi besok (Sabtu, tanggal 8 Oktober 2011 - red). Tetapi saya maunya hari ini,” ungkap Bustani. Dirinya berharap dengan operasi ini, penglihatannya dapat kembali normal.

Dengan adanya bantuan dari para tim medis dan relawan Tzu Chi ini, para warga kurang mampu di Padang kini dapat memperoleh kesempatan kedua untuk melihat keindahan dunia. Hal ini ibarat cahaya pelita harapan yang menyala di hati setiap insan Tzu Chi, untuk menerangi hati seluruh umat manusia yang berada di pelosok dunia sekalipun.


Artikel Terkait

Setiap Orang Adalah Zhen Shan Mei

Setiap Orang Adalah Zhen Shan Mei

04 Mei 2018
Setiap kegiatan Tzu Chi yang dilakukan saat ini adalah sejarah di masa yang akan datang. Agar peristiwa bersejarah tersebut tidak lekang oleh waktu maka perlu adanya relawan yang mendokumentasikannya, di Tzu Chi relawan ini kerap dipanggil relawan Zhen Shan Mei
Sosialisasi Smartphone JournalismSosialisasi Smartphone Journalism
Bersih Pangkal Sehat

Bersih Pangkal Sehat

08 November 2010 Setiap bulan di minggu ketiga adalah giliran relawan Hu Ai Jelambar bekerja di Posko Daur Ulang Muara Karang. Minggu, 24 Oktober 2010, relawan yang hadir kali ini sekitar 20 orang. Mereka terlihat bekerja bahu membahu membuat amplop kertas, menginjak dan mengumpulkan botol-botol bekas minuman air mineral, memilah-milah kertas dan lain-lainnya.
Pembuatan 1.7 Ton eco Enzyme

Pembuatan 1.7 Ton eco Enzyme

01 Desember 2021

Tzu Chi Bandung bersama komunitas Eco Enzyme Bandung membuat 1.7 Ton Eco Enzyme di Aula Jing Si Tzu Chi Bandung. Pembuatan Eco Enzyme ini tujuan utamanya untuk mengurangi sampah rumah tangga dan lingkungan guna menyelamatkan alam.

Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -