Fera dan Airin, serta Rina yang merupakan staf dari Divisi Bakti Amal saat mendampingi orang tua Trisya. Trisya menjalani operasi implant kedua, yakni untuk telinga kiri pada 2 Agustus 2023.
Bagi orang tua Diandra Batrisya (5), mendapat bantuan biaya implant koklea dari Tzu Chi Indonesia merupakan pertolongan yang besar. Apalagi bantuan itu tak hanya untuk satu telinga, melainkan dua-duanya. Ditambah lagi relawan Tzu Chi juga menemani mereka saat Trisya menjalani operasi, membuat hari-hari yang menegangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) terasa lebih mudah dilalui.
“Kami merasa ada dukungan, ada support, jadi lebih yakin (operasi berjalan lancar),” tutur Dian, ibu dari Trisya.
Rabu pagi itu, 2 Agustus 2023 adalah operasi implant koklea yang kedua bagi Trisya. Operasi pertama telah dijalani Trisya pada 5 Juli 2023. Meskipun operasi kedua, Dian, sang ibu tetap merasa deg-degan. Ia juga tak doyan makan.
“Trisya kan sudah tahu rasa (operasi) yang pertama seperti apa, dia sempat agak trauma setelah operasi, kalau lihat suster masuk ke ruangan itu sudah menangis duluan. Padahal awalnya dia santai-santai saja,” kata Dian.
Berbeda dengan sang istri, Hendra kali ini merasa lebih tenang. “Mungkin saya lihat dari pengalaman yang pertama Alhamdulillah berjalan baik, ditambah dari dukungan teman-teman Tzu Chi juga,” kata Hendra.
Trisya usai operasi. Ayahnya mesti naik ke ranjang karena Trisya tidak ingin tidur sendiri di ranjang rumah sakit.
Jika pada operasi pertama, relawan yang mendampingi keluarga Trisya adalah Viona dan Gunawan, di operasi kedua ini, giliran Fera dan Airin. Karena berdomisili di Tangerang, Fera dan Airin tak menyadari ada kebijakan ganjil genap di Jakarta. Alhasil, mereka mesti memutar melewati jalan alternatif yang lebih jauh. Namun alam seolah mendukung, pagi itu jalanan lancar tanpa hambatan berarti. Mereka pun tiba di RSCM dalam waktu 1,5 jam.
“Kami liat Trisya anaknya sangat aktif, jadi timbul rasa memang untuk men-support-nya. Dan juga untuk men-support keluarganya terutama, mendampingi saat Trisya sedang dioperasi,” kata Fera.
Sejak pertama kali berjumpa dengan Trisya, yakni saat proses survei ke rumah keluarga Trisya di bilangan Ciputat, Tangerang Selatan pada 18 Maret 2023 lalu, Fera langsung merasa sayang. Trisya adalah anak yang sehat. Orang tuanya, yang dua-duanya adalah guru di Sekolah Insan Cendikia Madani, juga sangat telaten. Di rumah mereka ada beberapa media pembelajaran yang digunakan Trisya.
“Jadi saya optimis sekali Trisya bisa seperti anak-anak lainnya,” sambung Fera.
Sempat Jatuh dan Kembali Bangkit
Orang tua Trisya bersama Rina dari Divisi Bakti Amal saat berada di Tzu Chi Center, PIK Jakarta.
Saat Trisya berusia tiga bulan, Dian dan Hendra baru menyadari ada sesuatu pada pendengaran Trisya. Kebetulan saat itu bulan Ramadan. Keluarga Trisya pulang kampung ke Pekalongan, Jawa Tengah. Sudah jadi tradisi, pemuda desa membangunkan warga untuk sahur dengan membunyikan kentongan dengan suara nyaring. Anehnya Trisya tak kaget dan tak terbangun sama sekali.
“Sedangkan, dulu kakaknya ada orang buka pintu cekrek saja walaupun tidur itu kaget,” kata Dian heran.
Dian dan Hendra pun mengetes Trisya dengan membunyikan mainan Trisya. Responnya sama, Trisya tak menengok. Pindah ke telinga satu lagi tetap sama. Trisya kemudian dibawa ke dokter anak. Dokter mengatakan akan mengamati kondisi Trisya beberapa bulan ke depan, mungkin saja karena masih berusia tiga bulan jadi Trisya belum mengerti.
Akan tetapi dokter justru menemukan kebocoran di jantung. Trisya dirujuk ke dokter jantung, menjalani beberapa cek. Bersyukur, kondisi jantung Trisya sampai saat ini tak ada masalah yang berarti. Orang tua Trisya pun dapat fokus di pendengaran Trisya.
Di usia enam bulan, kondisi Trisya masih sama. Dian dan Hendra lalu membawanya ke dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan). Trisya menjalani beberapa tes. Benar, ada gangguan pendengaran. Di usia 10 bulan, Trisya menjalani pemeriksaan lebih lanjut, ternyata gangguan pendengaran Trisya masuk dalam kategori sangat berat.
“Di situ saya langsung ngedrop, bagaimana ini kedepannya, bagaimana nanti Trisya sekolahnya, bagaimana melanjutkan kehidupannya, apalagi Trisya ini seorang perempuan. Tapi mau tidak mau kami harus segera bangkit, harus meyakinkan diri sendiri, Pertama, kami pasti bisa. Tuhan memberikan ujian tidak lebih dari kekuatan kita, artinya kita diberi cobaan seperti ini, pasti ada jalan keluarnya,” ujar Hendra.
Sejak semula dokter mengatakan bahwa yang Trisya butuhkan adalah implant koklea karena gangguan pendengarannya sangat berat. Namun implant koklea memang sangatlah mahal. Sembari menabung sedikit demi sedikit, Trisya memakai alat bantu dengar selama empat tahun dan menjalani beberapa terapi. Seperti yang bisa diduga, tak ada kemajuan berarti.
Titik Terang
Pada operasi pertama, keluarga Trisya didampingi Viona dan Gunawan, 5 Juli 2023.
Dalam kurun waktu empat tahun tersebut, orang tua Trisya juga berusaha mencari yayasan atau institusi yang kiranya dapat membantu. “Ketika saya searching di internet, yang muncul pertama itu Tzu Chi. Artinya banyak orang yang membuka website ini,” seru Hendra.
Mengecek di laman Instagram pun, ternyata Tzu Chi banyak sekali membantu masyarakat yang kesusahan. Hendra pun mendapatkan nomer telepon Bakti Amal, divisi di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Perlu ada berkas-berkas yang dilengkapi seperti pemeriksaan medis MRI dan juga CT Scan yang baru. Karena kebetulan berkas-berkas milik Trisya sudah cukup lama, maka perlu dilakukan lagi. Proses ini memakan waktu cukup panjang mengingat orang tua Trisya dua-duanya bekerja dan tidak bisa setiap saat izin ke rumah sakit.
Namun dengan kesabaran dan doa-doa yang tulus, berkas-berkas dapat dilengkapi. Singkat cerita permohonan bantuan Trisya pun disetujui.
“Tentu saja terima kasih yang tak terkira karena dengan apa yang sedikit kami miliki ternyata Tzu Chi mau membantu, meng-cover semuanya. Itu betul-betul membantu kami untuk bisa mewujudkan mimpi kami agar Trisya bisa mendengar seperti kami. Bersyukur sekali sudah dibantu,” kata Dian yang tak mampu membendung air matanya.
Pada bantuan implant koklea, Tzu Chi tak membantu biaya seratus persen, keluarga harus ikut berpartisipasi agar ada rasa memiliki sehingga dapat menjaga alat implant koklea dengan baik. Yang juga sangat penting, agar keluarga dapat mendampingi anak mereka secara maksimal pada proses terapi pascaoperasi, yang menjadi penentu utama keberhasilan sebuah operasi implant koklea.
Karena itu juga setelah dinyatakan dapat dibantu, Dian mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru agar dapat mendampingi Trisya secara maksimal. “Kalau saya masih kerja ya enggak kepegang, ibaratnya sampai rumah itu sudah sisa-sisa tenaga. Jadi anak tidak maksimal. Kasihan. Sedangkan kami ingin anak itu bagus hasilnya seperti kakaknya, seperti kita bsia berkomunikasi dua arah,” ujar Dian.
“Memang kan di awal, komitmen dari kami ketika mendapatkan bantuan dari Tzu Chi, untuk kedepannya progress-nya harus lebih bagus, artinya kami punya target-target yang memang harus dicapai dan itu tidak mungkin jikalau anak masih di daycare. Maka dari itu kami berunding, karena saya sebagai kepala keluarga, ya sudah ibunya tinggal di rumah, memberikan perhatian penuh, pembelajaran untuk Trisya, biar untuk nafkah saya yang cari. Mudah-mudahan, saya yakin sih, rezeki kan tidak ke mana, Tuhan pasti akan memberikan,” sambung Hendra.
Kebahagiaan terpancar dari wajah keluarga Trisya dan juga relawan, saat operasi Trisya berakhir dengan hasil yang bagus.
Operasi Trisya hari itu lebih lama dibanding sebelumnya. Fera dan Airin tak beranjak meski hari sudah sore. Doa, mereka panjatkan mengiringi operasi Trisya. Akhirnya, ponsel Dian berdering, perawat mengabarkan operasi Trisya selesai dan dinyatakan berhasil. Untuk pemulihan, Trisya kemudian dibawa ke ruang khusus anak.
“Lega, mudah-mudahan pemulihannya cepat seperti yang sebelumnya,” kata Dian yang akhirnya bisa tertawa lagi.
“Siap melanjutkan ke level berikutnya (berbagai terapi pascaoperasi),” sambung Hendra.
“Kami semua relawan Tzu Chi, terutama yang dari He Qi Tangerang, yang mendampingi Diandra, berharap Diandra bisa cepat pulih pascaoperasi yang kedua ini dan cepat menjalani terapi, dan mungkin dalam beberapa bulan ke depan, perkembangannya cepat jadi bisa berbicara dan mendengar seperti anak-anak lainnya,” pungkas Fera.
Editor: Metta Wulandari