Sebuah Kesatuan yang Utuh

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
 

fotoDi akhir acara Tzu Ching Kamp V ini, Wen Yu Shijie hadir mewakili Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia untuk memberikan souvenir kepada para peserta kamp.

Senin pagi, 16 Agustus 2010, Berton Deviano, koordinator kegiatan Tzu Ching Kamp V tampak terus mondar-mandir di dalam aula lantai 3 RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng Jakarta. Ia tak henti-hentinya berkordinasi dengan teman-teman panitia lain melalui handy talkie (HT) yang terkalung di lehernya. Di hari yang cerah itu, semua panitia kamp telah siap sedia menunggu kedatangan para peserta yang selesai membersihkan diri setelah melaksanakan Tour de Rusun.

Pengalaman Pertama
Bagi Berton, begitu ia kerap disapa teman-temannya, ini adalah pengalaman pertamanya menjadi koordinator sebuah kegiatan. “Ya deg-deg an karena belum tau siap engganya. Belum pernah ngurusin acara kaya gini. Belum ada pengalaman sama sekali,” tuturnya terus terang. Meski saat ditanya acara sudah menginjak hari ketiga atau terakhir, Berton mengaku masih merasa deg-degan karena acaranya belum selesai. “Kalau sudah selesai baru plong,” ujarnya.

Berton lantas berkisah, tantangan yang ia hadapi adalah bagaimana menyatukan semua panitia. Kuncinya? “Let it flow aja cara menghadapinya,” katanya sambil tersenyum. Apalagi pas pembukaan dan maju ke depan para peserta kamp, ia berujar, “Maju seneng namun juga deg-deg an. Langsung maju dan ngomong aja.” Di saat maju itulah, Berton lantas mengucapkan terima kasih kepada para peserta yang telah berkenan datang ke Tzu Ching Kamp dan mengajak mereka semua untuk menjalani kamp dengan sepenuh hati.

Kekompakan Kunci Utama
Lagi menurut Berton, dengan menjadi koordinator, ia jadi mengenal banyak karakter orang. Pesannya bagi teman-teman panitia kamp tahun depan adalah supaya bekerjanya lebih efektif dan pintar, “Semangat terus. Jangan takut, walaupun kita sedang putus asa. Tetaplah berjuang di dalam keputusasaan itu. Pasti bisa dilewati.”

Dalam kegiatan Tzu Ching Kamp ini, ia juga sangat terkesan dengan penampilan drama sutra bakti seorang anak yang diperankan oleh teman-temannya di kepanitiaan. “Panitia kita sebenarnya pas-pasan apalagi kita juga ada panitia dari luar kota kan. Jadi bener-bener dari panitia itu kan sedikit banget. Ada panitia yang latihan drama, ada sedikit panitia yang bantu bagian operasional di luar. Bener-bener mereka kerjain. Drama bisa berhasil karena panitia yang ngurusin drama dan operasional sama-sama kompak,” ujarnya bangga.

Di akhir wawancara, Berton lantas berpesan, “Untuk panitianya terus semangat dalam kegiatan Tzu Ching. Jangan takut cape dan just do it. Buat peserta kamp, welcome to Dunia Tzu Ching dan semoga bisa happy di dalam kegiatan kita.”

foto  foto

Ket : - Di awal hari ketiga ini, para peserta Tzu Ching Kamp belajar mempraktikkan pradaksina atau biasa              disebut meditasi berjalan untuk memusatkan konsentrasi. (kiri)
         - Dalam kamp ini, kepada para peserta diperkenalkan pula Koordinator Hu Ai Tzu Ching yang ada di              berbagai universitas di Jakarta dan sekitarnya.

Dua yang Berbeda
Diantara 138 peserta kamp yang berasal dari Jakarta, Makassar, Papua, Bandung, Bogor, Pekanbaru, Medan, Riau, dan Pati, terdapat 2 peserta lain yang terlihat berbeda. Mereka tidak mengenakan seragam Tzu Ching pada umumnya. Mereka malah mengenakan seragam abu-abu putih layaknya relawan Tzu Chi pemula. Mereka adalah Chyntia Setiadi Djaja dan Mery, 2 staf Yayasan Buddha Tzu Chi yang diikutsertakan menjadi peserta kamp. Ternyata, mereka mengikuti kamp ini untuk lebih mengenal filosofi Tzu Chi yang nantinya dapat diaplikasikan di tempat bekerja.

Bagi Chyntia, ia terkesan dan merasa bersyukur dapat ikut dalam Tzu Ching kamp ini khususnya saat melakukan kunjungan kasih. Di sana, Chyntia melihat ternyata kehidupannya masih lebih baik dari orang lain yang berkekurangan. Dari situlah akhirnya muncul rasa syukur dihatinya. Acara lain yang berkesan baginya adalah saat menyaksikan drama musikal sutra bakti seorang anak. Di saat itulah ia mendapatkan pelajaran hidup betapa budi baik orang tua begitu besar. Chyntia pun lantas bertekad untuk lebih berbakti kepada orang tuanya.

Menyadari Salah Satu Realitas
Awalnya, Sharlin peserta kamp dari kelompok 13 terlihat ceria saat memberikan sharing di hadapan teman-temannya. Namun, makin lama suaranya makin berat saat menceritakan pengalamannya melakukan kunjungan kasih. “Kalau boleh sharing, kelompok kami mengunjungi sebuah rumah warga di gang. Gang itu kecil tapi lumayanlah masih bisa lewat, kira-kira lebarnya satu meteran,” katanya.

Saat sudah masuk ke dalam lalu mentok. Ada gang lagi yang lebih kecil. Lebarnya sekitar ½ meter. Di gang itu, mereka masih bisa masuk hingga lalu tiba di satu rumah kecil yang luasnya berkisar 3x3 meter. Mereka mengira itu adalah rumah pasien penanganan khusus Tzu Chi yang hendak disambangi. Ternyata bukan, rumahnya masih di atasnya lagi. Untuk naik ke atasnya harus naik melalui tangga kayu yang lebarnya tidak lebih dari ½ meter.  “Jadi badan saya aja ga bisa lewat begini (lurus). Kita semua harus miring-miring untuk jalan ke atas,” ungkapnya.

foto  foto

Ket : - Para peserta kamp tampak tengah berdiskusi dan berlatih sebelum menampilkan hasil kreasi seni              mereka. Tampak terlihat para Tzu Ching dari Surabaya sedang memeragakan isyarat tangan. (kiri)
         - Di satu kesempatan, para panitia dan peserta Tzu Ching Kamp V memperagakan isyarat tangan              bersama. (kanan)

Sesampainya di atas, ternyata di dalam rumah itu bukan satu orang saja yang tinggal. “Seperti kalau kita ke wartel (warung telekomunikasi) kan banyak pintu-pintu kecil. Jadi rumah keluarga itu di salah satu pintu kecil itu yang ukurannya paling engga sekitar 2x2 meter,” ujarnya prihatin. Di dalam ruangan kecil itulah, Sharlin dan teman-temannya bertemu dengan seorang ibu yang tinggal bersama dengan kedua anaknya yang ternyata kembar. Ibu itu sudah ditinggal oleh suaminya, jadi hanya tinggal bertiga saja.

Ironisnya, salah satu anak kembarnya itu memiliki kelainan kelamin. Oleh Tzu Chi akhirnya anak tersebut mendapat bantuan pengobatan lewat jalan operasi. Tidak lama lagi, anak itu akan menjalani operasi kedua. “Terima kasih kepada Tzu Chi yang telah membantu pengobatan anak itu,” kata Sharlin menceritakan pengalamannya di dalam kunjungan kasih.

Senasib dan Sepenanggungan
Di sharing ini, Sharlin juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman di kelompoknya. “Kita tertawa bareng, nangis juga bareng-bareng. Diomelin juga bareng-bareng gara-gara kita jalan-jalan, selesai acara di malam hari,” tandasnya. Sharlin juga mewakili teman-teman di kelompok 13 mengucapkan terima kasih kepada para panitia yang sudah bekerja keras mempersiapkan acara kamp ini. “Semua kegiatannya sangat menarik dan pastinya sangat berguna bagi kita semua. Apalagi yang paling enak makanannya, vegetarian tapi enak. Gan en untuk hidangan makanannya,”  katanya tersenyum.

Terakhir bagi Sharlin dan kelompoknya, banyak sekali pelajaran yang diperoleh dari kamp ini.  Pertama belajar disiplin, tata cara jalan, dan etika. “Dan kemarin sutra bakti kepada orang tua. Setiap hari kita pulang tanpa memperdulikan orang tua. Kita pergi pagi pulang malam. Padahal orang tua di rumah sudah memasak makanan untuk kita. Sudah saatnya kita berbakti kepada orang tua sebelum terlambat,” katanya mengakhiri sharing di sore hari yang masih tetap cerah itu.

  
 
 

Artikel Terkait

Terus Bergerak dalam Menjaga Bumi

Terus Bergerak dalam Menjaga Bumi

10 November 2020

Kepedulian relawan untuk melindungi wilayah pesisir di sekitar Tangerang terus berlanjut. Sebelumnya pada Desember 2019 relawan telah bersumbangsih kepada bumi dengan menanam 10.000 pohon mangrove di Tangerang Mangrove Center, Banten. Tahun ini di lokasi yang berbeda yaitu Desa Ketapang, Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang, Banten relawan kembali bergerak menanam 10.000 pohon mangrove (7/11/20).

Suara Kasih: Menghargai Sumber Daya Alam

Suara Kasih: Menghargai Sumber Daya Alam

06 September 2010 Setengah tahun lalu, banyak negara yang mengalami kekeringan. Sejak bulan Juni dan Juli, banyak negara yang dilanda bencana banjir. Konferensi PBB  Untuk organisasi non-pemerintah tahun ini diadakan di Melbourne, Australia. Tzu Chi juga diundang untuk hadir.
Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -