Secangkir Teh di Kelas Bedah Buku
Jurnalis : Sani Husiana (Tzu Chi Medan) , Fotografer : Effendy Leman, Elisa Intan (Tzu Chi Medan)Sani Husiana dan dokter Willey Elliot sebagai pembicara materi bedah buku tentang Riwayat Tzu Chi “Shan Hu”.
Komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Jati mengadakan bedah buku di Jingsi Books & Café Medan, Minggu 9 Juni 2024. Bedah buku ini dihadiri 81 orang, terdiri dari 52 relawan, 3 anggota TIMA Medan, serta 26 masyarakat umum. Bedah buku kali ini terasa istimewa karena terdapat Cha Dao atau seni penyajian teh Jing Si juga.
Sani Husiana, pembicara, menjelaskan makna Cha Dao. Cha artinya teh, dan Dao artinya prinsip kebenaran. Jadi Cha Dao bukan sekedar menyajikan teh untuk diminum tapi juga memiliki makna mendalam dan juga dapat memahami Dharma tanpa kata-kata. Makna dalam penyajian teh (Cha Dao) mewakili praktik 6 paramita dalam ajaran agama Buddha; kemurahan hati (menyajikan teh), disiplin (dalam memasukkan daun teh ke dalam poci yang kecil), kesabaran (menuangkan air ke dalam teko), usaha (menunggu sampai air dan daun teh menyatu dan menghasilkan aroma yang harum), konsentrasi (fokus menuangkan teh dari teko ke cawan), dan kebijaksanaan (menuangkan teh ke beberapa cawan dengan sama rata tanpa perbedaan).
Selain itu, ada tiga kebajikan di dalam meneguk teh. Tegukan pertama berarti memberkahi diri untuk berkata baik, tegukan kedua berarti memberkahi diri untuk berpikir yang baik, tegukan ketiga berarti memberkahi diri untuk berbuat baik.
Yenny Waty dan Sufinah sedang mempersiapkan penyajian teh untuk dibagikan kepada para peserta.
Masuk dalam materi bedah buku, sebelumnya para peserta diajak bersama-sama melakukan meditasi selama 3 menit untuk menenangkan batin. Bedah buku kali ini masih membahas tentang Riwayat Tzu Chi dari buku “Shan Hu” – Realisasi dari Keyakinan, Ikrar dan Praktik.
Sebagai pembuka, disampaikan sedikit review Bedah Buku sebelumnya. Berawal dari menemani muridnya menjenguk anggota keluarga di rumah sakit, Master Cheng Yen melihat genangan darah di lantai rumah sakit yang berasal dari seorang wanita yang keguguran dan kemudian pulang. Rumah sakit menolak untuk merawat karena tak bisa menyediakan uang deposit. Master Cheng Yen kemudian berpikir bahwa hidup seharusnya lebih berharga daripada uang. Dari sinilah Master Cheng Yen bertekad memulai misi amal.
Relawan menyuguhkan secangkir teh kepada peserta bedah buku.
Dalam misi amal, Master Cheng Yen berprinsip “Melihat langsung, menjejakkan kaki secara langsung, dan berinteraksi langsung”. Di masa itu, ada kasus penerima bantuan Lu Dan Gui penderita glaukoma yang menerima bantuan menjalani operasi mata tapi penglihatan tetap kabur. Lu Dan Gui merasa depresi karena merasa menjadi beban keluarganya dan kemudian bunuh diri. Dari kejadian ini, Master Cheng Yen menghayati satu hal “Selain menolong kekurangmampuan dan kondisi sakit, secara bersamaan juga harus menolong batin.” Selain itu Master Cheng Yen kemudian membangun sistem survei ulang kepada penerima bantuan jangka panjang setiap tiga bulan.
Master Cheng Yen juga menyadari bahwa penderitaan terbesar dalam hidup berasal dari penyakit. Penyakit sering menyebabkan keluarga jatuh ke dalam kemiskinan. Master Cheng Yen kemudian mendirikan klinik gratis di mana lokasinya adalah hasil donasi ibunda murid tertua Master Cheng Yen bagi warga miskin di Hualien pada 10 September 1972. Inilah awal dijalankannya misi kesehatan.
Jenni Lo mengungkapkan kesannya tentang bedah buku ini.
Setelah menyimak materi, Jenni Lo, relawan dan juga koordinator Hu Ai bidang amal menyampaikan kesannya. “Setelah menjalankan misi amal, melihat banyak penderitaan dari pemohon bantuan, mengingatkan kita untuk menyadari dan bersyukur atas berkah yang kita miliki.” Tutur Jenni Lo.
Pembicara Willey Elliot, menceritakan kisah dari tiga relawan komite wanita di Taipei yang dikenal sebagai tiga kakak beradik dengan sebutan Lao Da, Lao Er, Lao San. Willey mengupas keyakinan, ikrar dan tekad mereka untuk menggalang donatur dan menggalang hati. Dari kisah tiga kakak beradik ini kita bisa menyadari kebenaran ungkapan Master Cheng Yen bahwa berdana bukanlah hak eksklusif orang kaya.
Dr Ilham, tim medis TIMA mendapat banyak inspirasi saat mengikuti kelas bedah buku.
Master Cheng Yen menyampaikan “Galang dana banyak atau sedikit bukanlah kunci utama. Yang penting adalah menggalang hati cinta kasih dari setiap orang. Bahkan jika hanya berdana 50 sen. Jika 50 sen dari setiap orang dikumpulkan, juga dapat membantu orang.” Master Cheng Yen ingin memberikan kesempatan kepada semua orang untuk berbuat kebaikan. Tzu Chi juga berawal dari dana 50 sen yang dikumpulkan oleh beberapa ibu rumah tangga yang menyisihkan uang belanjanya setiap hari. Dan dana yang terkumpul terus meningkat sampai akhirnya bisa membangun Rumah Sakit Tzu Chi di Hua Lien, Taiwan.
Dr Ilham, tim medis TIMA mendapatkan manfaat setelah mengikuti bedah buku ini. “Bedah buku ini adalah pertemuan berfaedah bagi saya sebagai anggota TIMA supaya bisa meningkatkan sifat welas asih,dan juga bisa meningkatkan kepedulian terhadap sesama, terutama dibidang pengobatan,” tuturnya.
Agnes Jauhari berharap dengan Dharma dalam secangkir teh, dapat merangkul lebih banyak orang untuk bergabung bersama sama berbuat kebajikan.
Agnes Jauhari, kordinator bedah buku berpendapat, dengan selalu melatih diri mengikuti bedah buku dan Cha Dao akan membangun karakter yang baik, sabar, merasakan ketenangan pikiran, konsentrasi yang baik sehingga menghasilkan pancaran diri yang baik. “Dengan Dharma dalam secangkir teh, kita bisa lebih perkenalkan Tzu Chi dan bisa merangkul lebih banyak orang untuk ikut bergabung bersama-sama berbuat kebajikan dan melatih diri menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga semua orang juga mendapatkan manfaat dari Dharma dalam secangkir teh,” pungkas Agnes.
Editor: Khusnul Khotimah
Artikel Terkait
Ketulusan dan Cinta Kasih
25 Juni 2014 Kamp tersebut berlangsung dari tanggal 8-12 Juni 2014 di Jing Si Tang Banqiao - Taipei, Taiwan. Haryo Shixiong berangkat bersama 87 relawan Tzu Chi Indonesia lainnya, dan saat tiba di Banqiao bergabung dengan relawan dari 20 negara."Kekuatan Hati"
08 Maret 2016"Kata orang, buku yang bagus, walaupun tidak dibaca dan hanya ditaruh di meja saja bisa membawa energi yang positif terhadap lingkungan. Apalagi kalau buku ini kita baca,” kata Chia Wen Yu, relawan Komite Tzu Chi dalam acara peluncuran Buku The Power of The Heart (Kekuatan Hati) pada Sabtu, 5 Maret 2016 di ruang Xi She Ting, Aula Jing Si Lantai 1, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.