Secercah Harap di Balik Reruntuhan
Jurnalis : Enisari (Tzu Chi Padang), Fotografer : Enisari (Tzu Chi Padang)Meski Lani harus kehilangan kedua kakinya akibat tertimpa reruntuhan saat gempa merubuhkan gedung tempat kursusnya, Lani tetap memiliki semangat yang tinggi untuk bersekolah. |
| |
Orang-orang berlarian dan berhamburan keluar rumah untuk menghindari reruntuhan dan pecahan kaca. Jalan-jalan dan lalu lintas kacau balau dan macet di mana-mana. Walaupun hari masih cukup terang namun listrik mati total. Begitu pula dengan jalur komunikasi (telepon) yang terputus. Yang terbayang dalam benak orang-orang adalah kejadian gempa yang disusul tsunami pada tahun 2004. Maka, orang-orang pun berlarian dan segera mengungsi ke tempat yang tinggi serta segera menjauhi pantai. Namun tidak demikian halnya dengan Lani Anggraini (13), siswi kelas 2 SMP di Kota Padang. Jangankan untuk berlari ataupun mengungsi, untuk keluar dari reruntuhan pun dia tidak sanggup karena kedua kakinya yang terhimpit reruntuhan bangunan. Pada akhirnya Lani harus merelakan kedua kakinya diamputasi demi menyelamatkan jiwanya. Sedang Belajar Sang ayah, Ruslan, sewaktu kejadian sedang berada di tempat kerjanya seperti biasa. Ketika sedang memasukkan kendaraan ke gudang tiba-tiba mobil berguncang, dan ia sempat melihat orang-orang di sekitarnya berlarian keluar. Saat itu Ruslan menyadari bahwa telah terjadi gempa bumi. Ruslan segera pulang dan melihat rumahnya dalam kondisi berantakan. Ia tidak menjumpai istrinya, Kasmayati, dan kedua anaknya: Lani dan Wahyu Syahputra. Seketika itu ia sadar bahwa istrinya tidak berada di dalam rumah dan kedua anaknya sedang mengikuti bimbingan belajar. Secara spontan Ruslan segera memacu sepeda motornya ke tempat kursus anaknya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan istrinya yang juga sedang mencari kedua anaknya.
Ket : -Awalnya hanya kaki kiri Lani yang diamputasi, namun 12 hari kemudian, dokter menyatakan jika kaki kanan Lani mengalami infeksi dan harus diamputasi juga. Lani tetap tabah menerima cobaan ini. (kiri) Kondisi Lemah dan Terkulai (Sesaat wawancara kami terhenti karena Lani yang terisak ketika harus mengingat kembali peristiwa pahit itu). Selanjutnya, sambil terbata-bata dan menangis, Lani kembali menyambung ceritanya. Kami mencoba untuk break lagi agar Lani beristirahat dan menyambung kembali kisahnya di lain waktu, namun hal ini ditepis oleh Lani. Saat ditemukan, Lani dalam kondisi yang sangat lemah dan kaki kirinya sudah terkulai. Lani masih dalam kondisi sadar. Teman-temannya berada di sekitar tubuhnya dalam keadaan saling berhimpitan dan beberapa di antaranya sudah meninggal. Setelah dievakuasi, Lani dibawa menuju RS Dr. M. Djamil dan menurut dokter ia harus diamputasi malam itu juga, tapi karena persediaan darah di PMI sedang kosong dan Lani juga memiliki golongan darah yang terbilang jarang (B +) serta situasi rumah sakit yang kacau dan gelap gulita, maka operasi tidak jadi dilaksanakan. Baru pada keesokan harinya kaki kiri Lani dapat dioperasi. Selang 12 hari kemudian, diketahui jika kaki kanan Lani juga mengalami infeksi dan sudah tidak berfungsi sehingga tidak dapat dipertahankan lagi karena jaringannya sudah rusak. Maka, kaki kanan Lani pun terpaksa harus diamputasi juga. Perhatian dari Relawan Ketika Enisari, relawan Tzu Chi Padang bertanya kepada Lani, “Apa yang sangat ingin Lani lakukan ke depan?” Dengan penuh semangat Lani menjawab, “Yang sangat ingin Lani lakukan adalah segera untuk dapat kembali ke sekolah guna meneruskan pelajaran dan mengejar cita-cita yang Lani inginkan.“ Itulah jawaban tulus dari seorang anak kecil yang dengan polosnya dan semangat yang ada untuk tetap maju menuju masa depan yang ia impikan. Walaupun memiliki kenangan pahit yang tidak akan terlupakan seumur hidupnya namun masih dapat ia syukuri. Harapan dan masa depan masih panjang walaupun dengan keterbatasan yang ada, tidak akan menghapuskan semua harapan dan keinginan yang Lani cita-citakan. | ||
Artikel Terkait
Menolong Tanpa Pamrih
26 September 2011Tidak Mudah Menyerah
26 Oktober 2016Kelas budi pekerti yang diadakan sebulan sekali dibagi menjadi dua kelas sesuai dengan rentang usia mereka. Kelas kecil belajar tentang tidak mudah menyerah sementara kelas besar bagaimana membangun kepedulian terhadap sesama. Kelas budi pekerti yang diadakan pada tanggal 23 Oktober 2016 diikuti sebanyak 61 anak.